Dalam memulai kerja sama, setiap pihak harus teliti dalam membuat perjanjian. Bisa saja belakangan muncul sengketa karena kesalahpahaman. Bahkan bisa jadi muncul unsur penipuan/penggelapan. Lalu apakah sengketa itu bisa ditarik juga ke ranah pidana?
Pertanyaan itu disampaikan pembaca detik's Advocate dari Denpasar, Bali. Berikut pertanyaan yang dikirim lewat surat elektronik:
Dear Redaksi Detik,
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama saya E.P. Yulianto, Denpasar Bali. Pertanyaan dan masalah saya adalah sebagai berikut:
Saya bermitra dengan Petani (sebut saja demikian) untuk memelihara babi, hasilnya dibagi 60:40 setelah BEP tercapai.
Di dalam perjalanan waktu (belum BEP), petani menjual babi saya tanpa sepengetahuan dan seizin saya (pencurian? penggelapan?).
Setelah ketahuan dia berjanji akan membayar babi yang telah dijualnya dan terpaksa saya menyetujui. Namun setelah berbulan-bulan janji hanya tinggal janji dan perbuatan seperti itu dilakukan kembali.
Akhirnya saya minta petani bikin surat pernyataan untuk tempo "pembayaran hutang" dan saya memberi peringatan atau teguran keras kepadanya.
Sampai sekarang belum ada realisasi "pembayaran hutang" tersebut, meskipun jatuh tempo yang dijanjikan sudah lewat.
Pertanyaan saya :
Masalah ini jika saya laporkan kepada yang berwajib akan jadi pidana atau perdata?
Demikian pertanyaan saya.
Terima kasih.
Rgds,
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta pendapat hukum advokat Alvon Kurnia Palma, SH., MH. Berikut jawabannya:
Terima kasih atas pertanyaan tapi membutuhkan sedikit klarifikasi terkait apakah kemitraan ini memiliki perjanjian atau tidak, sebelum (BEP=Break Event Poin) sebesar 60:40 bagaimana pembagian keuntungannya dan pembagian porsi 60:40 persen itu untuk siapa.
Apakah pembagian keuntungan setelah balik modal (BEP=Break Event Poin) sebesar 60% untuk pemodal atau mitra.
Apabila saya pahami, antara bapak dengan si petani adalah sebagai mitra kerja yang berlandaskan pada suatu perjanjian. Tujuan perjanjian ini adalah untuk menitipkan modal guna menggemukkan ternak (babi) dan menjualnya setelah patut untuk dijual.
Namun, seiring berjalannya kemitraan ini, petani sebagai mitra mengingkarinya bahkan menjual ternak tanpa sepengetahuan pemodal. Ada beberapa peristiwa hukum dalam hal ini yakni pertama penitipan modal untuk menggemukkan ternak, kedua penjualan ternak tanpa sepengetahuan pemodal sebagai mitra dan permintaan pertanggungjawaban sebagai sanksi privat atas adanya pelanggaran.
Sebagai suatu perjanjian, bapak bersama dengan mitra sebagai para pihak setuju (sebagaimana diatur dalam Pasal 1233 KUHPerdata) untuk menggemukkan ternak sebagai bentuk pelaksanaan berbuat sesuatu (sebagaimana diatur dalam Pasal 1234) yang kemudian dijual dan pembagian keuntungan sesuai presentasi 60 : 40 setelah BEP adalah hubungan privat (perdata).
Namun, setelah berjalannya perjanjian, salah satu pihak melanggar karena menjual titipan ternak.
Pemodal dapat meminta pertanggungjawaban secara perdata dan pidana atas kesalahan yang dilakukannya karena memiliki itikad buruk secara perdata dan mensrea secara pidana karena telah menjual ternak tanpa sepengetahuan salah satu pihak.
Perjanjian untuk berbuat sesuatu wajib menyesaikan dengan memberikan pergantian biaya, kerugian dan bunga bila pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 1239 KUHPerdata dan debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga, bila ia tak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh suatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada itikad buruk padanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1244 KUHPerdata.
Dalam uraian penjelasan kondisi dan pertanyaan Bapak, kerjasama kemitraan antara bapak dengan mitra terdapat perjanjian. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya mitra telah melanggarnya karena menjual ternak kepada orang lain tanpa sepengetahuan dari Bapak.
Dengan demikian, patut diduga telah terjadi pelanggaran atas hukum private antara Bapak dengan mitra dan pelanggaran hukum publik karena modal bapak sebagaimana yang dicantumkan dalam perjanjian diambil secara melawan hukum atau tanpa persetujuan bapak.
Setidaknya terdapat dua upaya hukum yang dapat bapak lakukan atas pelanggaran dalam peristiwa ini.
Pertama: secara perdata (privat), bapak dapat menyatakan terjadinya wanprestasi dengan terlebih dahulu memperingati (somasi) untuk menjalankan perjanjian yang telah dibuat. Apabila mitra mengacuhkan maka bapak dapat menggugat terdapatnya kelalaian (wanprestasi) atas pelaksanaan perjanjian kemitraan antara Bapak dengan mitra ke Pengadilan dimana mitra bapak berdomisili yang disertai dengan permintaan ganti rugi sebagaimana dimaksud dengan Pasal 1244 KUHPerdata dan/atau mengajukan pembatalan perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1266 KUHPerdata yang bunyinya sebagai berikut :
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal-balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada pengadilan. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan di dalam persetujuan. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka hakim dengan melihat keadaan, atas permintaan tergugat, leluasa memberikan suatu jangka-waktu untuk memenuhi kewajiban, tetapi jangka waktu itu tidak boleh lebih dari satu bulan.
Kedua: secara pidana (publik), bapak dapat melaporkan telah terjadinya pengelapan sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP yang berbunyi sebagai berikut : "Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah."
Alasan Bapak dapat melaporkans secara pidana adalah mitra menjual ternak tanpa sepengetahuan atau setidaknya tanpa persetujuan Bapak. Ini dapat dimaknai mitra mengambil ternak bapak tanpa hak yang tentu telah ada unsur melawan.
Demikian jawaban sederhana kami atas pertanyaan Bapak.
Terima kasih.
Alvon Kurnia Palma, S.H.,M.H.
Advokat
"AKP and Partner"
Gedung Dana Graha Ruang 305A
Jalan Gondangdia Kecil
Menteng Jakpus
Tentang detik's Advocate
detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh tim detik, para pakar di bidangnya serta akan ditayangkan di detikcom.
Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.
Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.
Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com
Berhubung antusias pembaca untuk konsultasi hukum sangat beragam dan jumlahnya cukup banyak, kami mohon kesabarannya untuk mendapatkan jawaban.
Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.
Salam
Tim Pengasuh detik's Advocate
Simak juga 'Anak Dibawa Kabur Pasangan Bertahun-Tahun, Harus Bagaimana?':