Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengungkap pemerintah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia 1442 H/2021 M demi keselamatan jemaah. Diketahui, kasus harian di Indonesia pada 26-31 Mei, rata-rata masih di atas angka 5.000 kasus.
Ia menilai kesehatan dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan di tengah pandemi Coronavirus Disease-19 (COVID-19) yang masih melanda dunia.
"Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah. Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian COVID-19 ini segera usai," ujar Yaqut dalam keterangan tertulis, Kamis (3/6/2021).
Yaqut mengatakan hal ini tertuang dalam keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M. Ia memastikan keputusan ini sudah melalui kajian mendalam yakni melalui serangkaian kajian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga terkait lainnya.
Menurutnya, pemerintah menilai pandemi COVID-19 yang masih melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah. Terlebih, jumlah kasus baru COVID-19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih belum menunjukkan penurunan yang signifikan.
Lebih lanjut, ia memaparkan kasus harian di Indonesia dari tanggal 26 hingga 31 Mei rata-rata masih di atas 5.000. Ada sedikit penurunan pada 1 Juni 2021, tapi masih di angka 4.824. Ia pun mengungkap data kasus harian di 11 negara pengirim jemaah terbesar per 1 Juni relatif masih tinggi, yakni Saudi (1.251), Indonesia (4.824), India (132.788), Pakistan (1.843), Bangladesh (1.765), Nigeria (16), Iran (10.687), Turki (7.112), Mesir (956), Irak (4.170), dan Aljazair (305).
Sementara untuk negara tetangga, kasus harian tertinggi per 1 Juni 2021 tampak di Malaysia (7.105), disusul Filipina (5.166) dan Thailand (2.230). Untuk Singapura, lanjutnya, meski kasus harian pada awal Juni adalah 18, namun sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji. Ia pun mengatakan bahwa saat ini Malaysia memberlakukan lockdown.
Yaqut pun menyebutkan bahwa agama mengajarkan, menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diutamakan. Menurutnya, UU No. 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan.
Oleh karena itu, ia menilai faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah menjadi faktor utama. Terlebih, penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang berpotensi menyebabkan kerumunan dan peningkatan kasus baru COVID-19.
"Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru COVID-19 yang berkembang di sejumlah negara," katanya.
Yaqut menambahkan pembatalan keberangkatan jemaah haji berlaku untuk seluruh warga negara Indonesia (WNI), baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jemaah haji reguler dan haji khusus yang telah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BIPIH) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.
Kendati terjadi pembatalan keberangkatan, ia memastikan dana haji aman dan Indonesia tidak memiliki utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Yaqut pun menjelaskan bahwa setoran pelunasan BIPIH dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan.
"Jadi uang jemaah aman. Info soal tagihan yang belum dibayar itu hoaks," tegasnya.
Untuk diketahui, paparan Menag mengenai putusan pembatalan haji ini disampaikan dalam agenda telekonferensi bersama media. Konferensi pers
ini turut dihadiri oleh Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, serta sejumlah perwakilan dari Kemenkes, Kemenlu, Kemenhub, BPKH, Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah, Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta perwakilan dari MUI dan Ormas Islam lainnya.