Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana menggugat Ketua DPR RI Puan Maharani ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Yang menjadi akar masalahnya, yakni surat pemberitahuan berisi nama-nama calon anggota BPK RI untuk DPD RI yang diteken Puan. Bisakah surat pemberitahuan tersebut digugat ke PTUN?
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menjelaskan yang bisa digugat ke PTUN bukan hanya keputusan tata usaha negara. Menurut Bivitri, semua pihak bisa menggugat dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pejabat negara.
"Yang bisa dibawa ke PTUN itu tidak hanya suatu beschikking atau Keputusan TUN yang bersifat konkret individual dan final, melainkan juga perbuatan melanggar hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad)," kata Bivitri kepada wartawan, Jumat (6/8/2021) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam surat yang dipermasalahkan MAKI, terdapat 16 daftar nama calon anggota BPK. Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga 2 dari 16 nama tersebut, Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin, tidak memenuhi syarat menjadi calon anggota BPK.
Seperti diketahui, dua nama yang dipermasalahkan MAKI pernah menduduki jabatan publik. Berdasarkan riwayat hidup, Nyoman Adhi Suryadnyana pada periode 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019 adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea-Cukai Manado (kepala satker eselon III), yang juga merupakan pengelola keuangan negara (kuasa pengguna anggaran/KPA).
Sedangkan Harry Z Soeratin pada Juli 2020 dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), yang juga merupakan jabatan KPA, dalam arti masih menyandang jabatan KPA.
MAKI menilai Nyoman dan Harry seharusnya tidak lolos seleksi karena bertentangan dengan Pasal 13 huruf j UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pasal tersebut mengatur calon dapat dipilih sebagai anggota BPK, calon harus paling singkat telah 2 tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara.
Kembali ke Bivitri. Terlepas dari alasan MAKI akan mengajukan gugatan itu, Bivitri mengatakan pada dasarnya tindakan administrasi pemerintahan bisa dibawa ke PTUN. Termasuk surat pemberitahuan yang ditandatangani oleh Puan Maharani selaku Ketua DPR itu.
"Pada dasarnya semua tindakan administrasi pemerintahan bisa saja dibawa ke PTUN. Jadi, baik surat itu atau pun dokumen lain yang terkait dengan surat itu, atau pun prosesnya apabila dianggap melawan hukum, bisa saja dibawa ke PTUN," papar Bivitri.
Lihat juga video ' Hensat Nilai Baliho Puan Bisa Soal Suksesi Ketum PDIP ':
Lalu apakah gugatan MAKI itu akan diterima PTUN jika diajukan? Bivitri menyebut pengadilan akan memutuskan berdasarkan proses hukum yang ada.
"Masalah apakah nanti PTUN bisa menerimanya atau tidak, saya ataupun siapa saja tidak bisa menilainya sekarang kalau cuma berdasarkan berita, karena ada prosesnya tersendiri di PTUN," sebut Bivitri.
Bivitri menuturkan diterima atau tidak gugatan tersebut tergantung bukti dan argumentasi penggugat. Namun demikian, Bivitri menilai langkah hukum yang akan dilakukan MAKI baik untuk dilakukan.
"Ya, tergantung bukti dan argumennya. Kalau secara substantif bisa saja dibawa untuk diuji ke pengadilan. Langkah hukum seperti itu sangat baik untuk dilakukan," jelasnya.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman sebelumnya mengatakan pihaknya berencana menggugat Puan Maharani karena telah menerbitkan Surat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada pimpinan DPD RI. Perihal surat tersebut, yakni Penyampaian Nama-Nama Calon Anggota BPK RI berisi 16 orang.
"Atas dugaan tidak memenuhi persyaratan tersebut, MAKI minggu depan akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta sebagaimana draf terlampir," kata Boyamin dalam keterangannya, Jumat (6/8).
"Gugatan ini bertujuan membatalkan surat tersebut dan termasuk membatalkan hasil seleksi calon anggota BPK yang tidak memenuhi persyaratan dari kedua orang tersebut," lanjut dia.