ICW Nilai Vonis 6 Tahun ke Nurhadi Terlalu Ringan: Layak Dipenjara Seumur Hidup

ICW Nilai Vonis 6 Tahun ke Nurhadi Terlalu Ringan: Layak Dipenjara Seumur Hidup

Farih Maulana Sidik - detikNews
Jumat, 12 Mar 2021 10:14 WIB
Kurnia Ramadhana
Kurnia Ramadhana (Foto: Ari Saputra)
Jakarta -

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis 6 tahun bui serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai vonis terhadap Nurhadi tersebut sangat ringan.

"Putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi, sangat ringan, berpihak pada terdakwa, dan amat melukai rasa keadilan masyarakat," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Jumat (12/3/2021).

Kurnia menyebut vonis tersebut juga akan membuat para mafia peradilan tidak akan pernah jera dan tetap akan melakukan praktik korupsi. Semestinya, kata dia, dengan kejahatan yang dilakukannya, Nurhadi layak divonis penjara seumur hidup.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ia (Nurhadi) sangat layak untuk divonis penjara seumur hidup, denda Rp 1 miliar, dan seluruh aset hasil kejahatan yang ia kuasai dirampas untuk negara," ucapnya.

ICW menjelaskan setidaknya ada beberapa hal Nurhadi layak diberi vonis lebih berat. Pertama, Nurhadi melakukan kejahatannya saat menjabat sebagai pejabat tinggi lembaga kekuasaan kehakiman.

ADVERTISEMENT

"Tentu suap-menyuap yang ia lakukan dengan sendirinya meruntuhkan wibawa Mahkamah Agung. Kedua, Nurhadi tidak kooperatif saat menjalani proses hukum. Hal itu terbukti tatkala ia melarikan diri dan terlibat dalam insiden pemukulan pegawai rumah tahanan KPK," katanya.

"Ketiga, selama proses persidangan Nurhadi tidak mengakui praktik korupsi yang ia lakukan. Padahal fakta persidangan menunjukkan sebaliknya, ia diduga menerima miliaran rupiah dari Hiendra Soenjoto," tambahnya.

Simak video 'Terima Suap-Gratifikasi Rp 49 M, Nurhadi Divonis 6 Tahun':

[Gambas:Video 20detik]



Kurnia menyebut tidak habis pikir ketika mendengar pertimbangan meringankan yang dibacakan oleh Hakim. Menurutnya, bagaimana mungkin seorang pelaku korupsi dikatakan berjasa untuk kemajuan Mahkamah Agung.

"Bukankah kejahatan yang ia lakukan justru mencoreng wajah Mahkamah Agung? Namun, sepertinya pertimbangan aneh seperti ini telah menjadi hal biasa dalam banyak persidangan," katanya.

Untuk itu ICW mendesak agar KPK segera mengajukan banding agar putusan tingkat pertama segera dianulir. Selain itu, KPK juga mesti segera menerbitkan dua surat perintah penyelidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Nurhadi dan penyelidikan terkait obstruction of justice. Terutama bagi pihak-pihak yang selama ini melindungi atau menyembunyikan Nurhadi saat melarikan diri.

"Terakhir, ICW turut pula meminta agar Kepolisian segera memproses hukum insiden pemukulan di rumah tahanan KPK yang diduga dilakukan oleh Nurhadi," ucapnya.

Diketahui, Nurhadi terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara sebesar Rp 49 miliar. Nurhadi dalam perkara ini divonis bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

Nurhadi dan Rezky dinyatakan melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 dan 65 ayat 1 KUHP.

Vonis hakim lebih rendah dari tuntutan jaksa. Nurhadi dituntut oleh jaksa 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Sedangkan Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000. Menyoroti tuntutan tersebut, pengacara terdakwa, Maqdir, menilai tuntutan tersebut merupakan salah satu sikap jaksa penuntut umum melampiaskan rasa ketidaksukaannya kepada terdakwa karena dianggap tidak kooperatif.

Atas putusan tersebut, jaksa penuntut umum pada KPK langsung menyatakan banding. "Atas putusan majelis hakim tersebut, kami menyatakan banding," ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (10/3).

Halaman 2 dari 2
(fas/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads