Sejumlah pelaku pungutan liar (pungli) di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok, Jakarta Utara, ditangkap polisi. Salah seorang sopir kontainer bernama Rofiudin (23) menceritakan pengalamannya terkena pungli.
Rofiudin membenarkan operator crane bongkar-muat barang sering meminta uang kepada sopir. Permintaan uang itu tidaklah resmi alias pungli.
"Benar (operator juga sering melakukan pungli)," ujar Rofiudin saat ditemui di sekitar JICT, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (16/6/2021).
Rofiudin menceritakan sopir menunjukkan uang Rp 5.000 kepada operator. Uang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan ditarik ke atas untuk diambil.
"Biasa, kayak semacam begini (menunjukkan uang). (Uang dimasukkan) pakai kresek naik ke atas," ucapnya.
Dalam sehari, Rofiudin mengaku mengeluarkan uang Rp 25-50 ribu sekali jalan untuk pungli. Dia merasa keberatan atas pungli yang ada.
Menurutnya, pungli yang dilakukan para operator crane itu masih terjadi sehari sebelum ada perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kini pungli operator bongkar-muat sudah tak ada.
Namun, kata dia, tak ada pungli bukan berarti muncul angin segar. Masalah baru terjadi, yakni lambatnya proses bongkar-muat.
"Sekarang diperlambat. Gara-gara nggak ada Rp 5.000, (bongkar-muat) diperlambat," katanya.
Rofiudin, yang sudah menjadi sopir kontainer selama 5 tahun itu, berharap proses bongkar-muat berjalan dengan baik meski tak ada pungli. Rofiudin mengaku, setelah tak ada pungli, dia bisa menghabiskan waktu belasan jam untuk menunggu proses bongkar-muat.
"Tergantung, kadang lima jam. Bisa masuk jam 8 malam, keluar pagi, jam 7-8," ujarnya.
Dia bersyukur sejumlah preman yang melakukan pungli ditangkap. Rofiudin mengaku lebih tenang.
"Kalau buat saya sih dari sopir, ya, itu alhamdulillah. Di jalanan ini sudah nggak ada preman-preman, jadi tenang kita juga," katanya.
Baca cerita sopir truk lainnya di halaman berikutnya.
Simak Video "Budaya Pungli di Pelabuhan Priok"
(man/zak)