Suharjito menyampaikan keluh kesah terkait kasus dugaan suap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, yang turut menjerat dirinya. Dia mengaku sedih karena menjadi tersangka gara-gara dimintai fee saat mengurus izin ekspor benih lobster atau benur.
Keluh kesah itu disampaikan Suharjito saat berada di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (24/3/2021). Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) yang kini telah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan suap Edhy Prabowo ini mengaku dirinya hanya berupaya agar mendapat izin ekspor setelah merugi.
"Saya nggak ngerti, saya kan mengajukan untuk ekspor kemarin karena aku lagi percobaan kan, 12 kali rugi," kata Suharjito.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keluh kesah Suharjito tak berhenti di situ. Dia mengaku sedih karena harus berada di tahanan. Dia mengaku tak mungkin terlibat kasus korupsi jika tak dimintai fee oleh pihak Edhy Prabowo.
"Sedih aku, aku ini orang usaha biasa. Jadi dengan aku punya nasib seperti ini, sedih aku. Aku punya karyawan banyak, kalian tahu kan saya. Aku punya seribu karyawan, sementara aku di sini (ditahan). Saya harus bayar pajak, bayar karyawan dengan kondisi COVID-19 seperti ini. Sedih saya," ujar Suharjito.
"Bukan apa-apa, kalau aku nggak diminta commitment fee, nggak mungkin aku begini," imbuhnya.
Keluh Kesah Berlanjut di Sidang
Keluh Kesah Suharjito berlanjut di persidangan. Dia mengaku kesulitan mendapat izin ekspor benur dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga ada permintaan fee dari staf khusus Edhy Prabowo.
Hal itu diungkapkan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (24/3/2021). Suharjito, yang duduk sebagai terdakwa, bicara saat akan bertanya ke ahli a de charge (ahli meringankan).
"Saya ini udah usaha budi daya 5 tahun, dengan adanya peraturan menteri terbaru itu ada budi daya lobster. Saya itu terpilih, dan juga buat budi daya lobster, saya udah 5 tahun budidaya udang tambak hampir sama. Di kemudian hari aturan itu disampaikan untuk izin ekspor BBL (benih bening lobster), dan budi daya. Harapan saya ajukan (permohonan izin budi daya lobster) ini agar bisa berkembang, maka dari itu saya ajukan izin ke KKP," ungkap Suharjito.
Suharjito mengaku susah mendapat izin budi daya dan ekspor benur. Padahal, menurutnya, dia adalah pengusaha yang berpengalaman dalam hal budi daya.
"Kita alami kesulitan dalam urusan izin yang notabenenya saya tanyakan ke anak buah saya, Agus, 'Kenapa masalahnya, Gus, coba tanyakan ke Dirjen Budi Daya apa masalahnya'. Saudara Agus nanya ke Dirjen Budi Daya, (diminta) tanyakan stafsus, di situlah ada letak komitmen yang harus disampaikan ke saya, ada komitmen yang lainnya juga begitu," imbuh Suharjito.
Dia mengaku diminta stafsus Edhy Prabowo untuk menyerahkan uang Rp 5 miliar jika ingin izinnya terbit. Menurut Suharjito, dirinya telah menyerahkan uang USD 77 ribu.
"Ya sudah akhirnya saya membayar komitmen itu 77 ribu dolar AS yang disampaikan Agus. Saya cicil, 77 ribu dolar AS sama dengan Rp 1 miliar," sebutnya.
Dia mengajukan dirinya sebagai justice collaborator (JC). Suharjito berjanji buka-bukaan soal kasus ini.
KPK Minta Keluh Kesah Disampaikan di Sidang
KPK meminta Suharjito menyampaikan fakta yang diketahuinya di persidangan. Menurut KPK, ucapan Suharjito di persidangan bakal dipertimbangkan sebagai alat bukti.
"Silakan yang bersangkutan sampaikan fakta-fakta yang diketahuinya di depan persidangan, baik saat memberikan keterangan sebagai terdakwa maupun nanti sebagai saksi untuk tersangka EP dkk," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.
"Kami analisa lebih lanjut keterangannya tersebut dengan mengonfirmasi pada saksi-saksi dan alat bukti lainnya," sambungnya.
Suharjito sendiri didakwa memberi suap ke Edhy senilai Rp 2,1 miliar. Suap disebut diberikan saat Edhy menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Terdakwa Suharjito telah melakukan beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang seluruhnya USD 103 ribu dan Rp 706.055.440 kepada Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu kepada Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Menteri KP RI)," ujar jaksa KPK Siswandono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/2).
USD 103 ribu itu setara dengan Rp 1,4 miliar. Jadi, jika ditotal dengan Rp 706 juta, uang yang diberikan Suharjito ke Edhy senilai Rp 2,1 miliar.
Jaksa menyebut uang suap diberikan ke Edhy melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi, lalu Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo Iis Rosita Dewi, dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Siswadhi Pranoto Loe. Suap disebut diberikan agar Edhy mempercepat perizinan budi daya benih lobster ke PT DPP.
Jaksa mendakwa Suharjito melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Selain Suharjito, KPK juga telah menetapkan Edhy Prabowo, Safri, Andreau, Ainul Faqih, Amiril dan Siswadi sebagai tersangka. Mereka segera disidang.