Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mendorong agar pemerintah dapat meningkatkan keberpihakannya pada anak-anak Indonesia. Salah satunya melalui penguatan status dan kewenangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) agar setara dengan Kementerian lain seperti Kementerian Pemuda dan Olahraga, termasuk menambahkan anggaran untuk Kemen PPPA.
"Kita peringati Hari Anak Nasional 2021 dengan mendorong pemerintah lebih konkret berpihak kepada anak-anak Indonesia. Dan lebih berempati dalam merespons permasalahan yang menimpa anak-anak. Apalagi di tengah wabah COVID-19. Untuk itu pemerintah antara lain harus meningkatkan status, kewenangan, dan anggaran untuk kementerian yang secara khusus diadakan untuk anak-anak, yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)," ujarnya dalam keterangannya, Sabtu (24/7/2021).
Ia mengaku prihatin atas minimnya kewenangan dan anggaran yang diterima oleh Kemen PPPA, apalagi mengingat di tengah banyaknya masalah yang menimpa anak Indonesia, baik sebelum maupun di masa pandemi COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pria yang akrab disapa HNW ini menjelaskan pada RAPBN 2022 Kemen PPPA hanya menerima pagu indikatif sebesar Rp 252 miliar. Angka ini menurun dibandingkan anggaran tahun 2021 sebesar Rp 264,9 miliar dan tahun 2020 sebesar Rp 273 miliar. Penurunan anggaran tersebut dinilainya membuat kewenangan Kemen PPPA menjadi tidak efektif dalam rangka memberikan perlindungan bagi anak.
Apalagi, lanjut dia, saat ini kondisi anak-anak Indonesia sedang tidak baik karena ikut terdampak pandemi COVID-19 baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut HNW anak-anak secara tidak langsung menjadi korban karena terdampaknya orang tua mereka oleh COVID-19. Selain itu, berdasarkan laporan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tingkat kematian anak-anak di Indonesia akibat COVID-19 pernah menduduki rangking tertinggi di dunia.
"Jangan malah terus-terusan dipangkas yang membuat kewenangannya tak efektif bisa dilaksanakan, dan perlindungan terhadap perbaikan kondisi anak Indonesia juga tak bisa diwujudkan," katanya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini merinci setidaknya ada 6 masalah yang dialami anak-anak di Indonesia. Menurut Profil Anak Indonesia tahun 2020 setidaknya 11,77 persen anak hidup di bawah garis kemiskinan, 14% anak belum memiliki akta kelahiran, rata-rata lama sekolah anak masih di bawah 9 tahun, serta angka stunting sebesar 27,67 persen. Selain itu, sebanyak 4,82 persen anak tidak tinggal bersama orang tua, dan angka partisipasi kasar PAUD masih tergolong sangat rendah di angka 41,8 persen.
Indeks Perlindungan Anak Indonesia juga rendah di angka 66,26 dari 100. Hal ini menandakan masih sangat banyak anak yang tidak terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan.
HNW menyebut angka prevalensi kekerasan pada anak juga tinggi, yakni mencapai 61 persen. Artinya 6 dari 10 anak di Indonesia pernah mengalami kekerasan dengan kasus kekerasan terbanyak adalah kekerasan seksual.
Selain ancaman tersebut anak-anak Indonesia juga rentan tertular COVID-19. Ia mengatakan 1 dari 8 kasus konfirmasi COVID-19 terjadi pada anak-anak, dengan tingkat kematian mencapai 3-5%.
"Oleh karena itu perlu keberpihakan serius dari pemerintah antara lain melalui Penguatan kewenangan, peran dan anggaran bagi KemenPPPA. Dan peningkatan jenis serta cakupan program untuk mengatasi berbagai persoalan pada anak tersebut," kata dia.
Namun, ia menilai capaian program untuk anak di Indonesia masih belum maksimal. Misalnya, kabupaten/kota layak Anak di Indonesia baru berjumlah 247. Atau hanya 48 persen dari seluruh kabupaten/kota, dan sebagian besar baru berada di level terbawah dalam kategori layak anak.
Sementara dalam rangka upaya memerangi kekerasan anak, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) baru menjangkau 29 provinsi dan 124 kabupaten/kota. Adapun UPTD PPA di kabupaten/kota yang telah terbentuk masih mengalami keterbatasan dalam hal SDM Profesional serta sarana dan prasarana.
Diungkapkan HNW, anggaran Pemenuhan Hak Anak, Perlindungan Khusus Anak, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang hanya sebesar Rp 60 miliar setahun, tidak akan cukup untuk meningkatkan secara agresif cakupan program-program tersebut.
"Oleh karena itu, sudah sejak lama, saya sampaikan usulan dalam Raker antara Komisi VIII DPR dengan Menteri PPPA untuk meningkatkan status, kewenangan dan anggaran bagi Kemen PPPA. Sebagaimana kembali kami sangat mendukung usulan Kemen PPPA yang juga sudah disampaikan ke Komisi VIII DPR-RI (3/6/2021) terkait tambahan anggaran sebesar Rp 24 Miliar dan DAK Non Fisik sebesar Rp 128,2 Miliar dalam rangka semakin meningkatkan perlindungan terhadap anak-anak di Indonesia," terangnya.
"Sayang, kenaikan anggaran yang belum memadai untuk menyelesaikan permasalahan anak Indonesia. Itu pun belum juga disetujui oleh pemerintah. Semoga momentum peringatan Hari Anak Nasional tahun ini, dengan memahami banyaknya masalah yang mendera anak-anak Indonesia seperti disebut di atas bisa mendorong presiden dan menteri keuangan untuk mewujudkan keberpihakan yang konkret dengan dukungan mewujudkan usulan penguatan kewenangan dan anggaran untuk Kemen PPPA tersebut," pungkasnya.
(prf/ega)