GMNI Dukung Bupati Sorong Cabut Izin Perusahaan di Tanah Adat

ADVERTISEMENT

Suara Mahasiswa

GMNI Dukung Bupati Sorong Cabut Izin Perusahaan di Tanah Adat

Arief Ikhsanudin - detikNews
Selasa, 24 Agu 2021 14:52 WIB
Papua dan Papua Barat (Google Maps)
Papua dan Papua Barat (Google Maps)
Jakarta -

Gerakan Mahasiswa Nasional Indnesia (GMNI) mendukung keputusan Bupati Sorong Bupati Sorong Johny Kamuru mencabut izin beberapa perusahaan karena beroperasi di hutan adat. Menurutnya, perusahaan memang tidak bisa beroperasi di wilayah adat.

"Keputusan yang di ambil Bupati Jhonny Kamuru mencabut izin perusahaan yang telah menguasai 490,191 ini, tentu memiliki pertimbangan, landasan hukum, pertimbangan asas dan prinsip lingkungan hidup serta sosial budaya (Ekosob) dan Ekologi yang kuat," kata Ketua DPC GMNI Sorong, Raymond Gabriel Yekwam, dalam keterangannya, Selasa (24/8/2021).

Menurut Reymond, Bupati Sorong telah mengambil langkah tepat. Kebijakan itu telah sesuai dengan aturan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Dalam putusan No 35/PUU-X/2012, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa Hutan Adat adalah hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan Negara. Dalam konteks ini, semua hutan yang ada di Papua adalah bertuan atau ada pemilik sahnya. Karena itu, untuk konteks Papua Keputusan terhadap hak milik, pengelolaan dan pemanfaatan hutan kembali kepada masyarakat adat, suku, marga, atau keret tertentu," katanya.

"Pemerintah juga dijamin oleh Undang-Undang PPLH Nomor 32 Tahun 2009. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU No 32 Tahun 2009 Pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum," ujarnya.

Bagi Raymond, masyarakat adat di Papua dilindungi oleh Undang-Undang Otonomi Khusus. Kebijakan negara, diminta berorientasi dan berpihak kepada masyarakat adat papu.

"Karena sesuai dengan BAB XI Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Papua. Merujuk kepada semua jaminan terhadap masyarakat adat tersebut diatas menjadi dasar bahwa waktunya negara dan pemerintah harus berpihak kepada masyarakat adat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi hak atas tanah dan sumberdaya alam yang mereka miliki di atas tanah Papua," ucapnya.

Saat ini, kebijakan tersebut digugat oleh ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jayapura. Reymond berharap hakim membatalkan gugatan tersebut.

"Meminta kepada para ketua dan anggota majelis hakim untuk mencermati rasa keadilan yang di butuhkan masyarakat adat Moi dan juga masyarakat adat Papua Barat yang berada di wilayah adat Doberay dan Bomberay," ujarnya.

(aik/tor)


ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT