Epidemiolog Unair: Tak Ada Unsur Babi di Produk Akhir Vaksin AstraZeneca

Epidemiolog Unair: Tak Ada Unsur Babi di Produk Akhir Vaksin AstraZeneca

Tim detikcom - detikNews
Minggu, 21 Mar 2021 13:31 WIB
Jakarta -

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair), M Atoillah Isfandi, memastikan tidak ada unsur babi dalam produk akhir vaksin COVID-19 AstraZeneca. Atoillah menyebut enzim tripsin babi hanya digunakan dalam proses awal penanaman untuk menumbuhkan virus pada sel inang.

"Setelah virus ditanam kemudian tumbuh, maka virusnya dipanen. Pada proses itu, menurut saya, pada dasarnya tidak ada persentuhan lagi antara tripsin dan si virus karena urusan si tripsin ini hanya dengan media tanamnya," kata Atoillah dalam keterangan tertulis, Minggu (21/3/2021).

"Untuk itu, di produk akhir vaksin COVID-19 AstraZeneca sudah tidak ada unsur babi sama sekali," imbuhnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Atoillah kemudian menganalogikan pembuatan vaksin menggunakan enzim tripsin babi dengan penanaman pohon menggunakan pupuk kandang. Dia menilai buah yang pohonnya ditanam menggunakan pupuk kandang tidak menjadi najis.

"Ibarat analoginya jika kita menanam pohon, menggunakan pupuk kandang yang kandungannya termasuk najis, tetapi ketika menghasilkan buah, maka si buah tidak lantas menjadi najis juga," sebut Atoillah.

ADVERTISEMENT

Atoillah mengaku juga sudah mengkonfirmasi ke pihak AstraZeneca. Menurutnya, vaksin COVID-19 AstraZeneca halal.

"Kemarin saya juga sudah konfirmasi ulang ke pihak AstraZeneca, dan ternyata mereka tidak melibatkan tripsin dalam proses pemisahan. Tripsin itu hanya digunakan untuk media pembiakan. Jadi menurut saya, vaksin ini lebih aman dan halal," sebut Atoillah.

Selain itu, Atoillah menjelaskan 5 kaidah yang menjadi pertimbangan dalam menentukan halal dan haramnya suatu vaksin. Kaidah-kaidah ini Atoillah sarikan dari berbagai dalil yang ada di dalam Al-Quran dan hadis.

Baca 5 kaidahnya di halaman berikutnya.

Berikut ini 5 kaidahnya:

1. Kaidah yakin
Suatu vaksin dikatakan halal jika masih tahap percobaan, seperti clinical trial fase-1, langsung dikomersialkan atau langsung dipakai.

2. Kaidah Niat
Artinya, sebagus apa pun bendanya, proses pembuatannya, jika tujuannya untuk kemudaratan (keburukan), pasti haram.

3. Kaidah Masyaqqat
Artinya, jangan sampai dalam proses vaksinasi nantinya menimbulkan penyakit yang lain. Apabila efek samping yang ditimbulkan dari vaksinasi ini cukup besar, maka vaksin itu menjadi haram. Misalkan, setelah divaksinasi nantinya akan menyebabkan kanker, hal itu tidak boleh.

4. Kaidah Adh Dhararu/Kaidah Kedaruratan
Jadi dalam kondisi darurat, hal-hal yang menyebabkan haram itu kemudian dapat gugur. Jadi, meski ada unsur babinya, karena hal ini darurat, maka itu menjadi halal. Hingga nanti menemukan vaksin yang tidak menggunakan tripsin dari babi, maka vaksin yang ada hari ini tetap halal. Saat nanti ditemukan vaksin dengan tripsin dari sapi atau status pandemi COVID-19 ini berubah menjadi endemi saja, barulah dapat dikatakan kedaruratan dari permasalahan ini sudah lewat. Maka ketika vaksinasi COVID-19 ini menjadi elektif, di situlah kemudian masyarakat bisa memilih vaksin yang benar-benar halal. Pernyataan bahwa vaksin COVID-19 AstraZeneca ini haram tetapi boleh digunakan dari MUI menurut saya berasal sudut pandang ini.

5. Kaidah Al Urf
Ini adalah terkait dengan kearifan lokal. Namun Atoillah menilai kalau poin yang ini kurang cocok untuk diimplementasikan dalam vaksin. Al Urf ini contohnya acara selamatan. Selama itu tidak melanggar akidah intinya, boleh.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads