KPK mengaitkan cara baru pengumuman tersangka dengan urusan hak asasi manusia (HAM). Komnas HAM mengatakan memang menjadi kewajiban penegak hukum untuk melindungi HAM siapa pun dalam proses hukum.
"Prinsip penanganan perkara pidana, termasuk korupsi, salah satunya ditangani secara cepat. Ini untuk melindungi hak atas kepastian hukum," ucap Komisioner Komnas HAM M Choirul Anam kepada detikcom, Kamis (26/8/2021).
"Konsep HAM prosedur itu sangat erat kaitannya dengan kepastian hukum. Namun demikian, di samping terkait hak yang melekat pada tersangka atau orang yang diduga melakukan pidana tersebut, ada kewajiban oleh penegak hukum. Kewajiban penegak hukum itu salah satunya akuntabilitas dan transparansi," imbuh Choirul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akuntabilitas dan transparansi itu, disebut Choirul, berkaitan juga dengan pertanggungjawaban publik. Choirul tidak memberikan komentar spesifik mengenai apa yang dilakukan KPK saat ini tetapi, menurutnya, selama penegak hukum menghormati hak-hak dari tersangka, prinsip HAM itu sudah terpenuhi.
"Kalau semua dilakukan termasuk akuntabilitas, transparansi, menghormati hak tersangka, itu kewajiban semua penegak hukum, khususnya dalam hukum pidana. Karena itu langsung terkait atas kebebasan orang, nama baik, sekaligus rasa keadilan khususnya terkait kejahatan yang telah dilakukan," ucap Choirul.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaitkan urusan HAM dengan pengumuman seseorang dalam statusnya menjadi tersangka. Hal itu, disebut Alex, panggilan karibnya, diwujudkan dalam upaya KPK mengumumkan tersangka bersamaan dengan upaya penahanan.
"Pengumuman tersangka berbarengan dengan penahanan, kita nggak mau lagi seperti sebelumnya sudah kita umumkan tapi lama sekali baru ditahan, ini masalah HAM seseorang," kata Alex dalam konferensi pers, Selasa (24/8/2021).
Menurut Alex, ketika seseorang dijadikan tersangka, ada batas 120 hari untuk dilimpahkan ke pengadilan. Hal itu menjadi kendala penyidik karena banyak perkara yang ditangani.
"Masalah juga kalau langsung ditahan terkait dengan argo penahanan istilahnya, karena ada batasan waktu di mana penahanan sampai dilimpahkan ke pengadilan maksimal 120 hari. Begitu kita tahan dalam waktu 120 hari harus dilimpahkan, kendalanya penyidik banyak perkara yang ditangani, demikian juga JPU juga masih banyak yang berjalan," kata Alex.
Selanjutnya, Alex mengatakan, jika dalam 120 hari tidak dapat dilimpahkan, akan percuma. Kepastian hukum tersangka tersebut tidak jelas.
"Jangan proses penyidikan masih lama tapi sudah ditahan sehingga 120 hari nggak ngejar, jadi otomatis lepas demi hukum percuma, jadi kami pastikan saat melakukan pemahaman paling lama 120 hari sudah limpah sehingga bisa memberikan kepastian hukum bagi para tersangka," ujarnya.
Lebih lanjut, Alex menyebut tersangka juga berhak mendapatkan keadilan. KPK, kata Alex, menghindari ketidakpastian hukum tersangka bilamana perkara yang ditangani masih lama prosesnya.
"Tersangka berhak mendapatkan keadilan, ini yang dijaga, jangan sampai diumumkan, diberitakan di mana-mana sudah istilahnya diadili masyarakat sebagai koruptor tapi proses penanganan perkara masih lama," katanya.
"Ini yang kepemimpinan periode sekarang kita ubah, jadi saat penerbitan Sprindik tidak langsung diumumkan tapi diumumkan berbarengan dengan penahanan tersangka," sambungnya.
(aik/dhn)