Pimpinan KPK Tepis Penyelundupan Pasal dalam Proses TWK

Pimpinan KPK Tepis Penyelundupan Pasal dalam Proses TWK

Kadek Melda - detikNews
Kamis, 10 Jun 2021 18:55 WIB
Komisi III DPR hari ini memulai uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) bagi calon pimpinan KPK. Salah satu yang diuji adalah Nurul Ghufron.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (Agung Pambudhy/detikcom)
Jakarta -

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menepis adanya isu penyeludupan pasal yang mengatur tes wawasan kebangsaan di dalam Perkom 1/2021. Ghufron mengatakan hal tersebut sebenarnya dibahas bersama dengan Kemenkumham.

"Artinya tidak benar bahwa kemudian ada pasal selundupan atau pasal yang tidak pernah dibahas, semuanya melalui proses pembahasan, dan itu semuanya terbuka," kata Ghufron, dalam konferensi pers, di Ombudsman RI, Jl Kuningan, Kamis (10/6/2021).

Ghufron menjelaskan awalnya draf Perkom KPK No 1/2021 itu sudah diunggah pada 16 November 2020, lalu draf tersebut juga disampaikan ke Kemenkumham. Kemudian KPK melakukan pembahasan dengan Kemenkumham terkait isi dari Peraturan Komisi itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ghufron mengatakan semula ada 3 hal syarat tentang asesmen yang diatur dalam Pasal 3 PP 41/2020 dan ditindaklanjuti di Perkom No 1/2021 Pasal 5. Adapun syarat asesmen itu di antaranya pegawai tetap dan tidak tetap, setia terhadap NKRI, Pancasila, dan pemerintah yang sah, memiliki integritas, dan memiliki kompetensi.

Lebih lanjut Ghufron mengungkap semula ada 3 hal yang perlu diatur di asesmen pertama terkait kompetensi yang terkait dengan teknis, integritas, dan kesetiaan. Lalu, dalam diskusi berkembang tidak ada bagaimana mengukur kesetiaan terhadap NKRI sehingga muncullah ide soal tes wawasan kebangsaan itu.

ADVERTISEMENT

"Pada saat kita diskusi, kita sampaikan bahwa untuk tentang kompetensi teknis dan integritas, pegawai KPK pada saat rekrutmen, kami bekerja sama dengan pihak ketiga telah memiliki dokumen-dokumen tentang dua hal ini kompetensi dan integritas," ujar Ghufron.

"Yang tidak ada adalah bagaimana mengukur tentang kesetiaan terhadap NKRI. Maka pada saat itu kemudian semula yang disodorkan oleh KPK adalah dengan pakta integritas, pernyataan setia, tapi kemudian berkembang apa iya dengan pakta integritas itu juga menunjukkan telah memiliki kesetiaan, maka muncullah kemudian pada saat di rapat kalau nggak salah di Kumham atau di KemenPAN itu muncullah ide tentang asesmen terhadap wawasan kebangsaan, itu muncul di diskusi yang pertama," ungkapnya.

Lalu secara formil ketika dilakukan pembahasan harmonisasi Perkom di Kemenkum HAM pada 26 Januari yang dihadiri KPK, Kemenkum HAM, KemenPAN RB, LAN, KASN, dan BKN. Dalam rapat itu lalu terdapat pembahasan tes wawasan kebangsaan.

"Nah di situ lebih kemudian tertulis bahwa ada usulan untuk kemudian mengukur atau meng-assess wawasan kebangsaan sebagai pemenuhan syarat di Pasal 5, maka kemudian muncul lah tes wawasan kebangsaan sebagai tool untuk pemenuhan syarat wawasan kebangsaan sebagai syarat di Pasal 3 di PP, Pasal 5 di Perkom," tutur Ghufron.

Ia menegaskan peraturan soal tes wawasan kebangsaan tidak serta-merta diseludupkan begitu saja. Melainkan telah melalui proses pembahasan dengan berbagai institusi.

"Jadi begitu, jadi tidak benar bahwa kemudian prosesnya kemudian tiba-tiba muncul di tengah jalan, tapi semuanya berkembang, dinamis, tidak kemudian semua yang terjadi ataupun menjadi final drafnya di akhir itu, kemudian merupakan hasil dari diskusi yang berkembang dari awal," ungkap Ghufron.


Dugaan Inisiasi TWK Jadi Syarat ASN Pegawai KPK

Seluruh pimpinan KPK dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK buntut sengkarut tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Buntut sengkarut itu membuat Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat menjadi ASN dan saat ini dinonaktifkan.

Dalam dokumen pengaduan Novel dkk ke Dewas KPK terungkap awal mula kecurigaan mengenai sengkarut TWK ini. Seperti apa kisahnya?

Dari dokumen pengaduan yang diterima detikcom, terdapat paparan mengenai kronologi dugaan pelanggaran kode etik yang dituduhkan pada pimpinan KPK. Awalnya, pada 27-28 Agustus 2020, bertempat di Hotel JS Luwansa, terjadi rapat pembahasan dan penyusunan draf alih status yang dihadiri perwakilan Biro SDM KPK, Biro Hukum KPK, Pengawas Internal KPK, dan Fungsional Dewas KPK.

Saat rapat itu terdapat sejumlah narasumber yang di antaranya Prof Eko Prasojo selaku akademisi, Oce Madril sebagai akademisi, I Gusti Ngurah Agung Yuliarta dari KASN, Ibtri Rejeki dari BKN, Heni Sriwahyuni juga dari BKN, dan Istyadi Insani sebagai perwakilan dari KemenPAN-RB. Selanjutnya pada September hingga awal November 2020 terjadi beberapa kali rapat penyusunan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perkom Alih Status dan juga rapat pimpinan KPK yang membahas Perkom Alih Status itu.

Lantas, pada 16-18 November 2020, terjadi pembahasan draf alih status dengan tim penyusun Perkom Alih Status di Hotel Westin, Jakarta Selatan. Dalam pembahasan itu terdapat sejumlah narasumber, antaranya Mochamad Yusuf Salahuddin selaku Kepala Divisi SDM Perum Bulog, Bambang Dayanto Sumarsono selaku pensiunan KemenPAN-RB, dan Katraina Endang Saraswati selaku Kepala Biro Kepegawaian Kejagung.

"Pada rapat tersebut tidak ada pembahasan terkait tes wawasan kebangsaan (TWK), pembahasan lebih banyak bagaimana mekanisme alih status agar lebih mudah, tidak menyulitkan pegawai KPK karena amanat UU dan PP adalah alih status menjadi ASN. Salah satu yang diusulkan pada rapat tersebut adalah bagaimana mekanisme penentuan pangkat/golongan dengan berdasarkan jabatan saat ini di KPK, tidak melihat masa kerja," demikian tertuang dalam dokumen pengaduan itu.

Pun setelahnya pada 18 Desember 2020 dan 5 Januari 2021, terjadi rapat pimpinan KPK yang membahas Perkom Alih Status itu. Namun, menurut dokumen pengaduan itu, tidak ada pembahasan terkait adanya TWK untuk pegawai KPK.

"Bahwa pada tanggal 25 Januari 2021, dilaksanakan rapat pimpinan KPK pembahasan Perkom Alih Status, dan terdapat penambahan pasal dari Firli Bahuri selaku Ketua KPK terkait pelaksanaan TWK ke dalam draf Perkom Alih Status sebelum dibawa ke Kemenkumham untuk rapat harmonisasi," ucapnya.

"Bahwa pada tanggal 26 Januari 2021, dilaksanakan rapat pembahasan Perkom Alih Status di Kemenkumham. Rapat tersebut dihadiri langsung oleh Firli Bahuri dengan membawa draf Perkom Alih Status yang sudah ada tambahan pasal mengenai TWK, tanpa dihadiri oleh Kepala Biro SDM, Kepala Biro Hukum, dan Sekjen KPK selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK)," imbuhnya.

Lihat Video: Rizieq Baca Pleidoi, Seret Kasus TWK KPK dan Singgung Neo PKI

[Gambas:Video 20detik]




Padahal, masih menurut dokumen itu, berdasarkan Pasal 3 Ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil dan Pasal 5 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara bahwa Sekretaris Jenderal yang memiliki kewenangan penuh terkait dengan Manajemen Kepegawaian. Setelahnya pada 27 Januari 2021, Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara resmi diundangkan.

"Bahwa pada tanggal 17 Februari 2021, dilaksanakan sosialisasi pengalihan status pegawai KPK menjadi pegawai ASN, yang disampaikan oleh Kepala Biro SDM, Kepala Biro Hukum, dan Firli Bahuri," ucapnya.

"Dalam sosialisasi tersebut, berulang kali ditanyakan oleh para pegawai: 'Apa konsekuensinya jika pegawai tidak lulus asesmen wawasan kebangsaan?' dan berulang kali pula dijawab oleh Firli Bahuri 'Tidak perlu khawatir mengenai asesmen wawasan kebangsaan', 'Semua pegawai KPK pasti bisa mengerjakan asesmen wawasan kebangsaan'. Tidak pernah sekali pun disampaikan adanya konsekuensi tidak memenuhi syarat, bahkan lebih jauh tidak ada penjelasan bahwa mereka yang tidak memenuhi syarat diharuskan menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya kepada atasan," imbuhnya.

"Tetapi faktanya, pimpinan mengeluarkan Keputusan Pimpinan Nomor 652 Tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021 (SK 652) tentang Hasil Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat dalam Rangka Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara bahkan atas dasar hasil asesmen tersebut Pimpinan memerintahkan agar pegawai menyerahkan tugas dan tanggung jawab ke atasan," lanjutnya.

Buntutnya, Novel Baswedan dkk melaporkan hal ini ke Dewas KPK. Namun pimpinan KPK, yang terdiri atas Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron, memberikan tanggapan berbeda.

Halaman 2 dari 2
(yld/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads