Kementerian Kesehatan (Kemenkes) buka suara mengenai Dirjen Pelayanan Kesehatan (Yankes) Abdul Kadir yang merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama (Komut) PT Kimia Farma. Kemenkes menampik adanya konflik kepentingan dalam penyusunan tarif tertinggi tes polymerase chain reaction (PCR) karena adanya pengawasan.
"Sebenarnya kita sudah ada mekanisme untuk mencegah konflik kepentingan dengan adanya pakta integritas," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia Tarmizi kepada wartawan, Jumat (20/8/2021).
Siti Nadia mengatakan surat edaran (SE) mengenai tarif atas harga tes PCR yang ditandatangani oleh Abdul Kadir selaku Dirjen Yankes itu bebas dari konflik kepentingan. Sebab, penyusunan SE itu dilakukan berjenjang dan ada di bawah pengawasan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dan kita yakin tidak ada konflik kepentingan karena aturan atau SE itu semuanya ada proses berjenjang dan pengawasan di Kementerian," kata Siti Nadia.
Penyusunan SE harga tes PCR itu, kata Siti Nadia, dikonsultasikan dengan banyak pihak. Oleh sebab itu, dia meyakini adanya konflik kepentingan yang dicurigai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenai harga tes PCR itu bisa dicegah.
"SE tidak bisa berdiri sendiri dan harus dikonsultasikan ke banyak pihak di Kemenkes. Karena itu peluang conflict of interest dapat dicegah ," kata dia.
Simak sorotan ICW pada halaman selanjutnya.
ICW Soroti Rangkap Jabatan Abdul Kadir
ICW sebelumnya menyoroti Dirjen Yankes Kemenkes Abdul Kadir yang merangkap jabatan sebagai Komut PT Kimia Farma. ICW khawatir adanya konflik kepentingan dalam penentuan harga tes PCR COVID-19.
Abdul Kadir dicurigai ICW karena Dirjen Yankes itu menandatangani SE mengenai tarif harga PCR. Akan tetapi, pada saat yang bersamaan, Abdul Kadir juga menjabat Komut Kimia Farma.
"Lalu kemudian ini, profil Pak Abdul Kadir sebagai Komisaris Utama di Kimia Farma. Kita tahu bahwa Kimia Farma juga melayani pemeriksaan PCR. Pertanyaan sederhana kami, bagaimana mungkin seseorang yang menetapkan tarif pemeriksaan PCR ini juga menduduki posisi komisaris utama di dalam salah satu BUMN, yaitu Kimia Farma, yang juga Kimia Farma bertindak sebagai pihak penyedia untuk menyediakan jasa pemeriksaan PCR," kata Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan ICW Wana Alamsyah dalam siaran YouTube Lapor COVID-19, Jumat (20/8).
Wana beranggapan rangkap jabatan itu menghambat adanya evaluasi mengenai harga tes PCR. Sebab, salah satu yang menetapkan itu adalah juga memiliki jabatan di penyedia jasa layanan, yaitu Kimia Farma.
"Bisa jadi ini asumsi karena tentunya kita perlu men-challenge argumentasi dari Kemenkes, jangan-jangan selama ini tidak dilakukan evaluasi karena salah satu orang yang menetapkan tarif tersebut itu merupakan orang yang juga menyediakan jasa pelayanan pemeriksaan PCR sehingga kemungkinan ada keengganan untuk melakukan evaluasi tersebut," kata dia.
"Ketika ada potensi konflik kepentingan yang muncul, lagi-lagi tidak ada upaya dari pemerintah untuk menangani hal tersebut dan rasanya kami melihat bahwa ada kecenderungan untuk normalisasi konflik kepentingan tersebut," lanjutnya.