Komitmen pemerintah mewujudkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dikritisi mahasiswa. Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menilai komitmen pemerintah belum tampak nyata untuk mewujudkan penggunaan energi ramah lingkungan ini.
Pernyataan sikap GMKI diterima detikcom lewat keterangan tertulis pada Senin (19/4/2021).
Indonesia sudah mempunyai UU Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement to The United Nations Framework Convention On Climate Change. Namun, dilansir Antara, realisasi pemanfaatan energi terbarukan pada 2021 baru 11,2 persen dari target 32 persen pada 2025.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PP GMKI menilai pemerintah mengabaikan Paris Agreement, yang telah disepakati 194 negara, termasuk Indonesia, pada 2016.
"Ini menandakan bahwa pemerintah Indonesia belum menunjukkan komitmennya mengenai penggunaan energi bersih terbarukan," kata Ketua Umum PP GMKI Jefri Gultom.
Pengurus Pusat (PP) GMKI menilai komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi C02 kurang tampak. Transisi energi bersih sulit tercapai akibat porsi batu bara terus meningkat hingga 2024 mengingat total keseluruhan sumber daya batu bara di Indonesia masih 143 miliar ton, sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: BEM SI: Terorisme Tak Punya Agama |
Di sisi lain, investasi proyek energi baru terbarukan juga tidak menarik sehingga investasi juga dinilainya sulit dilakukan. Kementerian juga tidak bersinergi dalam pengembangan energi terbarukan.
Selanjutnya, tawaran solusi:
Solusi
GMKI menawarkan solusi. Untuk mendorong akselerasi EBT dalam memenuhi target 23 persen pada 2025, PP GMKI mendorong pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) EBT agar mengatur kemudahan berinvestasi proyek EBT di Indonesia, khususnya investor lokal.
PP GMKI juga mendorong pemerintah membangun akses energi di daerah serta melibatkan desa dalam pengembangan potensi energi terbarukan. Kementerian Dalam Negeri perlu mendorong kepala desa agar mewujudkan energi bersih di desa serta mempermudah izin kepada Investor.
Kementerian ESDM mengajak kepala desa untuk memetakan potensi EBT serta membuat modul dan pelatihan teknis dalam menggarap EBT. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) mengarahkan agar anggaran desa tidak hanya fokus pada infrastruktur jalan tetapi ada fokus pengembangan EBT. Kementerian Lingkungan bersinergi dengan kepala desa untuk menghitung efektivitas EBT serta mencari solusi alternatif seperti energi biomassa dari kotoran hewan dalam mengurangi gas rumah kaca.
PP GMKI meminta pemerintah untuk mewujudkan energi masa depan, yakni baterai dari nikel sulfat dan kobalt sulfat. PP GMKI berharap pemerintah tidak bergantung pada investasi atau penanaman modal asing.
"Sumber daya alam kita melimpah, Indonesia harus berdaulat dalam energi," tandas Jefri Gultom.