AKP Robin Diyakini Bukan Satu-satunya Makelar Kasus di KPK

AKP Robin Diyakini Bukan Satu-satunya Makelar Kasus di KPK

Luqman Nurhadi Arunanta - detikNews
Rabu, 02 Jun 2021 15:59 WIB
AKP Stepanus Robin Pattuju (Azhar Bagas-detikcom)
AKP Stepanus Robin Pattuju (Azhar Bagas/detikcom)
Jakarta -

Terungkapnya perkara AKP Stepanus Robin Pattuju mengagetkan publik. Sebab, KPK yang selama ini dinilai cukup bersih malah disusupi oknum-oknum yang bermain rasuah.

AKP Robin merupakan penyidik dari Polri yang ditugaskan di KPK. Saat ini AKP Robin tengah diproses hukum di KPK karena diduga menerima suap dari Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M Syahrial.

Namun ada fakta lain yang terungkap melalui sidang pelanggaran etik AKP Robin di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Saat putusan kode etik AKP Robin dibacakan pada Senin, 31 Mei 2021, tersebut nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin memberikan uang ke AKP Robin untuk memantau seorang kader Partai Golkar bernama Aliza Gunado dalam perkara di Lampung Tengah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Azis sendiri saat menjadi saksi dalam sidang kode etik itu membantahnya. Di sisi lain, dalam sidang itu disebutkan ada sejumlah dugaan penerimaan uang oleh AKP Robin dari sejumlah pihak. Untuk detailnya bisa dicek langsung pada tautan berita di bawah ini:

Perihal apa yang terungkap di sidang Dewas KPK itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan pengusutan informasi tersebut. Ali juga mengatakan bila Azis Syamsuddin segera dipanggil untuk menjalani pemeriksaan dalam proses penyidikan.

ADVERTISEMENT

"Terkait jumlah uang yang diduga diterima tersangka SRP (Stepanus Robin Pattuju) akan dikembangkan lebih lanjut pada proses penyidikan perkaranya yang saat ini masih terus dilakukan," ucap Ali.

"Pemanggilan terhadap saksi Azis Syamsuddin juga akan segera dilakukan. Mengenai waktunya kami pastikan akan kami informasikan," tambahnya.

Di sisi lain kabar mengenai AKP Robin yang justru menerima rente di dalam internal KPK ini memunculkan kritik. Salah satunya dari Feri Amsari. Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas yang juga aktivis antikorupsi itu menilai kasus AKP Robin ini terjadi sejak revisi UU KPK.

"Semenjak KPK diubah sistemnya melalui UU 19/2019 banyak SOP yang membuka ruang terjadinya potensi korupsi yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang. Apa yang terjadi di kasus Robin di Medan menurut saya bukti bahwa sistem yang baru begitu mudah disusupi kepentingan, terutama bagi para pihak yang kerja KPK merasa miskin pengawasan dan tidak sekuat dulu sistemnya, sehingga mereka bisa berpikir untuk menyalahgunakan kewenangannya," kata Feri, Rabu (2/6/2021).

Feri menilai sistem baru ini bisa memaksa pegawai KPK untuk berbuat jahat. Dia menyebut KPK dengan UU yang baru berpotensi terjadi penyalahgunaan wewenang.

"Bukan tidak mungkin apa yang terjadi ini bagian dari wajah baru KPK di era kepemimpinan baru dan UU baru yang membuat akhirnya banyak kasus-kasus yang mengganggu ruang etik penyelenggara terutama para penegak hukum ya," ujarnya.

Feri mengatakan penyalahgunaan wewenang di tubuh KPK bisa menghambat penyelesaian kasus. Jika menilai pada kasus AKP Robin, Feri menilai ada potensi makelar kasus lain yang bisa terungkap.

"Kalau kita lihat dalam kasus ini, misalnya, keterlibatan pimpinan yang mengaitkan ini dengan relasi personalnya dengan berbagai pihak misalnya dengan pengacara dan lainnya. Aku melihat ini ada indikasi ke depan kewenangan KPK malah disalahgunakan, tidak hanya oleh pegawainya tapi juga pimpinannya. Sampai sejauh ini kan tidak ada upaya untuk memberikan sanksi pimpinan yang terlibat dalam kasus ini," ucap Feri.

"Kasus Robin bagi saya puncak gunung es ya, ini kalau dilihat lebih jauh akan banyak ya, kalau dilihat orang-orang baik disingkirkan di KPK, bukan tidak mungkin nanti apa yang bermasalah akan membuat nama KPK kian tercemar," tutupnya.

Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga terkejut dengan adanya makelar perkara di KPK. Boyamin menyebut kasus Robin membuka mata publik bahwa KPK tidak lagi steril.

"Tapi apapun kasus Robin membuka mata kita semua bahwa ternyata di KPK sekarang tidak steril. Justru itu saya melawan proses penonaktifan 75 orang itu supaya menjaga dalam artian yang baik tetap baik. Kalau ditendang saya khawatir tinggal orang yang tidak militan sehingga banyak yang dipengaruhi orang lain sehingga dikhawatirkan banyak perkara yang ditutup atau dipetieskan apalagi sekarang ada instrumen SP3 berwenang penghentian penyidikan," kata Boyamin.

Terkait dugaan pemberian uang dari Azis Syamsuddin, Boyamin berharap KPK segera menindaklanjutinya dengan segera memanggil Azis. Dia menilai ini menjadi momen bersih-bersih KPK apabila ditemukan lagi adanya makelar perkara.

"Kalau memang ada makelar perkara maka semakin terungkap, sekalian bersih-bersih atau bahasa nggak enaknya kalau memang sudah sulit lagi sementara 75 (pegawai yang tak lolos TWK) nggak ada dan yang di dalam bisa jadi khawatir ada beberapa yang terkait itu juga, ya sudah dibubarkan saja KPK," ucapnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads