Dalam sepekan, Indonesia digemparkan 2 aksi teror yaitu bom bunuh diri di Makassar dan penyerangan di Mabes Polri. Namun, ternyata ada yang menganggap aksi teror itu rekayasa.
Hal itu diungkap oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono. Awalnya, dia membahas hal-hal yang perlu dicermati dalam penanggulangan terorisme. Salah satunya adalah gerakan radikal.
"Yang pertama adalah gerakan radikal yang ada sebagian masih tidak percaya atau sebagian sengaja tidak percaya, ini masih terjadi di masyarakat bahkan ada yang berpendapat bahwa kasus Makassar, terus kemudian juga penembakan di Mabes Polri itu rekayasa kata mereka," kata Rusdi dalam diskusi virtual di kanal YouTube Public Virtue Institute, Minggu (4/4/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelompok yang tidak percaya aksi teror ini terjadi kemudian membuat narasi di tengah publik. Akibatnya, menurut Rusdi, masyarakat jadi kebingungan.
"Masih ada kelompok-kelompok seperti itu yang tidak percaya dan sengaja memang membuat masyarakat jadi bingung, ini realita yang perlu kita hadapi bersama," ungkapnya.
Kelompok Teror Menyasar Anak Muda
Saat ini, hal yang jadi sorotan juga soal anak muda bergabung dengan kelompok teror. Seperti diketahui, pelaku teror di Makassar dan Mabes Polri sama-sama baru berusia 20-an tahun. Ini juga menjadi antisipasi Polri.
"Kemudian realita yang kedua adalah bagaimana tantangannya ke depan, kelompok teror sudah menyasar anak muda, kasus di Makassar dan kasus di Mabes Polri itu anak-anak muda, kelahiran tahun '95, ini jelas sekali ini perlu kita antisipasi karena kelompok-kelompok teror sekarang telah menyusur daripada anak-anak muda di negeri ini," ucapnya.
Tantangan lain juga diungkap oleh Rusdi yaitu soal kamuflase yang dipakai kelompok teror. Seperti apa bentuknya?
Simak di halaman berikutnya.