"Jadi pertanyaannya, mungkin rumahnya bisa dibeli, sasaran targetnya meningkat, tapi rumahnya bisa dijual dengan kelompok yang berbeda tapi nasib mereka yang penghasilan Rp 7-8 juta itu so what? Apakah mereka akan dibawa ke rumah sewa? Artinya target kepemilikan rumahnya mungkin akan berbeda, sasaran targetnya mungkin mereka ke rumah sewa, sementara mereka-mereka yang punya kemampuan lebih, bisa mendapatkan rumah," sebut Yayat.
"Bisa dikatakan rumah DP Rp 0 ini adalah program yang mengubah sasarannya, kemudian sasaran awalnya tidak dapat terpenuhi, karena memang kriterianya tidak pas. Yang pendapat kecil ini akan dibantu apa?" imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, batas penghasilan tertinggi MBR dalam syarat program Rumah DP Rp 0 naik dari semula Rp 7 juta menjadi 14 juta. Wagub DKI Ahmad Riza Patria menyebut aturan baru itu sudah diperhitungkan.
"Ya itu sudah diperhitungkan ya," ujar Riza di Pondok Pesantren Modern YPKP, Jalan Raya Pondok Karya Pembangunan RT 001 RW 008, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, Senin (15/3).
Riza menuturkan dalam program Rumah DP nol rupiah ini membutuhkan penilaian yang cukup agar proses pembangunannya berjalan baik, termasuk pembayaran iuran yang terpenuhi. Meski demikian Pemprov DKI tetap mencari terobosan agar masyarakat kecil mampu mendapat hunian yang layak.
"Kami terus membantu mencari terobosan-terobosan bagi masyarakat kecil untuk mendapatkan hunian seperti janji Anies-Sandi yang sudah disampaikan juga. Dan kami terus melakukan pembangunan daripada perumahan DP 0 persen, apakah Rusunami maupun Rusunawa," jelasnya.
(rfs/jbr)