Waketum IDI Minta Vaksin Berbayar Tak Dimonopoli Kimia Farma

Rakhmad Hidayatulloh Permana - detikNews
Minggu, 11 Jul 2021 19:38 WIB
Vaksinasi gotong royong individu bisa diakses di klinik Kimia Farma (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua Umum Pengurus IDI Slamet Budiarto setuju dengan vaksin gotong royong berbayar. Namun dia menilai mestinya vaksin berbayar ini tidak dimonopoli oleh Kimia Farma.

Dia menyoroti track record Kimia Farma yang bermasalah. Salah satunya kasus oknum pegawai Kimia Farma yang terlibat kasus praktik tes antigen bekas di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara.

"Seharusnya tidak dimonopoli oleh Kimia Farma. Tapi dibuka untuk seluruh klinik mengingat track record Kimia Farma yang di Kualanamu. Jadi jangan di Kimia Farma saja. Karena justru tidak mempercepat, malah melambat," kata Slamet Budiarto kepada wartawan, Minggu (11/7).

Dia tidak mempermasalahkan skema vaksin gotong royong yang berbayar. Karena vaksin berbayar harus berbeda dengan vaksin program.

"Ini kan di luar program. Bukan sama dengan program. Persyaratan vaksin gotong royong itu harus berbeda dengan program," tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah kini membuka vaksinasi gotong royong individu berbayar yang bisa didapat di Klinik Kimia Farma. Layanan vaksinasi COVID-19 berbayar ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 19 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 yang merupakan perubahan kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021. Permenkes ini ditetapkan Menkes Budi Gunadi Sadikin pada 5 Juli 2021.

Sesuai dengan aturan yang berlaku, harga yang berlaku untuk vaksinasi Gotong Royong adalah Rp 321.660 per dosis dengan harga layanan Rp 117.910. Total untuk satu dosis menjadi Rp 439.570. Namun ada dorongan agar vaksinasi gotong royong individu ini dibatalkan.




(rdp/dnu)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork