Pertanyaan seputar masalah hukum keluarga menjadi salah satu isu paling banyak dipertanyakan ke detik's Advocate. Seperti kasus di bawah ini, yaitu istri kabur tanpa jejak. Si suami bingung bagaimana cara menikah lagi karena secara hukum masih terikat dengan istri yang kabur.
Berikut pertanyaan pembaca detiks' Advocate selengkapnya:
Saya menikah pada tahun 2019, setelah setahun bersama, entah lantaran apa, istri saya kabur dari rumah dan sampai sekarang kami tidak mengetahui keberadaannya, termasuk orang tua dan keluarganya juga tidak mengetahui keberadaan istri saya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaannya, jika saya ingin menikah lagi tanpa menceraikan istri saya (poligami), maka apakah bisa dan seperti apa caranya ?
Mengingat ini sangat penting. Terima kasih banyak atas perhatian dan dijawabnya pertanyaan saya ini.
Salam hormat dari saya
Untuk menjawab permasalahan di atas, detik's Advocate menghubungi advokat Halimah Humayrah Tuanaya, S.H., M.H., Berikut ini pendapat hukumnya:
Perkawinan di Indonesia pada dasarnya berasaskan monogami. Pasal 3 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa:
Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Namun, dalam ayat (2), disebutkan bahwa:
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.
UU No 1 Tahun 1974 telah menentukan alasan agar seorang suami dapat berpoligami, yaitu:
(1) isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,
(2) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
(3) isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Karena istri Pak X pergi tanpa sebab dan tidak diketahui keberadaannya, hemat saya maka Pak X beralasan untuk berpoligami. Istri Pak X tidak lagi dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.
Lebih lanjut UU No 1 Tahun 1974 menentukan mekanisme berpoligami, yaitu:
(1) adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri,
(2) adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka,
(3) adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Karena istri Pak X tidak diketahui keberadaannya, maka persetujuan istri tidak lagi diwajibkan. Namun, waktu tidak diketahuinya keberadaan istri paling singkat 2 (dua) tahun.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.