Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syarief Alkadrie mengevaluasi beberapa kebijakan pemerintah dalam mencegah penyebaran COVID-19 pada bulan Ramadhan 2021 ini. Syarief menilai kebijakan larangan mudik dan pembukaan tempat wisata ibarat buah simalakama.
"Evaluasinya itu mungkin penyampaian, edukasi ke masyarakat ini juga penting, supaya mereka ini mengerti aturan ini untuk kepentingan dia. Harus ada edukasi," kata Syarief kepada wartawan, Jumat (21/5/2021).
Syarief juga melihat pemerintah seolah tidak adil kepada masyarakat. Sebab, pemerintah mengizinkan tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia, sementara warga negara sendiri dilarang mudik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua saya lihat memang yang masuk ke masyarakat seolah-olah tidak adil. TKA boleh, umpamanya kan, orang dari luar datang. Bahkan jebol kemarin yang India itu. Akibatnya, terjadi ada penularan, ada virus baru, varian baru," sebut Syarief.
Supaya terlihat adil, menurut Syarief, seharusnya pemerintah juga menunda masuknya TKA ke Indonesia. Selain itu, dia menilai semestinya pemerintah menutup sementara tempat wisata.
"Jadi saya kira sebenarnya kalau mau diatur seperti itu, dilarang seperti itu, semuanya, wisata pun nggak usah (dibuka). Akhirnya wisata membludak, tak bisa ditangani," terang Syarief.
"Seharusnya kemarin berlaku semua. Ibaratnya malah buah simalakama kan. Ini semua saya kira yang memang harus menjadi perhatian," imbuhnya.
Lebih lanjut, Syarief menganggap filosofi kebijakan larangan mudik dengan pembukaan tempat wisata bertolak belakang. Pimpinan Komisi V DPR dari Fraksi NasDem itu mengingatkan pemerintah agar setiap kebijakan yang dibuat harus seirama.
"Itu salah, karena bertolak belakang, Filosofinya kan untuk keamanan, tidak terjadi kerumunan. Kalau tolok ukurnya tidak terjadi kerumunan seharusnya sama semua. Apalagi orang nggak mudik kan, dia cari tempat hiburan, namanya masyarakat kita sudah terbiasa, apalagi mereka nggak bisa pulang, mereka di Jakarta, libur, mereka lakukan itu (pergi ke tempat wisata)," papar Syarief
"Padahal sama juga, munculkan kerumunan juga. Makanya saya bilang iramanya harus sama. Jadi kalau iramanya sama, penerapannya sama, mereka juga diberikan pemahaman, ini adalah kepentingan dia dan kepentingan keluarganya," imbuhnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya.
Syarief meminta pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh. Sedangkan untuk mengantisipasi lonjakan COVID-19 pasca-Ramadhan, dia meminta pemerintah secara masif menggelar swab test, khususnya di wilayah Jabodetabek.
"Pemerintah pusat harus koordinasi secara intensif dengan Jabodetabek, sampai ke tingkat RT. Saya dengar sudah ada pendataan dari RT-RW masing-masing, tapi ini harus betul-betul terkoordinasi supaya mereka ini bisa terdeteksi, bisa diminimalisir. Terakhir saya pesan, ini harus masif berkaitan dengan vaksin, vaksinasi," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Satgas Penanganan COVID-19 sudah melihat tanda-tanda Indonesia berpotensi menghadapi gelombang kedua Corona. Satgas COVID-19 mengatakan ada tiga hal mengkhawatirkan, mulai dari tingginya mobilitas masyarakat pada periode Lebaran, turunnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dan peningkatan kasus harian di beberapa provinsi.
"Apakah Indonesia mungkin terjadi lonjakan kasus yang luar biasa? Iya sangat mungkin," kata Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19 Sonny Harry B Harmadi dalam diskusi yang disiarkan Forum Merdeka Barat 9, Kamis (20/5).