Ivermectin belum selesai diuji klinis sebagai obat COVID-19, namun kelompok mahasiswa ini menangkap nuansa dorongan penggunaan Ivermectin untuk pasien COVID-19. Harga jenis obat itu menjadi mahal. Pemerintah harus mengambil jalan yang tepat tanpa mengambil keuntungan dari rakyat yang sedang didera COVID-19.
"Negara tak boleh berbisnis dengan rakyatnya," demikian pernyataan sikap DPP Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang diterima Suara Mahasiswa detikcom, Selasa (6/7/2021).
Mereka menegaskan DPP GMNI yang resmi sesuai dengan Keputusan Kemenkum HAM tidak pernah mendukung penggunaan Ivermectin untuk obat COVID-19. Sampai saat ini, Ivermectin terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat cacing, bukan obat COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ivermectin bisa jadi obat COVID-19 itu baru dugaan atau mungkin potensi. Diperlukan bukti ilmiah yang lebih meyakinkan terkait keamanan, khasiat, dan efektivitasnya sebagai obat COVID-19 melalui uji klinik lebih lanjut. Jadi taati saja prosedur ilmiahnya, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," kata Ketua Umum DPP GMNI Arjuna Putra Aldino.
GMNI meminta para menteri tidak menggunakan logika dagang dan menjauhkan diri dari konflik kepentingan bisnis pribadi.
"Jangan sampai kekuasaan negara dan kebingungan masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19 dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan dan memperluas gurita bisnis pribadinya. Itu tidak etis. Pendiri bangsa ini tidak mengajarkan kita demikian. Mengelola negara ini tidak boleh dengan logika dagang dan mentalitas berburu rente," kata Arjuna.
GMNI mendorong pemerintah untuk patuh terhadap prosedur ilmiah tanpa tergesa-gesa menjadikan Ivermectin sebagai obat COVID-19. Soalnya, ada risiko kesehatan masyarakat bila obat keras itu digunakan tanpa pertimbangan ilmiah yang sesuai dengan prosedur.
"Sikap kami jelas, mendorong pemerintah untuk tetap bersikap ilmiah dan mengutamakan pendekatan saintifik dalam polemik obat Ivermectin. Bukan pendekatan kekuasaan. Karena ini persoalan public health, jika terjadi apa-apa rakyat yang menanggung risikonya," kata Sekretaris Jenderal DPP GMNI, M Ageng Dendy Setiawan.
Soal Ivermectin, BPOM mengumumkan pada 28 Juni lalu bahwa pihaknya merestui uji klinis Ivermectin sebagai obat COVID-19. Namun sampai saat ini BPOM masih memberikan izin edar Ivermectin sebagai obat cacing berbahan kimia, bukan obat COVID-19.
Belakangan, harga Ivermectin melambung tinggi. Pemerintah telah menetapkan harga eceran tertinggi. BPOM mengingatkan soal penggunaan Ivermectin. Ada pula peristiwa pemeriksaan BPOM terhadap pabrik Ivermectin, PT Harsen Laboratories. BPOM menyebut PT Harsen melakukan pelanggaran karena menggunakan bahan baku ilegal dan promosi yang tidak objektif.
"Bukan masalah bahwa Badan POM melarang Ivermectin untuk ada di peredaran. Justru Badan POM sangat menjaga Ivermectin harus tetap ada di peredaran, namun digunakan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa ini adalah obat keras, harus diawasi dan mendapatkan resep dari dokter," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Senin (5/7) kemarin.
Simak video 'Pemda Bentuk Satgas, Masyarakat Diminta Lapor Jika Temukan Penimbun Obat!':