Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bali menemukan bahwa hutan mangrove di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai mengalami penyusutan seluas 62 hektare. Walhi Bali pun mempertanyakan penyebab penyusutan tersebut.
"Kondisi ini tentu saja sangat memprihatinkan karena dari masa ke masa area Tahura terus menyusut. Pada saat ditetapkan, Tahura luasnya 1.203,55 hektare sekarang tersisa 1.141,41 hektare," kata Direktur Eksekutif Walhi Bali, I Made Juli Untung Pratama, dalam keterangan tertulisnya kepada detikcom, Selasa (24/8/2021).
Penyusutan hutan mangrove terungkap dalam konsultasi publik terkait penataan blok Tahura Ngurah Rai yang digelar oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali secara daring. Dalam konsultasi publik tersebut, Walhi Bali juga mengkritisi penataan blok Tahura Ngurah Rai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untung mengatakan, dalam dokumen ada temuan diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan. Blok pemanfaatan dapat menjadi pintu masuk pemutihan pelanggaran zonasi karena PT Tirta Rahmat Bahari pernah mengajukan izin pengusahaan pariwisata di blok perlindungan pada 2012.
"Kami khawatir diubahnya blok ini menjadi alat pemutihan pelanggaran zonasi Tahura. Misal ada izin terdahulu yang melanggar peruntukan blok, dengan perubahan blok, izin tersebut tidak melanggar lagi," jelas Untung Pratama.
Perwakilan dari Komite Kerja Advokasi Lingkungan Hidup (KEKAL) Bali, Made Krisna 'Bokis' Dinata, mengatakan kawasan konservasi juga dapat dilakukan fungsi ekologis, ekonomi, dan sosial, berdasarkan arahan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (Dirjen KSDAE). Karena itu, ia mempertanyakan alasan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan oleh DKLH Bali.
Atas temuan diubahnya blok perlindungan Tahura, yang pada 2012 sempat diberi izin pengusahaan pariwisata alam kepada PT Tirta Rahmat Bahari, ia mempertanyakan apakah ada izin pengusahaan pariwisata alam baru yang diterbitkan.
"Karena pada 2012 sempat ada izin pengusahaan pariwisata alam di Tahura. Tahura ini kawasan konservasi, tujuannya adalah perlindungan kawasan. Penataan blok terbaru ini sangat mengkhawatirkan karena blok perlindungan justru menyusut drastis dan blok pemanfaatan bertambah ratusan hektare," jelas Bokis.
Simak berita selengkapnya di halaman berikutnya.
Kepala Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD) Tahuran Ngurah Rai, I Ketut Subandi, membenarkan adanya penyusutan luas kawasan konservasi seluas 62,14 hektare. Hal itu karena ada pelepasan kawasan hutan yang diberikan untuk PT Bali Turtle International Development (PT BTID).
Luasan ini pun sudah mendapat penetapan dari Menteri Kehutanan pada 2004 dan pada dokumen 2015 masih dimasukkan sebagai kawasan konservasi.
"Memang ada kesalahan dokumen kami selama ini," terang Subandi.
Terkait dengan diubahnya blok perlindungan menjadi blok pemanfaatan, Subandi menerangkan belum ada izin baru dan diubahnya blok perlindungan menjadi pemanfaatan bukan berarti memberikan izin kepada pengusaha.
"Izin baru tidak ada," jelasnya.