Aliansi BEM Nusantara meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait aliran dana dari luar negeri. ICW menyebut seluruh dana dari luar negeri atau dana hibah yang masuk ke ICW sudah lewat persetujuan pemerintah Indonesia.
Awalnya, Koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, menjelaskan terkait banyaknya tuduhan akhir-akhir ini terkait dana yang masuk ke ICW. Adnan menyebut salah satu yang sempat dipersoalkan terkait dana sebesar Rp 96 miliar dari UNODC.
"Dalam tuduhan terbaru disebutkan ICW menerima dana Rp 96 miliar yang diterima dari UNODC dan mengalir lewat KPK. Kami perlu sampaikan bahwa informasi itu tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak berdasar sama sekali alias palsu," kata Adnan dalam keterangannya, Selasa (10/8/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adnan menyebut, berdasarkan laporan audit keuangan ICW periode 2010-2014 dan dokumen kontrak kerja sama program penguatan KPK antara ICW dengan UNODC, ICW hanya mendapatkan dana sekitar Rp 1,47 miliar.
Lebih lanjut, Adnan lantas membahas bantuan dana hibah dari negara lain ke ICW sudah sesuai dengan peraturan hibah internasional. Selain itu, Adnan memastikan seluruh dana dari donor yang masuk ke ICW juga sudah berdasarkan persetujuan dari pihak pemerintah Indonesia. Karena itulah, Adnan mempertanyakan hal yang dipersoalkan oleh BEM Nusantara.
"Program yang didanai dari Uni Eropa ini juga telah diketahui dan disetujui untuk dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia sebagaimana prosedur hibah internasional yang berlaku," ucapnya.
"Kami tambahkan bahwa di luar program ICW-UNODC, ICW juga menjalin kerja sama dengan pihak donor lain, seperti USAID, Ford Foundation, atau kantor kedutaan negara sahabat yang mana persetujuan prinsipil atas program hibah maupun pelaksanaannya harus terlebih dahulu didapatkan dari perwakilan pemerintah Indonesia," lanjutnya.
Adnan lantas menjelaskan alasan ICW tidak pernah mempermasalahkan informasi keliru yang selalu diarahkan ke ICW. Dia beralasan pihaknya memang sengaja tidak ingin mengambil jalur hukum atas dasar pencemaran nama baik tersebut.
"Kami tidak mengambil jalur hukum atas berbagai tuduhan yang menyesatkan tersebut karena pasal pencemaran nama baik merupakan salah satu pasal yang dapat mengekang demokrasi di Indonesia. Sedari awal kami menentang penggunaan pasal tersebut karena dalam praktiknya mudah sekali disalahgunakan untuk membungkam suara kritis warga masyarakat. Kami lebih memilih untuk menggunakan jalur dialog dan beradu argumentasi serta bukti sebagai jalan keluar untuk mencari kebenaran dalam berbagai hal," ujarnya.
Tonton juga Video: ICW Terbuka Selesaikan Masalah dengan Moeldoko Secara Musyawarah
BEM Nusantara Minta ICW Diaudit
Untuk diketahui, Aliansi BEM Nusantara meminta Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa Indonesia Corruption Watch (ICW) soal aliran dana dari luar negeri. Menurut BEM Nusantara, ICW melanggar aturan soal dana hibah dari atau asing.
"Kami mengirimkan surat permintaan data audit laporan keuangan KPK periode sebelum-sebelumnya, karena dari temuan kami, beberapa dana asing mengalir ke ICW, masuk melalui KPK. Intinya kita minta ICW diaudit," kata Koordinator Pusat BEM Nusantara, Eko Pratama, saat dihubungi, Senin (9/8/2021).
Eko menyebut BEM Nusantara telah melakukan kajian hukum atas transparansi pengelolaan dana hibah luar negeri yang diterima oleh ICW. Dalam kajian tersebut, ICW mendapat berbagai dana hibah dari lembaga luar dan dalam negeri. Selain itu, ICW disebut melakukan investasi di dua tempat.
"Berdasarkan laporan keuangan ICW, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir ICW selalu mendapat dana hibah baik dana hibah yang berasal dari dalam negeri maupun dana hibah yang berasal dari organisasi luar negeri atau lembaga internasional. Selain itu, berdasarkan laporan keuangan tahun 2020, ICW juga melakukan investasi pada PT Visi Integitas Nusantara dengan nilai harga saham Rp 60.000.000 (enam puluh juta rupiah) dan melakukan investasi pada Obligasi SUN sebesar Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)," katanya.
Eko menyebut, ICW melakukan beberapa pelanggaran soal dana hibah asing. Salah satunya soal mendapatkan dana Rp 8 miliar rupiah dari dana hibah USAID melalui Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pada laporan keuangan ICW tahun 2011 s/d 2014, menujukan bahwa dana hibah USAID ke KPK melalui MSI yang telah diterima ICW dan telah digunakan sebesar total Rp. 8.318.007.071 (delapan miliar tiga ratus delapan belas juta tujuh ribu tujuh puluh satu rupiah). Namun setelah kami melakukan penelusuran, penggunaan dana tersebut tidak dipublikasikan secara transparan penggunaannya diperuntukkan untuk program apa saja," kata Eko.
"Padahal, dalam Pasal 40 Permendagri Nomor 38 Tahun 2008, telah diatur secara eksplisit bahwa setiap dana berupa bantuan yang diberikan kepada setiap organisasi wajib diinformasikan kepada masyarakat melalui media public dan dilakukan paling lama 14 (empat belas hari) kerja setelah tanggal pelaksanaan kegiatan," katanya.