Gubernur Sulsel nonaktif Nurdin Abdullah disebut meminta perusahaan kontraktor Agung Sucipto alias Anggu dimenangkan saat lelang paket proyek. Arahan tersebut membuat para anggota Pokja 2 dan Pokja 7 Biro Pengadaan Barang dan Jasa Pemprov Sulsel merasa tertekan saat menjadi panitia lelang.
Pengakuan itu disampaikan oleh anggota Pokja 2 dan Pokja 7 saat sidang kasus suap Nurdin Abdullah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar, Kamis (19/8/2021). Hakim ketua Ibrahim Palino menanyakan bagaimana cara kerja Pokja saat mengevaluasi dokumen penawaran peserta lelang.
"Saudara saksi, bagaimana cara kerjanya Pokja, ini kan berlima (total anggotanya). Apakah ada pembagian tugas?" tanya Ibrahim kepada anggota Pokja di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu anggota Pokja 7, Ansar, mengaku timnya bekerja secara kelompok dalam memutuskan pemenang lelang.
"Kalau kami, Yang Mulia, Pokja 7, evaluasi masing-masing, nanti kami rapatkan, kami satukan, diskusikan. Hasil diskusi itulah yang kami tetapkan sebagai pemenang," ungkap Ansar.
Ibrahim lantas menyinggung arahan Gubernur Nurdin untuk memenangkan kontraktor tertentu sebagaimana diungkap para saksi sebelumnya. Ibrahim juga menanyakan suasana kebatinan para anggota Pokja saat adanya arahan Nurdin Abdullah tersebut.
"Nah, sedikit ya, ketika Saudara mendengar ada permintaan, kalau Pak Jaksa kan bilang perintah, tapi kalau saya tidak. Mungkin hanya penyampaian Pudjiastuti bahwa ini ada atensi dari Bapak. Semua saksi yang delapan menafsirkan bahwa yang dimaksud Bapak itu Pak Gubernur, Pak Nurdin Abdullah ya, Gubernur," ujar Ibrahim Palino.
"Ketika itu, dalam hati dan pikiran Saudara ada atensi Gubernur, apa yang Saudara rasakan? Apakah biasa-biasa saja ataukah ada semacam, Saudara sendiri yang mengatakan ada permintaan Gubernur. Saya hanya mau tahu suasana kebatinan Saudara waktu itu ketika mendengar bahwa ini adalah atensi Gubernur," lanjut Ibrahim.
Mendengar pertanyaan hakim, saksi Ansar kemudian merespons. Dia mengungkapkan perasaannya secara pribadi.
"Hancur, kemudian plus pusing, pusing, Yang Mulia. Bagaimana caranya mau diakomodasi seperti itu, sementara aturan yang kami dapat dulu, semua aturan itu malah semua semakin dipersempit. Artinya, semua malah dipermudah," ungkap Ansar.
Ibrahim kemudian heran. Dia menanyakan apa alasan saksi Ansar merasa pusing.
"Maksudnya kenapa Saudara pusing? Kan hanya atensi, hanya permintaan saja?" katanya.
Ansar kemudian mengaku khawatir. Dia takut arahan itu bisa berujung sanksi kepada para anggota Pokja apabila arahan tersebut tak dijalankan.
"Khawatir, Yang Mulia, kalau nggak dipenuhi, nanti ada sanksi," ungkapnya.
Senada dengan Ansar, anggota Pokja 7 lainnya, Yusril Malombassang, juga mengaku merasa tertekan dalam bekerja akibat adanya arahan tersebut.
"Pasti tertekan, Yang Mulia. Mereka mau mudah-mudahan yang jadi atensi bisa menang, Yang Mulia," kata Yusril saat diberi giliran menjawab.
Hal serupa juga diutarakan anggota Pokja 2, Andi Salmiati. Andi menegaskan dirinya merasa tertekan karena adanya arahan untuk memenangkan kontraktor tertentu.
"Ada tekanan. Merasa tertekan," sebut Andi Salmiati di persidangan.
Hakim ketua Ibrahim Palino lantas kembali meminta saksi menjelaskan mengapa dirinya tertekan. Andi Salmiati pun menyebut karena arahan itu menuntut perusahaan tertentu dimenangkan.
"Iya karena harus dimenangkan. Harus dimenangkan," katanya.
Menurut Salmiati, sedikitnya ada 3 paket yang diminta oleh Sari Pudjiastuti untuk dimenangkan pada 2020 yang telah dilelang Pokja 2.
Hakim Ibrahim Palino lantas mencecar apakah ketiga paket itu dimenangkan sebagaimana arahan Sari Pudjiastuti. "Yang diminta itu gol semua?" ujar Ibrahim.
Andi Salmiati pun mengiyakan. "Iya, alhamdulillah gol semua," katanya.
Saksi Ungkap Pokja Kena Sanksi Nonjob
Kembali ke saksi Ansar, dia mengungkap adanya sanksi nonjob bagi para anggota Pokja apabila tak memenangkan kontraktor seperti yang diarahkan sebelumnya.
"Contohnya Pokja 1 yang lama, yang tidak mengikuti, tiba-tiba jadi nonjob, Yang Mulia. Jadi (gara-gara nonjob) dia hanya datang kerjanya hanya ngopi di kantin, sudah itu pulang," ungkap Ansar.
Ansar menambahkan, Pokja 7 sendiri pernah di-nonjob-kan. Pasalnya, Pokja 7 pernah tak memenangkan kontraktor tertentu seperti diarahkan Sari Pudjiastuti.
"Kami Pokja 7 pernah dapat hukuman hampir 2 bulan tidak dapat job karena tidak mengikuti atensi itu," ungkap Ansar lagi.
Hakim Ibrahim Palino pun tampak tercengang. Dia kemudian meminta Ansar melanjutkan penjelasannya.
"Kapan itu terjadinya?" tutur Ibrahim Palino.
Ansar pun mengaku insiden nonjob itu menimpa Pokja 7 pada Juli dan Agustus pada 2020.
"Sekitar bulan 7 sampai bulan 8 tahun 2020," katanya
Ansar mengatakan sanksi nonjob itu dijatuhkan saat Pokja 7 melelang paket proyek irigasi di Kabupaten Luwu, Sulsel.
"Di kasus irigasi, Yang Mulia, di Luwu," kata Ansar.
Ibrahim tak berhenti mencecar Ansar. Dia meminta saksi menceritakan penyebab sanksi nonjob tersebut.
"Begitu ya. Siapa yang minta kepada Saudara?" tanya Ibrahim.
Ansar mengatakan arahan itu juga datang dari Sari Pudjiastuti. Sari disebut meminta kontraktor tertentu dimenangkan, namun pada kenyataannya Pokja 7 memenangkan kontraktor lainnya.
"Tetap sama seperti yang kemarin, Yang Mulia. Bahwasanya (memenangkan kontraktor tertentu), tapi bukan itu yang kami menangkan," ungkapnya.
Nurdin Abdullah Membantah
Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nonaktif Nurdin Abdullah menyangkal telah memberi arahan agar perusahaan Agung Sucipto alias Anggu dimenangkan saat lelang proyek. Dia menegaskan pengakuan para saksi yang mengungkap arahan itu sama sekali tidak benar.
"Terkait keterangan saksi memenangkan (Agung Sucipto), itu tidak benar, sama sekali tidak benar," ucap Nurdin Abdullah, yang mengikuti sidang kasus suap di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri Makassar, secara virtual dari gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/8/2021).
Nurdin mengatakan keterangan yang menyebut adanya arahan dari dirinya untuk memenangkan Agung Sucipto itu perlu dicek lebih lanjut. Dia juga mengaku menyesalkan pengakuan yang menurutnya tak benar.
"Saya sesalkan kalau ada yang seperti itu. Cross-check, saya kira ini sangat fatal. Saya kira itu saja, Yang Mulia. Tender saya tidak (atur untuk menangkan kontraktor tertentu)," ungkap Nurdin Abdullah.
(idn/idn)