Kala Ada yang Anggap Teror di Makassar dan Mabes Polri Rekayasa

Round-Up

Kala Ada yang Anggap Teror di Makassar dan Mabes Polri Rekayasa

Tim detikcom - detikNews
Senin, 05 Apr 2021 08:14 WIB
Jakarta -

Dalam sepekan, Indonesia digemparkan 2 aksi teror yaitu bom bunuh diri di Makassar dan penyerangan di Mabes Polri. Namun, ternyata ada yang menganggap aksi teror itu rekayasa.

Hal itu diungkap oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono. Awalnya, dia membahas hal-hal yang perlu dicermati dalam penanggulangan terorisme. Salah satunya adalah gerakan radikal.

"Yang pertama adalah gerakan radikal yang ada sebagian masih tidak percaya atau sebagian sengaja tidak percaya, ini masih terjadi di masyarakat bahkan ada yang berpendapat bahwa kasus Makassar, terus kemudian juga penembakan di Mabes Polri itu rekayasa kata mereka," kata Rusdi dalam diskusi virtual di kanal YouTube Public Virtue Institute, Minggu (4/4/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelompok yang tidak percaya aksi teror ini terjadi kemudian membuat narasi di tengah publik. Akibatnya, menurut Rusdi, masyarakat jadi kebingungan.

"Masih ada kelompok-kelompok seperti itu yang tidak percaya dan sengaja memang membuat masyarakat jadi bingung, ini realita yang perlu kita hadapi bersama," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Kelompok Teror Menyasar Anak Muda

Saat ini, hal yang jadi sorotan juga soal anak muda bergabung dengan kelompok teror. Seperti diketahui, pelaku teror di Makassar dan Mabes Polri sama-sama baru berusia 20-an tahun. Ini juga menjadi antisipasi Polri.

"Kemudian realita yang kedua adalah bagaimana tantangannya ke depan, kelompok teror sudah menyasar anak muda, kasus di Makassar dan kasus di Mabes Polri itu anak-anak muda, kelahiran tahun '95, ini jelas sekali ini perlu kita antisipasi karena kelompok-kelompok teror sekarang telah menyusur daripada anak-anak muda di negeri ini," ucapnya.

Tantangan lain juga diungkap oleh Rusdi yaitu soal kamuflase yang dipakai kelompok teror. Seperti apa bentuknya?

Simak di halaman berikutnya.

Awalnya, Rusdi bicara soal terorisme dan demokrasi. Dia menjamin penindakan terorisme oleh Polri tidak mengancam demokrasi karena tidak menyasar kelompok yang kritis ke pemerintah.

"Penindakan aksi teror tidak mengancam demokrasi, karena suara kritis itu tidak menjadi target sasaran daripada penanganan terorisme," ungkap Rusdi.

Polri akan menyasar kelompok teror yang pintar berkamuflase. Mereka adalah kelompok yang senantiasa melontarkan narasi-narasi radikal yang diistilahkan sebagai kebebasan berpendapat.

"Tetapi kelompok teror ini pintar sering berkamuflase mereka, aksi teror yang didahului dengan narasi radikal, mereka sebut sebagai bagian daripada kebebasan berpendapat. Ini hal seperti ini sering terjadi sekali, terjadi di masyarakat ketika dia bicara bahwa ini kebebasan berpendapat, padahal kami dari Polri kami tentunya bisa mengetahui latar belakang daripada kelompok-kelompok ini," ungkapnya.

Rusdi mengatakan masyarakat Indonesia harus sepakat untuk membangun demokrasi yang sehat dalam bingkai toleransi. Rusdi mengajak masyarakat untuk menciptakan iklim demokrasi yang kondusif sesuai yang diharapkan oleh bangsa dan negara.

"Dan tentunya kita sepakat bahwa Indonesia, kita membangun satu demokrasi yang sehat, demokrasi yang sehat adalah bagaimana demokrasi di dalamnya pun toleransi hidup dengan sehat, dengan cara-cara seperti ini demokrasi yang sehat, toleransi juga sehat, maka kita dapat menjalankan bagaimana bangsa dan negara ini bisa sesuai yang kita ciptakan bersama," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads