Mantan Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (BPPSDM) Kementerian Kesehatan, Bambang Giatno, divonis 2 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan. Bambang dinyatakan bersalah melakukan korupsi bersama Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara, Minarsi, terkait pengadaan alat kesehatan (alkes) RS Unair tahun 2010.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan subsider. Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan, memerintahkan JPU membuka blokir atas nama Bambang Rahardjo," ujar hakim ketua, Muslim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (10/6/2021).
Hakim juga menjatuhkan vonis kepada Direktur Marketing PT Anugerah Nusantara, Minarsi. Minarsi divonis 2 tahun dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan kurungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, jaksa pada surat tuntutan menuntut hakim menjatuhkan keduanya membayar uang pengganti. Namun, dalam vonis ini Bambang tidak dibebani mengganti uang karena telah mengembalikan seluruh uang yang diterimanya.
Sedangkan Minarsi dinilai hakim tidak pernah menerima uang. Jadi, hakim mengatakan Minarsi tidak perlu dibebani uang pengganti.
Hakim juga memerintahkan jaksa KPK membuka blokir rekening milik Bambang. Sebab, rekening tersebut tidak diperlukan dalam perkara.
Adapun hal yang meringankan Bambang adalah telah mengembalikan seluruh uang yang diterima dan menyesal atas perbuatannya. Sedangkan hal memberatkannya Bambang tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Bambang terbukti menguntungkan diri sendiri dan orang lain terkait proyek pengadaan alat kesehatan RS Unair. Bambang juga terbukti menerima uang dari Minarsih.
"Terdakwa juga telah menerima pemberian uang dari Anugerah Permai Group terkait proyek RS Unair yaitu menerima melalui perantara Zulkarnain Kasim USD 5 ribu dan melalui Syamsul Bahri sebesar Rp 100 juta uang digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga unsur menguntungkan diri sendiri telah terpenuhi. Menimbang unsur menguntungkan diri atau orang lain telah terpenuhi," kata hakim.
Bambang juga dinyatakan bersalah karena tetap memaksakan proyek alkes RS Unair ini dikerjakan BPSDM Kemenkes. Padahal, proyek ini bukan bidang BPSDM.
"Terdakwa tahu anggaran Anugerah Permai Group tidak memenuhi syarat dan terdakwa tahu proyek pengadaan alkes bukan tupoksi BPSDM Kemenkes, namun terdakwa meminta Zulkarnain Kasim untuk memblokir itu. Terdakwa tetap memerintahkan agar kegiatan pengadaan alkes tetap dikerjakan sesuai anggaran DIPA dan sesuai arahan Menkes 'sudah dikerjakan saja'," ucap hakim.
Baca soal terbukti merugikan keuangan negara di halaman berikutnya.
Terbukti Merugikan Negara
Perbuatan Bambang dan Minarsih juga merugikan negara senilai Rp 14.139.223.215. Hakim mengatakan terdapat selisih uang yang jumlahnya berbeda-beda setiap tahap pengerjaannya.
"Terdapat selisih Rp 6,777, miliar dalam pengadaan tahap 1, kemudian dalam tahap kedua berselisih Rp 7,861 miliar yang menjadi keuntungan Anugerah Permai Group dari kedua pengadaan tersebut," kata hakim.
"Menimbang terhadap auditor pengawas BPKP sebagaimana tertuang hasil audit kerugian negara sebagai dugaan Tipikor dalam pengadaan RS Unair tahap 1 dan 2 2010 yang dibuat auditor BPK dan BPKP sesuai surat pengantar Kepala Deputi BPKP bidang investigasi. Tim auditor menyimpulkan ada kerugian negara Rp 14.139.223.215," imbuhnya.
Hakim mengatakan Anugerah Permai Group mendapat keuntungan 30 sampai 40 persen. Keuntungan ini disebut hakim tidak wajar.
"Dapat disimpulkan keuntungan pihak Anugerah Permai Group 30 sampai 40 persen merupakan keuntungan tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian negara dalam pengadaan alat kesehatan RS Unair tahap 1 dan 2. Menimbang berdasarkan uraian di atas majelis berpendapat unsur merugikan negara telah terpenuhi," tegas hakim.
Atas perbuatan itu, Bambang dan Minarsih dinyatakan hakim melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.