Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa membela Serda Aprilio Perkasa Manganang soal protes yang pernah dilontarkan Filipina pada SEA Games 2015. Andhika menegaskan saat itu Manganang pun tak tahu mengenai kondisi medisnya.
"Satu hal yang saya jelaskan pada saat konferensi pers pertama. Makanya saya mulai dengan kondisi orang tua, waktu hakim menanyakan orang tua sebagai saksi lihat ya? Jadi saya mulai dengan itu. Orang tua termasuk orang yang tidak punya dan juga pendidikannya kurang. Ayah lulus SD saja, ibu tidak lulus SD, plus ekonomi, ibu Suryati ini profesinya sebagai asisten rumah tangga, ayah sebagai buruh di kebun. Jadi satu hal yang bisa saya ucapkan bagi yang menanyakan bahkan dari dunia internasional. Bahwa tidak ada kesengajaan, itu saja," ujar Andika di Mabes TNI AD, Jalan Veteran, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (19/3/2021).
Andika menjelaskan saat itu tim dari SEA Games juga telah memeriksa Manganang. Kala itu, panitia memutuskan Aprilio Manganang, yang saat itu berstatus perempuan, bisa mengikuti pertandingan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi Aprilia waktu itu berada di tim, kan juga dilakukan pemeriksaan oleh tim, misalnya SEA Games, kan ada juga tim dari tuan rumah yang bertindak untuk melakukan pemeriksaan. Nah itu pun diputuskan masih bisa bergabung," katanya.
Andika menegaskan tidak ada kesengajaan dari Manganang maupun tim voli Indonesia untuk memanfaatkan kondisi medis tersebut. Sebab, lanjutnya, selama hidupnya saat itu, Manganang meyakini dirinya adalah perempuan.
"Tapi yang paling penting adalah tidak ada kesengajaan. Dianya juga nggak tahu, karena apa? Coba saya ingin tahu, kita ingat nggak umur 28 tahun lalu atau lebih muda, mayoritas kita apa yang diucapkan ibu atau ayah kita itu benar. Sehingga sampai sekarang pun apa yang diucapkan ibu, yang selalu memperlakukan dia, manggilnya juga 'Lia', apa yang bisa dilakukan," tutur Andika.
"Jadi sama sekali tidak ada kesengajaan untuk misalnya, 'oh supaya menang tim voli, oleh karena itu saya pura-pura saja jadi perempuan'. Itu saja, selebihnya itu terserah," sambung dia.
Andika pun menjelaskan operasi korektif atau corrective surgery yang dilakukan terhadap Manganang ini merupakan murni bentuk kemanusiaan dari TNI AD. Sebab, menurutnya, memang sudah takdir Manganang untuk menjadi laki-laki.
"Ini murni kemanusiaan. Jadi apa pun yang terjadi kita sudah melakukan yang diperlukan dan diinginkan dan kebetulan menjadi takdirnya lanang dan juga kakaknya," ujar Andika.
Sebelumnya diberitakan, media asing turut menyoroti kisah mantan atlet voli, Aprilio Manganang, yang didiagnosis mengidap penyakit hipospadia dan menjalani corrective surgery sebelum status jenis kelaminnya ditetapkan oleh pengadilan sebagai laki-laki.
Seperti dilansir media Rusia, RT, Jumat (19/3/2021), kisah Manganang diulas oleh media tersebut dalam artikel berjudul 'Debate breaks out after Indonesian women's volleyball star confirmed to be a MAN'.
"Salah satu pemain voli wanita top Indonesia, Aprilia Manganang, telah dikonfirmasi sebagai laki-laki secara biologis, memicu perdebatan online tentang apa artinya bagi penampilan sebelumnya untuk timnya," tulis RT mengawali artikelnya.
RT dalam artikelnya mengulas bagaimana Manganang pensiun dari profesinya sebagai atlet pada 2020 dan bergabung dengan TNI Angkatan Darat. RT mengutip pernyataan TNI AD yang menyebut Manganang bukan transgender karena berjenis kelamin laki-laki sejak lahir dengan gangguan kesehatan yang disebut hipospadia--kelainan bentuk kelamin yang dialami bayi laki-laki.
"Status jenis kelamin Aprilia telah sejak lama menjadi topik perdebatan, karena tubuh maskulin sang pemain sering kali menonjol dibanding pemain wanita lainnya, dengan lawan-lawannya terus-menerus mempertanyakan jenis kelamin sang atlet," sebut RT dalam ulasannya.
RT juga mengulas protes yang dilontarkan Filipina untuk jenis kelamin Manganang dalam SEA Games 2015. "Pada SEA Games tahun 2015, tim Filipina meminta penyelenggara melakukan tes jenis kelamin, tapi permohonan mereka ditolak, dengan Aprilia bersikeras bahwa dirinya perempuan," tulis RT.
"Pengungkapan ini memicu perdebatan di media sosial, dengan beberapa pengguna bahkan menyerukan otoritas voli internasional untuk melarang tim Indonesia, yang diduga diuntungkan dari keuntungan tidak adil selama bertahun-tahun dengan seseorang yang secara biologis pria berkompetisi melawan wanita. Namun, yang lainnya, menolak seruan itu," imbuh artikel RT.