Klaim soal jutaan rakyat di balik gelar Rizieq
Tentu saja pengacara Rizieq tidak setuju bila dikatakan gelar Imam Besar yang disandang kliennya adalah isapan jempol belaka. Pengacara itu adalah Aziz Yanuar. Dia mengklaim gelar itu diberikan jutaan rakyat Indonesia yang mengikuti aksi 212 pada 2 Desember 2016.
"Begini, jadi kalau dari saya pribadi dan tim kuasa hukum menanggapi soal itu masalah keberatan dengan ucapan atau klaim imam besar, itu hak setiap pribadi ya. Kita tidak pernah memaksa seseorang untuk menganggap Habib Rizieq imam besar, itu tidak pernah. Itu adalah klaim jutaan rakyat Indonesia itu setahu saya. Waktu aksi 212 waktu itu sampai saat ini juga sepengetahuan saya," ujar Aziz disela sidang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait kata-kata kasar, kata Aziz, Habib Rizieq tidak bermaksud untuk menyinggung orang lain dalam pernyataannya. Menurutnya, ucapan Habib Rizieq itu merupakan bentuk ketegasan. Selain itu, kondisi psikologis Rizieq juga perlu diperhatikan bila hendak memahami kata-kata Rizieq.
"Jika ada yang tersinggung ternyata oleh ucapan beliau, itu adalah urusan mereka masing-masing. Jadi yang dimaksud Habib itu adalah hal-hal yang memang harus diucapkan secara tegas secara jelas," kata Aziz.
Kata MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara lewat Wakil Ketua Umum Anwar Abbas. Dia menjelaskan istilah imam dalam agama Islam sebagai pemimpin, bisa dalam level masjid hingga sosial. Lantas bagaimana dengan istilah 'imam besar'?
"Kalau istilah imam besar ya, imam besar Masjid Istiqlal ada kan, ya boleh saja mempergunakan itu," kata Anwar saat dihubungi, Senin (14/6).
![]() |
Di ranah politik, sebutan imam besar dan sejenisnya lazim dipakai di Negeri Para Mullah, Iran. "Imam itu bahasa kitanya pemimpin. Pemimpin besar Imam Khomeini, di Syiah ada Imam Khomeini, cuma di Syiah itu ada konsepnya presiden ya, ada raja, ada imam, kalau di Iran itu imam, Imam Khomeini kan," ujarnya.
![]() |
Dalam konteks 'Imam Besar Habib Rizieq Shihab', dia memahai itu sebagai sebutan di internal kelompok Rizieq sendiri.
"Ya boleh saja, istilahnya kan ada istilah ketua umum. Kalau di NU itu ada Tanfidziyah, ada Syuriah, ada Mustasyar kan gitu ya, kalau ketuanya kemarin Pak Shabri Lubis kan FPI, cuma mereka menggunakan istilah imam besar, kaya dewan pembina, kan kalau di partai kan ada ketua dewan pembina itu kan dianggap yang paling tinggi," kata Anwar.
(dnu/dnu)