Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin meminta maaf kepada seluruh tenaga kesehatan dan petugas yang menangani Corona (COVID-19) di DKI Jakarta terkait nilai 'E' atau paling buruk yang diberikan Kemenkes kepada DKI dalam penanganan Corona. Budi meluruskan penilaian itu.
Budi menyampaikan permintaan maaf dalam konferensi pers khusus mengklarifikasi penilaian ini. Konferensi pers disiarkan YouTube Kemenkes RI bertajuk 'Keterangan Pers Menteri Kesehatan tentang Klarifikasi Kategorisasi dalam Penilaian Situasi Provinsi', Jumat (28/5/2021).
"Saya menyampaikan permohonan maaf dari saya pribadi dan sebagai Menteri Kesehatan atas kesimpangsiuran berita yang tidak seharusnya terjadi," tutur Budi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi mengklarifikasi perihal penilaian penanganan pandemi virus Corona yang awalnya disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat rapat dengan Komisi IX DPR RI terkait nilai 'E' itu bukanlah penilaian kinerja penanganan COVID-19 di daerah. Dia tegas membantah itu.
"Saya tegaskan, bukan, sekali lagi bukan penilaian kinerja dari daerah baik provinsi, kabupaten, atau kota," kata Budi.
"Itu merupakan indikator risiko yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan secara internal untuk melihat laju penularan pandemi dan bagaimana kita harus merespons, serta kesiapan kapasitas responsnya masing-masing daerah baik itu provinsi, kabupaten, dan kota," imbuhnya.
Dia mengungkapkan indikator risiko itu dibuat berdasarkan pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang terbaru. Budi mengatakan indikator risiko itu digunakan sebagai analisis internal dalam persiapan menghadapi lonjakan kasus sesudah libur Lebaran 2021.
"Sehingga kita bisa melihat intervensi atau bantuan-bantuan apa yang sudah kita lakukan dan even kita sendiri juga masih mendalami apakah ada faktor-faktor lain yang perlu kita lihat berdasarkan pengalaman sebelumnya, untuk bisa memperbaiki respons atau intervensi, kebijakan, ataupun program yang bisa kita lakukan untuk mengatasi pandemi ini," kata Budi.
Menkes Puji Penanganan Corona di DKI
Selain meminta maaf, Budi juga memuji penanganan Corona di DKI. Budi mengapresiasi DKI melakukan testing paling tinggi dibanding daerah lainnya.
"Saya melihat banyak sekali hal-hal yang dilakukan dengan baik, DKI adalah daerah yang testing-nya paling tinggi," ujar Budi dalam siaran langsung di akun YouTube Kementerian Kesehatan, Jumat (28/5).
Menurutnya, ada sejumlah indikator dalam memutus mata rantai virus Corona. Salah satunya melakukan testing.
"Testing sangat menentukan, kalau banyak bilang vaksinasi satu-satunya saya kira tidak, untuk antisipasi pandemi ini untuk menerapkan protokol kesehatan, testing, tracing, treatment harus baik, kesiapan rumah dan strategi perawatannya, perawatannya harus baik dan vaksinasi. Keempat ini harus berjalan berbarengan, vaksinasi tidak menyelesaikan pandemi. Urusan testing saya lihat dari seluruh provinisi, DKI yang paling banyak," katanya.
Selanjutnya, Budi mengatakan ada tiga provinsi yang paling banyak melakukan vaksinasi terhadap lansia. Salah provinsi itu yakni DKI Jakarta.
"Kemudian saya beri contoh vaksinasi, tiga provinsi paling cepat vaksinasi adalah DKI, Bali, dan Jogja, saya terima kasih ke teman-teman kesehatan DKI, aparat Pemprov DKI dan memang lansianya memang paling tinggi di DKI,lebih dari 60 persen sekarang sudah disuntikkan, berkali-kali saya sampaikan lansia kelompok paling rentan, kalau kena (virus Corona) masuk rumah sakit dan wafat paling besar," katanya.
"Sehingga fokus lansia nanti pasca lebaran ketika semua orang lebaran pengen ketemu lansia insyaAllah para lansia kita kalau terkena nggak usah masuk rumah sakit, kalau toh masuk rumah sakit lebih cepat sembuhnya. Sekarang mungkin 65 persen atau lebih yang sudah divaksinasi," ucapnya.
Budi kemudian mengapresiasi penanganan COVID-19 baik ditingkat puskesmas maupun rumah sakit umum daerah (RSUD). Budi juga memuji fasilitas yang ada di RSUD Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
"Saya melihat bahwa banyak keunggulan yang sudah dilakukan oleh teman-teman DKI, jadi apresiasi saya terhadap seluruh aparat pemerintahan yang ada di DKI, seluruh tenaga kesehatan yang ada di DKI mulai dari ibu Kepala Dinas, pimpinan rumah sakit daerah dan pegawainya, dokter, susternya, puskesmas, saya datang di beberapa puskesmas di Indonesia, dua diantaranya di DKI, Setiabudi dan Kramat Jati, saya lihat bagaimana mereka bekerja dengan sangat keras," ujarnya.
"Mereka mengejar-ngejar lansia itu supaya bisa disuntikkan, saya juga datang ke RSUD Pasar Minggu, saya kaget juga RSUD bagus sekali, gedungnya baik dan gimana mereka mengatur dengan segala keterbatasan jumlah tenaga dokter dengan mengatur ruang isolasi untuk menampung lonjakan pasien-pasien yang masuk itu saya apresiasi," katanya.
Lebih lanjut, Budi kemudian memuji tenaga kesehatan dan seluruh petugas di DKI Jakarta yang telah bekerja selama pandemi Corona. Dia mengatakan kinerja dari para petugas di DKI Jakarta adalah salah satu yang terbaik di Indonesia.
"Bahwa indikator risiko ini tidak harusnya menjadi penilaian kinerja di salah satu provinsi yang sebenarnya adalah satu provinsi yang terbaik dan tenaga kesehatannya juga sudah melakukan hal-hal yang paling baik selama ini," imbuhnya.
Selanjutnya Respons Anies terkait permintaan maaf Menkes >>>
Anies Apresiasi Permintaan Maaf Menkes
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengapresiasi permintaan maaf dari Menkes Budi Gunadi Sadikin. Selain itu, Anies juga meminta Kemenkes agar mengubah cara penilaian kinerja dalam penanganan Corona di Indonesia.
"Penilaian dengan skema seperti yang sempat dikeluarkan oleh Wamenkes itu justru berisiko mengganggu kerja serius penanganan pandemi. Untuk itu, kami mengapresiasi klarifikasi Pak Menkes. Pak Menkes paham betul dan sudah terbiasa kerja berbasis sains dan bukti lapangan," kata Anies dalam keterangannya, Jumat (28/5).
"Kami merasakan sekali, sejak Pak Menkes menjabat Desember 2020 lalu, kerja bersama kita jadi amat baik. Beliau cerdas, bijak, open minded, cepat sekali bekerjanya, dan selalu mengutamakan kolaborasi," tambah Anies.
Selain itu, Anies juga menyampaikan bahwa Pemprov DKI terbuka untuk berdiskusi dan bekerjasama dengan Kemenkes. Anies dengan senang hati akan berdiskusi mengenai standar baru dari WHO dalam melihat laju penularan pandemi dan respons daerah pada penanggulangan wabah COVID-19.
"Kami berharap, Kementerian dapat me-review kembali cara penghitungan kondisi risiko di situasi wilayah yang mana bukan sebagai penilaian kinerja COVID-19," ujar Anies.
Sementara itu, dalam hal treatment, keterisian tempat tidur (bed occupancy ratio/BOR) DKI Jakarta saat ini masih di kisaran 30%, padahal sekitar 20-30% RS DKI Jakarta merawat warga non-KTP DKI Jakarta. DKI Jakarta turut menyangga wilayah Bodetabek dalam penyiapan BOR untuk penanganan pandemi nasional.
Awal Mula Polemik Nilai 'E' untuk DKI
Sebelumnya, pemerintah pusat menyampaikan penilaian terhadap kualitas pengendalian pandemi tingkat provinsi. Hasilnya, tak ada satu pun daerah yang dianggap melakukan penanganan dengan baik.
Hal itu disampaikan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat rapat dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (27/5). Data yang dipaparkannya berasal dari minggu epidemiologi ke-20 atau 16 hingga 22 Mei 2021.
Dante awalnya bicara soal bed occupancy rate (BOR) atau tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit yang rata-rata masih terbatas di seluruh wilayah Indonesia. Dia memastikan Kemenkes terus melakukan persiapan jika ke depannya terjadi lonjakan kasus Corona.
Dante kemudian memaparkan data tiap daerah terkait kondisi bed occupancy rate hingga pelayanan kesehatan selama pandemi. Salah satu yang disorot adalah kondisi di DKI Jakarta yang mendapat penilaian kategori E.
"Atas rekomendasi, kami buat matriks, tadi ada beberapa daerah yang mengalami masuk kategori D dan ada yang masuk kategori E, seperti Jakarta, tapi ada juga yang masih di C. Artinya tidak terlalu, BOR dan pengendalian provinsinya masih baik," ucap Dante.
"Begitu juga kualitas pelayanan. Atas rekomendasi tersebut, maka kami perlihatkan masih banyak yang masih dalam kondisi kendali kecuali di DKI Jakarta ini kapasitasnya E karena di Jakarta BOR sudah mulai meningkat dan juga kasus tracing-nya tidak terlalu baik," sambungnya.