Kegiatan penambangan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), banyak ditentang warga. Direktorat Jenderal (Dirjen) Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) memberikan penjelasan terkait izin penambangan itu.
Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan kegiatan pertambangan PT TMS didasarkan atas kontrak karya yang ditandatangani oleh pemerintah dan PT TMS pada 1997. Menurutnya, Pemprov Sulut telah menerbitkan izin lingkungan untuk PT TMS pada 15 September 2020.
"Di mana dalam izin lingkungan dimaksud disebutkan bahwa lokasi yang akan digunakan PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 ha dari total luas wilayah sebesar 42 ribu ha," kata Ridwan kepada detikcom, Sabtu (12/6/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ridwan membeberkan, berdasarkan data Ditjen Minerba Kementerian ESDM, total luas wilayah PT TMS yang prospek untuk ditambang adalah 4.500 ha. Dia menyebut luas wilayah itu kurang dari 11 persen dari total luas wilayah kontrak kerja PT TMS.
Adanya gelombang penolakan tambang emas di Kepulauan Sangihe itu, pemerintah turun tangan. Pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap luas wilayah kontrak karya PT TMS.
"Berdasarkan evaluasi tersebut, dapat meminta PT TMS melakukan penciutan terhadap wilayah KK (kontrak karya) yang tidak digunakan/tidak prospek untuk dilakukan kegiatan pertambangan," ucapnya.
Ridwan memastikan pemerintah akan terus melakukan pengawasan ketat di lapangan. Hal itu dilakukan untuk memastikan kegiatan pertambangan PT TMS dilakukan sesuai aturan, sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan membahayakan masyarakat.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Wabup Sangihe Surati KESDM Tolak Tambang PT TMS
Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut), Helmud Hontong sebelum wafat sempat mengirim surat pembatalan izin tambang PT Tambang Mas Sangihe ke Kementerian ESDM. Surat itu disebut dikirim atas inisiatif pribadi Helmud.
Kopi surat tersebut beredar di media sosial (medsos) setelah Helmud meninggal dunia. Pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Sangihe telah mengetahui surat tersebut.
Surat tersebut dituliskan dengan tujuan permohonan pertimbangan pembatalan izin operasi pertambangan PT Tambang Mas Sangihe di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Surat itu dikirim Helmud ke Kementerian ESDM tertanggal 28 April lalu.
Helmud dengan tegas menolak tambang emas di wilayahnya karena dapat mencemari lingkungan.
Muncul Petisi Minta Izin Tambang di Sangihe Dicabut
Setelah Helmud, muncul juga petisi daring yang menyatakan menolak tambang di Kepulauan Sangihe. Jumlah pihak yang menandatangani petisi saat ini tercatat sudah lebih dari 69 ribu.
Dilihat detikcom, Sabtu (12/6/2021) per pukul 11.12 WIB, telah ada 69.125 orang yang menandatangani petisi berjudul 'Sangihe Pulau yang Indah, Kami TOLAK Tambang!' tersebut.
Pihak yang tanda tangan petisi itu terus bertambah. Di situs tersebut tertulis 'petisi ini menjadi salah satu petisi paling banyak ditandatangani di Change.org'.
Petisi itu dibuat oleh Save Sangihe Island (SSI), yang terdiri dari Badan Adat Sangihe, Yayasan Suara Nurani Minaesa, WALHI Sulut, YLBHI-LBH Manado, KNTI-Sangihe, Perkumpulan Sampiri Sangihe, Burung Indonesia, Forwas, FPMS, Kopitu Sangihe, AMAN Sangihe, IMM-Sulut, GAMKI Sangihe, Pemuda GMPU, Komunitas Seni Visual Secret, GP Ansor Sangihe, LMND Sulut, Gapoktan Organic Sangihe, AMPS, Kesatuan Pemuda Pegiat Budaya Sangihe, Kesatuan Kapitalaung (Kepala Desa) Menolak Tambang Sangihe, MPA Anemon, KPA Mangasa Ngalipaeng, KPA Spink, Sangihe Drivers Club, dan Sanggar Seriwang Sangihe.
SSI memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar IUP dari perusahaan tambang di Pulau Sangihe dicabut. Mereka mengenang Jokowi yang pernah datang ke salah satu pulau terluar Indonesia tersebut.
"Sebagaimana Bapak Presiden Jokowi tentu tahu kondisi kami karena sudah pernah datang menginjakkan kaki di Kepulauan Sangihe. Sehingga kami mendesak kepada Bapak Presiden Joko Widodo, agar memerintahkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencabut Ijin Usaha Pertambangan Produksi PT. Tambang Mas Sangihe, membatalkan ijin lingkungan oleh Dinas PTSP Provinsi Sulawesi Utara, dan membiarkan pulau kami tetap seperti saat ini," demikian isi petisi tersebut.
Selain kepada Jokowi, petisi itu ditujukan kepada Menteri ESDM RI Arifin Tasrif, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, serta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar.
Dalam petisi itu, disebutkan telah keluar IUP tambang SK Produksi bernomor 163.K/MB.04/DJB/2021 dengan luas konsesi sebesar 42 ribu hektare (420 km persegi). SSI menyebut luas konsesi tersebut mencapai setengah dari luas Pulau Sangihe yang luasnya 736 km persegi.
"Dalam UU Nomor 1 Tahun 2014, pulau-pulau dengan luas daratan kurang dari 2.000 km persegi dikategorikan sebagai pulau kecil dan tidak boleh ditambang. Sedangkan pulau kami hanya berukuran 736 km persegi. Namun entah apa yang ada di benak para pejabat itu sehingga memberi izin kepada perusahaan asing untuk membongkar daratan pulau ini," katanya.
Mereka khawatir tambang akan membuat lahan pertanian warga hilang. Tambang juga merusak hutan sehingga membuat satwa dan dan tanaman endemik terancam punah.
SSI menyatakan hutan menjadi penopang hidup masyarakat, menjadi hulu dari seluruh sungai yang mengalir di setiap kampung. Keberadaan tambang membuat masyarakat takut mata air terputus dan tercemar.
"Belum lagi, jika tambang yang hendak beroperasi hingga 2054, maka limbah beracunnya, kalau di darat akan masuk ke mata air dan sumur-sumur kami. Jika ke laut, akan mencemari bakau dan karang tempat ikan-ikan kami bertelur dan mencari makan. Lalu kami pun akan memakan ikan yang mengandung racun itu. Ini artinya kami hendak dibunuh perlahan-lahan," ujarnya.