Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan mantan anggota DPR Bowo Sidik Pangarso terkait kasus suap dan gratifikasi. Eks politikus Golkar itu tetap dihukum 5 tahun penjara.
"Tolak PK," demikian bunyi amar PK yang dilansir website MA, Rabu (21/7/2021).
Putusan itu diketok pada Senin (19/7). PK Bowo Sidik terdaftar dengan nomor perkara 257 PK/Pid.Sus/2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bowo Sidik dinyatakan terbukti menerima suap USD 163.733 dan Rp 311 juta yang bila dikurskan dan dijumlah sekitar Rp 2,6 miliar lebih. Duit itu diterima Bowo terkait distribusi pupuk menggunakan kapal.
Suap itu diterima dari Asty Winasty sebagai General Manager Komersial atau Chief Commercial Officer PT Humpus Transportasi Kimia (HTK) dan Taufik Agustono sebagai Direktur Utama PT HTK. Pemberian suap itu diterima Bowo melalui orang kepercayaannya bernama M Indung Andriani K.
Bowo juga menerima Rp 300 juta dari Lamidi Jimat selaku Direktur Utama PT AIS. Uang tersebut agar Bowo membantu menagih pembayar utang. PT AIS memiliki piutang Rp 2 miliar dari PT Djakarta Lloyd berupa pekerjaan jasa angkutan dan pengadaan bahan bakar minyak (BBM).
Selain itu, Bowo Sidik menerima gratifikasi SGD 700 ribu dan Rp 600 juta atau sekitar Rp 7,7 miliar. Penerimaan gratifikasi tersebut berkaitan pengurusan anggaran di DPR hingga Munas Partai Golkar.
Pada Desember 2019, Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan Bowo Sidik terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi. Majelis hakim pun menjatuhkan hukuman 5 tahun dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan. Atas vonis itu, Bowo Sidik dan keluarga menerima.