DJKI Sosialisasikan Rancangan Revisi UU Paten kepada Stakeholders

Erika Dyah - detikNews
Kamis, 19 Agu 2021 11:24 WIB
Foto: Kemenkum HAM
Jakarta -

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM menggelar sosialisasi rancangan revisi undang-undang paten No. 13 Tahun 2016 (UU Paten). Sosialisasi ini menjadi langkah transparansi pemerintah dalam menyusun revisi UU Paten.

Adapun kegiatan sosialisasi yang dilakukan dengan para pemangku kepentingan terkait ini berlangsung virtual pada Rabu (18/8). Kegiatan ini dilakukan dengan harapan revisi UU Paten dapat mengakomodir para pemangku kepentingan di bidang paten.

Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang, Dede Mia Yusanti mengatakan sosialisasi ini dilakukan untuk menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan dari amandemen UU Paten.

"Perubahan tentang UU Paten ini tentunya untuk menyesuaikan apa yang ada di UU Cipta Kerja, dan menyesuaikan dengan aturan yang terkait dengan standar internasional, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional," jelas Dede dalam keterangan tertulis, Kamis (19/8/2021).

Ia menambahkan revisi UU Paten juga mengakomodir perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memerlukan pelindungan paten. Serta bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang paten.

Adapun perubahan-perubahan dalam revisi UU Paten ini antara lain.

1. Pasal 4 huruf d terkait dengan paten dalam program komputer

Dede menjelaskan jika melihat Pasal tersebut, dinyatakan bahwa program komputer yang semata-mata program komputer merupakan invensi yang tidak dapat dipatenkan. Akan tetapi menurutnya di dalam penjelasan dari pada Pasal tersebut jelas dinyatakan kalau program komputer yang semata-mata tidak program komputer tetapi ada efek teknis, ada karakter teknis di dalamnya maka program komputer tersebut dapat dipatenkan.

"Yang biasa kita sebut sebagai computer implemented invention atau computer related invention," ujarnya.

2. Pasal 4 huruf f terkait invensi yang berupa temuan (discovery)

Dede menyebut Pemerintah akan menghapus ketentuan dari Pasal 4 huruf f ini. Tujuannya, memberikan kesempatan dan mendorong serta membuka inovasi nasional yang seluas-luasnya.

"Karena ternyata banyak invensi inovasi nasional yang berkaitan dengan ketentuan dari pada Pasal 4 huruf f ini," ucap Dede.

3. Pasal 6 ayat (1) terkait grace period atau masa tenggang terhadap publikasi ilmiah

Pemerintah akan mengubah ketentuan dari pasal ini dengan menambahkan waktu dari sebelumnya 6 (enam) bulan, menjadi 12 (dua belas) bulan masa grace period yang diberikan sebelum penerimaan invensi.

Menurut Dede, tujuan pengubahan ini untuk memberikan kesempatan waktu yang lebih lama khususnya kepada para peneliti dan inventor yang biasanya memerlukan publikasi ilmiah terhadap hasil penelitiannya tetapi mereka juga memerlukan pelindungan patennya.

4. Pemindahan Pasal 9 huruf c yaitu teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika ke dalam Pasal 4 huruf c

Dede menjelaskan sebetulnya ketentuan ini ada di Pasal 9 huruf c yang terkait dengan invensi yang tidak dapat diberi paten.

"Jadi ini adalah pemindahan Pasal saja dari 9 (sembilan) dimasukkan ke dalam Pasal 4 huruf c," terangnya.

5. Penambahan Pasal 19 ayat (1) terkait memberi izin melaksanakan paten yang dimilikinya kepada pihak lain

Dede mengungkapkan penambahan Pasal 19 ayat (1) sesuai dengan UU Cipta Kerja. Sebab menurutnya pelaksanaan paten tidak hanya semata-mata memproduksi, tetapi juga memberikan izin untuk melaksanakan paten tersebut kepada pihak lain.

"Karena kalau kita lihat di Pasal 28 ayat (2) TRIPS ada dinyatakan bahwa selain hak eksklusif maka disebutkan juga hak untuk mengalihkan paten dan lisensi. Yang mana Pasal 28 ayat (2) TRIPS tersebut sebelumnya tidak muncul di Pasal 19 ayat (1) UU Paten saat ini," ungkapnya.

6. Pemerintah mengusulkan adanya Pasal baru yaitu Pasal 20A

Ia mengungkap Pasal 20A yang berbunyi 'Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 wajib membuat pernyataan pelaksanaan Paten di Indonesia dan memberitahukannya kepada Menteri setiap akhir tahun setelah diberi Paten'.

"Jadi yang bersangkutan tidak perlu melaksanakan atau membuat patennya di Indonesia, tetapi pemegang paten wajib membuat pernyataan pelaksanaan Paten di Indonesia," jelasnya.

7. Perubahan Pasal 26 yang terkait penetapan sumber daya genetik (SDG)

Dede menyebutkan Pasal 26 yang berbunyi 'jika terdapat invensi yang berkaitan dengan SDG, harus disebutkan dengan jelas dan benar asal SDG tersebut di dalam deskripsi serta informasi tersebut harus mendapat pengesahan dari lembaga resmi yang diakui oleh pemerintah'.

"Nah itu kita ubah, walaupun disebutkan dan diungkapkan dalam deskripsi dan formulir permohonan paten, hal ini akan dicatat dan diumumkan secara elektronik," ucapnya.

Ia menambahkan, artinya jika di dalam formulir permohonan paten itu menyebutkan sumber daya genetik, maka DJKI akan mencatat dan mengumumkannya secara elektronik.

8. Penambahan ayat baru di Pasal 25

Penambahan ayat tersebut berbunyi 'Surat pernyataan asal Sumber Daya Genetik dan/ atau Pengetahuan Tradisional jika invensi berkaitan dengan Sumber Daya Genetik dan/ atau Pengetahuan Tradisional'.

"Jadi surat pernyataan ini menggantikan surat validasi atau verifikasi yang dilakukan oleh lembaga yang ditunjuk. Karena sampai sekarang memang lembaga yang ditunjuk untuk memverifikasi asal SDG ini belum ada," paparnya.

9. Penambahan ayat baru pada Pasal 24

Bunyi ayat baru tersebut adalah 'Dalam hal Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan dengan jumlah klaim lebih dari 10 (sepuluh), terhadap kelebihan klaim tersebut dikenai biaya'.

10. Penambahan ayat baru pada Pasal 28

Bunyi ayat baru tersebut adalah 'Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyatakan dan memilih alamat Kuasa sebagai domisili hukum di Indonesia'.




(akn/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork