Hal itu diungkap dalam cerita salah seorang pegawai KPK bernama Tri Artining Putri, yang juga termasuk dalam 75 pegawai tak lulus TWK. Mereka yang tak lulus kini, dinonaktifkan atau di-nonjob-kan oleh KPK.
Puput--panggilan karib Tri--bersama para pegawai lainnya intens melakukan advokasi karena menilai proses TWK ini bermasalah. Dari hasil analisis dan diskusi bersama itu Puput meyakini bahwa 75 pegawai memang sudah menjadi target untuk 'disingkirkan'.
"Kalau misalnya mau dibagi ada klaster-klasternya," ucap Puput, Senin (7/6/2021).
Pertama ada pegawai yang termasuk dalam Wadah Pegawai (KPK) yang disingkirkan via TWK. Para pegawai di WP KPK ini sebelumnya meneken petisi soal Firli Bahuri yang diduga melanggar kode etik saat menjadi Deputi Penindakan KPK.
Lalu klaster yang disebut Puput ialah para pegawai yang melakukan pemeriksaan etik pada Firli. Klaster selanjutnya yaitu penyidik-penyidik yang menangani perkara kelas kakap, termasuk di antaranya yang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kasus-kasus besar. Kemudian ada klaster pegawai yang dituding menentang kebijakan pimpinan KPK.
"Dan menurut saya, ada klaster yang cuma jadi pengabur klaster-klaster utama karena ada pegawai yang tidak pernah melakukan apa pun soal perlawanan kena juga," ucap Puput.
"Soal ditarget, saya yakin benar ada yang ditarget," imbuh Puput.
Selain itu, Puput menyinggung perihal ruang uji TWK nomor 2. Hal ini sebelumnya diungkap oleh Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono yang juga tak lulus TWK.
"Karena kami melihat ada peta khusus soal ruangan, rata-rata yang nggak lolos itu diwawancara di ruangan nomor 2, dengan dua asesor. Dari ruangannya aja ternyata udah kelihatan," ucap Puput.
Klaster OTT KPK
Mereka yang tersingkir dari KPK merupakan para penyidik andal yang mengurusi kasus-kasus besar. Namun, penyidik dan anggota tim OTT kini tersingkir melalui TWK.
Jika dilihat jumlah kasus OTT KPK tiap tahunnya, ada penurunan sejak kepemimpinan Firli Bahuri.
Terlihat sejak 2005 hingga kini, 2021, OTT KPK tertinggi terjadi pada 2018, yaitu 30 kali OTT. Pada 2019, jumlah itu turun menjadi 21 OTT.
Firli Bahuri sendiri dilantik menjadi Ketua KPK pada Desember 2019 bersama 4 pimpinan KPK lainnya, yaitu Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango, dan Lili Pintauli Siregar. Selepas mereka dilantik, tampak pada daftar itu OTT KPK menurun drastis, yaitu 7 OTT pada 2020, dan untuk tahun ini, 2021, baru ada 2 OTT.
Bagan OTT itu tampak berwarna putih, tapi untuk 2020 dan 2021 atau sejak kepemimpinan Firli Bahuri digambarkan berwarna merah. Giri lantas menjelaskan maksud cuitannya itu.
"OTT KPK sejak revisi UU KPK dan Kepemimpinan KPK di bawah Firli Bahuri merah memudar. Semua anggota tim OTT 2020-2021 justru terjaring tes TWK untuk diberhentikan. Clear kan?" demikian isi cuitan Giri seperti dilihat detikcom pada Senin (7/6/2021). Giri telah mempersilakan detikcom mengutip cuitan itu.
"(Sebanyak) 75 pegawai adalah mesin utama OTT KPK. Ada juga anggota tim OTT yang sudah dilantik jadi PNS. Kendaraan tanpa mesin kira-kira bagaimana ya?" lanjutnya.
Adanya klaster tersebut kemudian ditegaskan oleh Kasatgas Penyelidik KPK
Bukan hanya penilaian Puput saja, adanya klaster melalui TWK itu juga ditegaskan oleh Harun Al Rasyid yang merupakan Kasatgas Penyelidik yang berjuluk 'Raja OTT' berkata demikian. Menurutnya, sedari awal para 75 pegawai KPK ini sudah ditandai.
"Sejak awal memang sudah ada beberapa orang yang 'ditandai' sebagai orang-orang yang patut diwaspadai dan termasuk kategori 'bahaya'," ucap Harun.
Saat ditanya perihal apa maksud 'bahaya', Harun menyebut 2 nama pimpinan KPK, yaitu Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango. Namun Harun tidak merinci penjelasannya.
"Yang mengerti sebagai bahaya adalah orang yang membuatnya, saya hanya diberitahu oleh Pak Nurul Ghufron dan Pak Nawawi," kata Harun.
"Mungkin bahaya karena saya sering OTT, ditakuti para koruptor, politisi nakal, dan pejabat-pejabat negara yang suka dengan uang suap," imbuhnya.
Sementara itu, Giri sebelumnya pada Jumat, 4 Juni 2021, di Gedung Merah Putih KPK menceritakan soal ini. Dari diskusi dengan teman-teman seperjuangannya itu Giri mengungkap adanya dugaan upaya 'penyingkiran' pegawai KPK melalui TWK.
"Saya tidak bisa berkesimpulan demikian, tapi teman-teman saya, ketika kita diskusi yang disampaikan ke salah satu televisi bahwa ketika pimpinan masuk, ternyata sudah ada list beberapa pegawai yang dianggap berbahaya dan ini disampaikan bukan satu pegawai, beberapa pegawai dan kita konfirmasi dalam acara tersebut," ucap Giri saat itu.
Argumentasi itu didukung Giri dengan peristiwa saat TWK berlangsung. Menurut Giri, ada upaya agar orang-orang yang diduga sudah ditarget untuk tidak lulus TWK.
"Ada perlakuan yang berbeda. Jadi teman-teman kita tanya dari 75 pegawai ini, dari 75 yang menjawab sekitar 47 orang, dari 47 orang yang ditanya menyatakan mereka diwawancara di ruang nomor 2 (sebanyak) 13 orang. Seperempat dari 43 diwawancara orang yang sama, di ruang nomor 1 dan ruang nomor 3. Dari penyusunan ruang sudah menunjukkan bahwa orang yang lulus hanya di ruang tertentu, padahal ruangannya ada 30 ruangan," ucap Giri.
Rerata lamanya proses wawancara disebut Giri berbeda-beda yaitu sekitar 10 menit hingga selama 2 jam. Giri sendiri diwawancarai selama 2 jam.
Simak selengkapnya terkait ruang wawancara nomor dua
Tentang Ruang Wawancara Nomor Dua
Giri menyebut nama-nama beken pegawai KPK diarahkan ke ruang wawancara nomor dua itu. Sebutlah Novel Baswedan dan Sujanarko.
"Dan Pak Koko (Sujanarko), Novel, saya, kasatgas-kasatgas tuh rata-rata diwawancara di ruang nomor 2. Kalau ini tes yang misalnya sama, saya pikir perlakuannya sama. Walaupun secara tertulis sama, tetapi interview dan background cek saya pikir di laporan berbeda," ucap Giri.
"Jadi kami menduga kuat bahwa orang-orang ini memang sudah ditarget dari awal. Bayangkan Pak Sujanarko yang tinggal pensiun seminggu pun dinyatakan merah tidak bisa dibina, bayangkan keluarganya akan seperti apa. Orang-orang seperti saya mengajar korupsi selama 16 tahun, dicap dilabeli tidak bisa dibina, teroris aja bisa dibina," imbuh Giri menggugat.
 Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Supradiono (Foto: Tangkapan Layar 20detik) |
Firli Bahuri Tepis soal Incar 75 Pegawai
Pada Kamis, 3 Juni 2021, Firli Bahuri selaku Ketua KPK menyambangi kompleks DPR/MPR di Senayan untuk kepentingan rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR. Selepas rapat, Firli sempat berbicara mengenai polemik TWK KPK.
"Begini, tentu saya kira 75 itu dari 1.351 pegawai KPK yang mengikuti proses peralihan pegawai KPI menjadi ASN. Secara statistik, saya kira rekan-rekan sudah sangat paham, 75 itu adalah 5,4 persen dari 1.351," kata Firli.
Firli mengatakan KPK tidak akan terpengaruh dan tidak akan tergantung pada kinerja orang per orang. Menurutnya KPK bekerja sesuai dengan sistem dan ketentuan undang-undang yang berlaku.
"Beberapa kali kesempatan saya sampaikan bahwa mekanisme kerja KPK itu tidak tergantung pada orang per orang. Kita bekerja sesuai dengan sistem, kita bekerja sesuai dengan ketentuan undang-undang," ucapnya.
Dia menegaskan, siapa pun yang ada di KPK memiliki komitmen yang sama untuk memberantas korupsi. Menurutnya, semangat itu tetap ada sampai hari ini meski tanpa 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK.
"Siapa pun yang ada di KPK, sama semangatnya, sama komitmennya untuk melakukan pemberantasan korupsi dan sampai hari ini saya yakin kita masih punya semangat itu," tuturnya.
 Firli Bahuri (Andhika Prasetia/detikcom) |
Selain itu, Firli membantah tudingan dirinya sengaja menargetkan 75 pegawai KPK agar tidak lulus TWK. Firli menegaskan tidak ada kepentingan dan kaitannya dengan tidak lulusnya 75 pegawai KPK tersebut.
Firli mengaku heran atas adanya tudingan dirinya sengaja tidak meluluskan ke-75 pegawai KPK. Dia menegaskan tidak ada kepentingan untuk itu.
"Apa kepentingan saya membuat list orang?" tanya balik Firli kepada wartawan.