Pilu Penyintas COVID-19: Tak Bisa Lebaran-Kehilangan Ayah juga karena Corona

Pilu Penyintas COVID-19: Tak Bisa Lebaran-Kehilangan Ayah juga karena Corona

Rakha Arlyanto Darmawan - detikNews
Minggu, 11 Jul 2021 11:52 WIB
Virus Corona Varian Delta Melonjak di RI, Ini Fakta-faktanya
Ilustrasi Virus Corona (Getty Images/loops7)
Jakarta -

Seorang karyawan swasta di Kota Bandung, Jawa Barat, bernama Fatwa menceritakan pengalamannya terpapar COVID-19. Bahkan dia terpaksa mengurung diri di kamar untuk isolasi, dan membuatnya tidak bisa merayakan Lebaran Idul Fitri bersama keluarga.

Mulanya pada awal Mei 2021, Fatwa saat itu tengah dalam keadaan berduka. Dia dan keluarga baru saja ditinggal sang nenek.

"Iya jadi waktu itu nenek baru meninggal, jadi aku sibuk ngurusin sana-sini sampai begadang, ditambah kakak aku kan emang lagi isolasi. Jadi harus ngantar makan ke rumahnya," ujar Fatwa saat berbincang dengan detikcom, Minggu (11/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena dijejali aktivitas yang padat, Fatwa jatuh sakit. Dia memutuskan menjalani swab antigen di salah satu rumah sakit di Bandung.

"Ya karena memang ngerasa pusing, demam sama batuk-batuk, aku cek ke rumah sakit. Pas di-swab antigen, ternyata hasilnya reaktif. Nah pas reaktif itu kebetulan H-3 Lebaran, Idul Fitri," ceritanya.

ADVERTISEMENT

Alhasil, Fatwa tak dapat merayakan Idul Fitri 2021 bersama keluarga. Dia tetap berada di dalam kamar di lantai dua, sementara keluarganya berada di lantai di bawahnya.

"Iya itu sih jadi momen paling sedih, karena kan ya namanya Lebaran cuma sekali dalam setahun, tapi nggak bisa ikut, padahal sama-sama di rumah," sesal Fatwa.

Fatwa menjalani isolasi selama kurang-lebih 16 hari. Dia sempat kehilangan penciuman, demam, batuk, hingga nyeri di badan.

"Ya akhirnya isolasi di kamar sendiri. Total 16 hari, kalau nggak salah. Jadi itu setiap hari pake minyak kayu putih dioles di hidung biar cek sudah bisa nyium belum. Padahal ada minyak kayu putih, tapi nggak bisa nyium waktu itu. Nah, itu dilakuin berulang-ulang," tuturnya.

Saat hari ke-16, Fatwa merasa kesehantannya telah kembali seperti sedia kala. Dia kemudian melakukan tes swab antigen lagi, dan hasilnya negatif.

"Memang disaranin 14 hari, tapi aku waktu itu 16 hari supaya benar-benar sampai merasa pulih. Pas di cek lagi, alhamdulillah sudah nonreaktif," ujar Fatwa.

Baca cerita penyintas COVID-19 yang kehilangan sang ayah juga karena Corona di halaman berikutnya.

Cerita lain datang dari Faris, mahasiswa yang juga berasal dari Kota Bandung. Faris terpapar COVID-19 sekitar Mei tahun lalu.

Saat itu Faris sedang ada urusan perkuliahan yang memaksanya untuk datang langsung ke kampus. Saat sudah di rumah lagi, Faris merasa tidak enak badan.

"Iya jadi pas pulang ngerasa pusing dan lemas. Demam juga sampai 39 derajat. Awalnya mikir cuma demam biasa, tapi udah 3 hari nggak turun-turun," cerita Faris.

Faris akhirnya memutuskan isolasi mandiri di kamarnya. Tidak lama dari kejadian itu, ayahnya yang baru pulang dari agenda pekerjaan dari Garut merasakan hal serupa.

Ayah Faris pun langsung melakukan pengecekan kesehatan ke salah satu rumah sakit di Bandung. Hasil swab PCR, ayah Faris dinyatakan positif. Dari sini kemudian diketahui Faris juga positif COVID-19.

"Jadi setelah itu aku juga tes pas tahu ayah positif. Ternyata aku juga reaktif, jadi harus ikut dirawat di rumah sakit karena juga lagi drop waktu itu," ujar Faris.

Faris menjalani perawatan selama 10 hari di rumah sakit. Momen yang paling menyedihkan datang ketika Faris diberi tahu bahwa ayahnya, yang saat itu juga menjalani perawatan karena positif Corona, meninggal dunia.

"Iya jadi ibu datang ke kama waktu itu, lengkap pakai APD sama perawat, kasih tahu kalau ayah udah nggak ada (meninggal)," kata Faris.

Kejadian itu sempat membuat kondisi kesehatan Faris menurun drastis. Bahkan Faris harus menjalani perawatan intensif selama 3 bulan di salah satu gedung yang disediakan oleh Pemkot Bandung.

"Akhirnya dirawat mandiri di BPSDM Bandung. Waktu itu selama 3 bulan. Setiap minggu harus PCR," cerita Faris.

Setelah ditinggal sang ayah tercinta, Faris masih harus melawan kabar hoax yang menimpa dirinya dan keluarga. Pesan dari media sosial gencar mengabarkan kalau Faris terpapar COVID karena usai berpergian dari luar negeri.

"Iya yang paling nggak enak pas ada hoaks nggak jelas kalau aku pulang dari Hong Kong. Ada yang bilang juga ayah waktu itu pulang dari China. Sampai-sampai pegawai kantor ayah nyalahin ayah karena sudah nyebarin COVID di kantor," ungkap Faris.

"Itu yang paling bikin aku terpukul, ditambah kesehatan juga belum sembuh betul. Tapi banyak kabar miring lewat grup WA. Itu sedih karena bohong semua," imbuhnya.

Karena dukungan keluarga serta kerabat, Faris berhasil sembuh dari COVID-19. Dia merasa bersyukur karena dapat berkumpul kembali dengan orang-orang yang ia cintai.

"Karena banyak support dari keluarga dan teman-teman semua, yakinin kalau aku harus bangkit. Banyak yang harus diperjuangin, apalagi ayah udah nggak ada. Jadi aku harus mulai gantiin perannya," ungkap Faris.

"Intinya COVID itu beneran ada, dan jangan dianggap remeh," imbuh Faris.

Halaman 3 dari 2
(zak/zak)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads