Bola Panas Tes Wawasan Kebangsaan KPK

Spotlight

Bola Panas Tes Wawasan Kebangsaan KPK

Tim detikcom - detikNews
Senin, 31 Mei 2021 12:11 WIB
Gedung baru KPK
Gedung Merah Putih KPK (Foto: Andhika Prasetya/detikcom)
Jakarta -

Makin memanas di Gedung Merah Putih, markas para pemberantas korupsi di negeri ini. Sengkarut tes wawasan kebangsaan atau TWK yang diinisiasi Pimpinan KPK untuk alih status pegawai sebagai aparatur sipil negara (ASN) masih bergulir hingga kini.

Sejatinya urusan alih status pegawai ini bermuara pada amanah dari Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 yang merupakan hasil revisi dari UU sebelumnya yaitu UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal 1 ayat (6) UU Nomor 19 Tahun 2019 berbunyi sebagai berikut:

Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aturan turunan dari UU itu lantas diterbitkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara. Selanjutnya Pimpinan KPK mengeluarkan Perkom atau Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 di mana di dalamnya terdapat TWK sebagai mekanisme alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Di sinilah masalah terjadi. Sebab, sebagian pegawai KPK menilai TWK ini dianggap menjadi jalan untuk mengganjal sejumlah pegawai yang dinilai memiliki integritas.

ADVERTISEMENT

Pimpinan KPK Akui TWK Tak Diatur UU

Perihal ini Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pernah angkat bicara. Meski mengakui TWK tidak diatur UU, Ghufron menyampaikan bahwa TWK tidak bertentangan dengan UU.

"Ketentuan lebih lanjut, apa saja. UU kemudian dilaksanakan berdasarkan peraturan teknis PP 41 tahun 2020, yang di pasal 3, itu mempersyaratkan salah satunya, status pegawai KPK tetap dan tidak tetap itu (poin) a, di (poin) b setia NKRI, pancasila, dan pemerintahan yang sah, kemudian kompeten, kemudian berintegritas," ujar Ghufron pada Kamis (27/5/2021).

Merujuk hal itulah lantas, menurut Ghufron, Pimpinan KPK membuat mekanisme TWK. Asesmen itu dibuat oleh KPK bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara atau BKN.

"Bagaimana membuktikan saya memenuhi suatu syarat, kami tidak memiliki cara, tidak memiliki hal untuk itu, kami berkoordinasi dengan BKN, Kemenpan RB, kami merumuskan regulasinya, PP 41 2020 itu kami kemudian turunkan Perkom 1 2021," ujarnya.

"Memang kalau dipertanyakan TWK tidak pernah diatur di UU, tidak pernah diatur UU tapi untuk memenuhi syarat itu bagaimana. Anda mau masuk karyawan di sebuah media, minta berapa, TOEFL-nya 500, apa dokumennya? Bisa dilakukan asesmen sendiri, bisa TOEFL, itu contoh bagaimana ada TWK," imbuhnya.

Dengan dasar-dasar itu, Ghufron menyampaikan bahwa TWK tetap legal. Hasil TWK bisa digunakan sebagai syarat pegawai KPK.

"TWK sah dan legal sebagai sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa pegawai KPK ketika alih stasus kepegawaian itu memiliki landasan hukum," katanya.

75 Pegawai Tak Memenuhi Syarat

Persoalan muncul kala TWK itu mengakibatkan 75 pegawai dianggap tidak memenuhi syarat untuk alih status sebagai ASN. Salah satu dari 75 pegawai itu adalah Novel Baswedan serta sejumlah kepala satuan tugas atau kasatgas penyidikan serta kasatgas penyelidikan yang selama ini berhasil membongkar kasus-kasus dugaan korupsi kelas kakap.

Mereka lantas diminta Pimpinan KPK menyerahkan tugas kepada atasan masing-masing atau dinonjobkan atau dinonaktifkan. Mereka pun menggugat dengan melaporkan Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Ombudsman RI, hingga Komnas HAM.

Pada 17 Mei 2021 Presiden Jokowi sempat menyampaikan sikapnya perihal polemik ini. Bagi Jokowi, TWK bukan menjadi langkah untuk memberhentikan satu pun pegawai KPK.

"Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes," ucap Jokowi seperti disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden kala itu.

"Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi," imbuhnya.

Simak video 'Pegawai Sebut Ada Praktek Korup di Tubuh KPK':

[Gambas:Video 20detik]



51 dari 75 Pegawai Tetap Disingkirkan

Merespons arahan Jokowi, Pimpinan KPK bersama Kepala BKN lantas mengadakan rapat yang diikuti MenPAN RB Tjahjo Kumolo dan Menkum HAM Yasonna Laoly pada Selasa, 25 Mei 2021. Sejumlah pejabat disebut turut mengikuti rapat itu.

"Rapat dipimpin Pak MenPAN, Pak Menkum HAM, Ketua KPK beserta pimpinan, Kepala LAN, KASN, asesor, BKN. Rapat dimulai jam 09.00 sampai 14.30 untuk memutuskan apa yang jadi arahan presiden tentang tindak lanjut dari pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK," kata Kepala BKN Bima Haria Wibisana.

Hasil dari rapat itu lantas disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Dia mengatakan 51 orang dari 75 pegawai yang tidak lulus TWK tidak dapat dibina lagi sehingga masa kerjanya terhitung habis pada 1 November 2021.

"Sedangkan yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor itu sudah warnanya dia bilang udah 'merah', dan dia tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan," kata Alex.

Sedangkan 24 pegawai yang tidak lolos akan dilakukan pembinaan. Mereka akan mengikuti pembinaan wawasan kebangsaan.

Namun Alex enggan membeberkan nama-nama pegawai KPK yang masih bisa mengikuti pembinaan dan mereka yang bakal diberhentikan.

"Jadi untuk nama-nama untuk sementara tidak kami sebutkan dulu. Baik yang masih 24 orang yang masih bisa dilakukan pembinaan maupun yang 51 orang yang dinyatakan oleh asesor tidak bisa dilakukan untuk pembinaan," kata Alex.

Label 'Merah' Pegawai KPK

Belakangan beredar penjelasan mengenai label merah itu. Disebutkan ada 6 kriteria hijau, 7 kriteria kuning, dan 9 kriteria merah.

Redaksi detikcom mendapatkan sumber yang membeberkan mengenai 9 kriteria 'merah' itu. Sebanyak 75 pegawai KPK yang tidak lulus TWK itu dituding termasuk dalam kategori 'merah' itu berdasarkan TWK. Apa saja 9 kriteria 'merah' itu?

1. Menyetujui akan perubahan Pancasila sebagai dasar negara atau terpengaruh atau mendukung adanya ideologi lain (liberalisme, khilafah, kapitalisme, sosialisme atau komunisme, separatisme, menyetujui referendum Papua).

2. Tidak setuju dengan kebijakan pemerintah dalam pembubaran HTI dan FPI, atau kelompok radikal atau kelompok pendukung teroris.

3. Menolak atau tidak setuju revisi UU KPK.

4. Mengakui sebagai kelompok Taliban yang tidak ada ditakuti kecuali takut pada Allah, siapa pun yang menghalangi akan dilawan dan bila perlu akan bergerak tanpa harus melalui jalur prosedur seperti dalam penyadapan dan penggeledahan.

5. Mengakui di KPK ada kelompok Taliban yang dalam menjalankan tugas hanya takut kepada Allah dan kebenaran dan menyetujuinya.

6. Mengakui tidak setuju dengan pimpinan KPK yang selalu mengintervensi setiap penyidikan, menolak kepemimpinan KPK, tidak setuju dengan pencalonan bapak Firli Bahuri sebagai ketua KPK, tidak setuju dengan kebijakan pimpinan KPK.

7. Mengakui sering melakukan tugas dengan mengabaikan prosedur (karena tidak percaya lagi pada pimpinan).

8. Akan memilih keluar dari KPK jika harus dipaksa mengikuti keinginan pimpinan atau pemerintah atau intervensi.

9. Memegang prinsip siapa pun tidak bisa dikendalikan jika tidak sejalan dengan apa yang diyakininya dan akan menentang jika diintervensi oleh pimpinan, Dewas atau pemerintah, akan menolak perintah dari siapa pun jika bertentangan dengan hati nuraninya dan hanya akan takut kepada Tuhan. Yang bersangkutan mengaku sering berselisih paham dengan pimpinan dan/atau teman sejawat, mengikuti demo menentang kebijakan pemerintah.

Mengenai kriteria itu, detikcom telah berupaya menghubungi Kepala BKN Bima Haria Wibisana selaku penyelenggara TWK tersebut. Namun Bima tidak membenarkan sekaligus tidak membantah perihal indikator itu.

"Saya tidak bisa mengkonfirmasi benar tidaknya," ucap Bima secara singkat.

Novel: Pegawai KPK Dikesankan Lebih Buruk dari Koruptor!

Di sisi lain Novel Baswedan menilai pembinaan kembali sebagian pegawai yang tidak lolos TWK merupakan bentuk penghinaan. Dia mengatakan mereka yang akan dibina itu seolah terkesan lebih buruk daripada para koruptor.

"Jadi begini, kan dikatakan bahwa katanya 75 (pegawai KPK yang gagal TWK) ini dibagi dua, ada yang 51 yang tidak bisa dibina kembali, ada yang 24 yang akan dibina. Kami berpandangan bahwa kabar tentang itu hanya upaya men-delay atau justru bisa jadi menghina," kata Novel pada 28 Mei 2021.

"Kenapa saya katakan, karena yang pertama Anda bisa bayangkan kalau ada orang yang tidak bisa dibina, koruptor itu masuk ke lembaga permasyarakatan itu dibina, artinya bisa dibina. Artinya dibuat seolah-olah kami orang yang lebih buruk dari itu tidak bisa dibina lagi, kan luar biasa," sambung Novel.

Menurut Novel, pembinaan terhadap 24 pegawai KPK yang gagal TWK itu sekadar janji. Dia menyebut dasar hukum pada proses TWK tidak jelas dan bermasalah.

"Artinya kami khawatir atau meyakini ini adalah hal yang hanya memberikan janji terlebih dari segala proses yang sebelumnya kami sudah melihat, proses TWK ini kan dasar hukumnya nggak jelas, bermasalah secara substansi dan formalnya," ungkap dia.

"Dan kedua kami pada posisi tidak percaya dengan proses TWK yang ada. Karena apa, kita melihat dalam peraturan yang menjadi dasar itu bukan TWK tapi asesmen TWK itu pemetaan. Hal-hal itu kemudian kami laporkan ke Ombudsman dan Komnas HAM nanti kita lihat karena proses sedang berjalan," lanjut Novel.

Direktur KPK Tantang Debat Firli Bahuri

Ada pula tantangan debat dari Direktur Sosialisasi & Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono pada Ketua KPK Firli Bahuri. Giri merupakan satu dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK.

Tantangan debat soal wawasan kebangsaan antara Giri dan Firli ini mulanya disampaikan oleh akun @NephiLaxmus di Twitter, Sabtu (29/5/2021). Tantangan tersebut lantas diteruskan mantan juru bicara KPK, Febri Diansyah.

"Bagaimana jika Firli vs Giri diadu one-on-one debat dan pamer track record soal Wawasan Kebangsaan di forum terbuka? @MataNajwa bisa fasilitasi," tulis @NephiLaxmus seperti dilihat detikcom, Minggu (30/5).

"Pak @girisuprapdiono bersedia?" tulis @febridiansyah mengutip cuitan tersebut.

Giri pun menyatakan siap menerima tantangan tersebut. Dia ingin yang kalah debat mundur dari jabatannya.

"Dengan senang hati. Syaratnya kalau kalah, Mundur dan meletakkan jabatan. Bisa gitu gak?" balas Giri. detikcom telah mendapatkan izin untuk mengutip pernyataan Giri ini.

"Debat bukan untuk kalah-menang, tetapi pencerahan bagi kita," tambahnya.

Pegawai Lulus TWK Ikut Bersuara

Di sisi lain sebanyak 1.274 pegawai KPK yang dinyatakan lulus TWK direncanakan dilantik sebagai ASN pada 1 Juni 2021. Namun sebagian dari mereka meminta Pimpinan KPK menunda hal itu sebagai bentuk solidaritas.

Hal itu disampaikan Sujanarko yang termasuk dalam 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK. Sujanarko sendiri sudah pensiun pada 19 Mei 2021 yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK. Dia menyebut pada Minggu (30/5/2021) pagi, jumlah pegawai KPK yang meminta penundaan pelantikan ASN itu hampir 600 orang.

"Iya betul. Jam 09.05 WIB, pagi tadi, itu sudah 588. Mungkin sekarang naik lah mendekati 600," ujar Sujanarko.

Sujarnarko mengungkap alasan ratusan pegawai KPK itu meminta penundaan pelantikan sebagai ASN. Mereka disebut ingin KPK menyelesaikan terlebih dahulu polemik TWK.

"Ya alasan ditunda, jadi gini, minta ditunda dengan alasan satu, supaya masalah TWK tuntas karena dia (para pegawai KPK) melihat ada permasalahan di proses TWK. Terus dia melihat ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi) dan Undang-Undang KPK, gitu," tambahnya.

"Yang banyak (minta pelantikan ASN itu) juga di INDA (informasi dan data) itu, di inda itu PJKAKI 100 persen (pegawai yang ingin pelantikan ditunda). Terus yang kedua di pengaduan masyarakat dan pelayanan itu 100 persen minus direkturnya saja. Yang di DNA, data dan analisis anti korupsi, itu sudah 67 (persen). Nah mau naik terus itu (jumlah pegawai yang ingin pelantikan ditunda). Yang belum bergerak itu memang yang ini, yang manajemen informasi karena direkturnya dari Kominfo itu," ungkapnya.

Respons Pimpinan KPK

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron angkat bicara mengenai permintaan dari ratusan pegawai itu. Ghufron menghormati solidaritas para pegawai KPK.

"Solidaritas dari segenap pegawai KPK yang meminta agar pelantikan ditunda sangat kami hargai karenanya akan kami bahas Senin (31/5/2021) besok," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, saat dihubungi, Minggu (30/5/2021).

Namun, Ghufron tidak merinci ada berapa pegawai KPK yang ingin agar pelantikan ASN ditunda. Ghufron hanya mengatakan pimpinan KPK sudah menerima surat permohonan penundaan pelantikan pegawai KPK sebagai ASN pada 1 Juni 2021. Ghufron mengungkap alasan pelantikan pegawai KPK yang lolos TWK di 1 Juni mendatang merupakan bentuk penghormatan di Hari Lahir Pancasila.

"Sesungguhnya komitmen kami untuk melantik pada tanggal 1 Juni hal tersebut untuk memperingati dan menghormati Hari lahir Pancasila. Sehingga secara simbolik untuk menyatakan bahwa pegawai KPK pancasilais," tambahnya.

Halaman 2 dari 3
(dhn/tor)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads