Sejumlah perusahaan yang menjadi penyedia bansos disebut berafiliasi dengan tiga anggota DPR RI dalam persidangan. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong KPK menindaklanjuti temuan di persidangan itu.
"ICW mendorong agar KPK menindaklanjuti temuan berupa keterangan dari saksi yang diperiksa pada persidangan perkara dugaan suap pengadaan paket sembako di Kementerian Sosial," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (9/3/2021).
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menghadirkan Adi Wahyono yang merupakan anak buah mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara yang juga berstatus tersangka dalam kasus ini. Dalam persidangan, Adi Wahyono menyebutkan ada aliran dana kepada pihak-pihak tertentu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, saksi mengutarakan ihwal pembagian jatah pengelolaan bansos kepada empat grup besar, di antaranya satu juta paket diberikan ke Herman Herry, 400 ribu paket ke Ihsan Yunus, 300 ribu paket ke bina lingkungan, dan 200 ribu ke Juliari Batubara.
"Maka dari itu, KPK harus menelisik lebih jauh, utamanya pada dua poin. Pertama, apa yang melatarbelakangi pemberian jatah pengelolaan paket bansos tersebut kepada pihak-pihak tertentu, seperti Herman Herry, Ihsan Yunus, Bina Lingkungan, dan kerabat maupun kolega Juliari Batubara?" ucap Kurnia.
Dia menilai penelusuran KPK penting, setidaknya untuk membuktikan dugaan nepotisme dibalik penunjukan tersebut. Sebab, kata dia, Herman Herry, Ihsan Yunus, dan Juliari Batubara dalam satu partai yang sama, yakni PDIP.
"Selain itu, pertanyaan yang juga penting, apakah keempat grup tersebut layak secara kualitas sebagaimana diatur dalam regulasi LKPP, untuk mendapatkan proyek pengelolaan paket bansos?" katanya.
Selain itu, Kurnia menilai KPK harus menelusuri saat vendor-vendor itu ditunjuk sebagai pengelola. Apakah ada dugaan pemberian suap dari vendor teknis yang menyediakan paket sembako? Jika ada, selaku penyelenggara negara, mereka dinilai telah memenuhi kualifikasi sebagai penerima suap.
Lebih jauh, KPK dinilai harus menelusuri pemberian fee kepada pihak-pihak swasta. Dalam hal ini, KPK dinilai mesti mendalami apakah pihak swasta itu mengetahui bahwa uang yang diberikan berasal dari tindak kejahatan? Jika pihak swasta tersebut mengetahui dan tetap menerima pemberian itu, patut diduga ia melanggar Pasal 5 ayat (1) UU TPPU sebagai pelaku pasif dan dapat diproses hukum oleh KPK.
"Di luar itu, hingga saat ini ICW masih melihat ada banyak kejanggalan dalam proses hukum perkara dugaan suap pengadaan paket sembako di KPK. Misalnya, keengganan KPK untuk memanggil seorang politisi sebagai saksi, keterlambatan penggeledahan, permintaan penyelidikan ulang, dan hilangnya nama Ihsan Yunus dalam surat dakwaan," katanya.
"Untuk itu, publik amat berharap jika Dewan Pengawas dapat bertindak guna menelusuri adanya oknum internal-Pimpinan-Deputi-Direktur yang berusaha menghambat kerja-kerja penyidik," tambahnya.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Lihat Video: Terseret Kasus Suap Bansos, Cita Citata Penuhi Undangan EO
Seperti diketahui, jaksa KPK membeberkan sejumlah kejutan berkaitan dengan perkara dugaan suap terkait pengadaan bansos penanganan COVID-19. Sejumlah perusahaan yang menjadi vendor atau penyedia bansos itu disebut berafiliasi dengan sejumlah tokoh.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menghadirkan Adi Wahyono yang merupakan mantan kuasa pengguna anggaran atau KPA Bansos Corona. Duduk sebagai terdakwa dalam sidang ini adalah Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja.
BAP Adi Wahyono Dibeberkan Jaksa
Awalnya jaksa membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Adi Wahyono. Terungkap sejumlah perusahaan yang disebut berafiliasi dengan sejumlah nama.
"Bap 45, pada tahap 1 kuota ditentukan Pepen Nazarudin, M O Royani, Victor Siahaan. Adapun perusahaan-perusahaan tersebut afiliasinya itu ditunjukkan oleh antara lain perinciannya, 1 sampai dengan 38, misalnya PT Bahtera Asa II kuota 223.865 Kukuh, Moncino misalnya nomor 4 sampai 6 pengusul afiliasi Hartono Laras (Sekjen Kemensos), terus Primer Koperasi Dadang Iskandar, PT PPI, PT Pertani kosong nggak ada afiliasi," ujar jaksa KPK membacakan BAP di sidang.
Menurut Adi, dia mengetahui nama-nama dan perusahaan itu dari pembicaraan saat rapat. Jaksa juga menyebutkan nama-nama lain pengusul perusahaan bansos Corona, diantaranya adalah Anggota DPR Ihsan Yunus dan Marwan Dasopang.
"Ini ada Kukuh, Marwan Dasopang, Hartono Laras, Dadang Iskandar, Ihsan Yunus, Juliari Peter Batubara, Candra Mangke, M Royani dan seterusnya, ini tentu saudara nggak salah sebutkan? Tentu ada data?" tanya jaksa mengonfirmasi BAP.
"Jadi waktu itu sampaikan kan pengusul sudah di akhir-akhir. Makanya informasi itu akumulasi, kita sering lakukan pertemuan jadi saya mendengar (nama) pengusul-pengusul itu," jawab Adi.
"Misal (perusahaan) Andalan Persik Internasional (pengusul) Ihsan Yunus, Anugerah Bangun Kencana (pengusul) Erwin Tobing, Sri Citra Pratama (pengusul) Juliari Peter Batubara, begitu?" tanya jaksa lagi dan dijawab 'iya' oleh Adi.
Saksi Ngaku Ditelepon Herman Herry
Selain itu, Adi juga mengaku pernah ditegur oleh pengusaha penyedia bansos Corona. Dia ditegur karena mengurangi kuota PT Anomali sebagai penyedia bansos Corona.
"Ya (ditegur) mungkin dia buat belanja, atau apa waktu itu saya ditegur," kata Adi.
"Siapa yang tegur saudara?" tanya jaksa
"Pak Ivo Mungkaren," jawab Adi singkat.
Setelah ditegur Ivo, Adi mengaku ditelepon seseorang. Dia awalnya tidak tahu orang itu siapa, belakangan dia ketahui yang telepon dia adalah Ketua Komisi III DPR, Herman Herry.
"BAP Saudara, nomor 50 Saudara terima telepon?" tanya jaksa.
"Karena nggak ada namanya saya nerima telepon aja," kata Adi.
"Yang telepon itu.... Ya temennya pak menteri lah pak," ucap Adi.
"Saudara terima telepon sebagaimana tadi, ada nama Herman Herry?" kata jaksa mengonfirmasi.
"Saya nggak tahu namanya, hanya terima telepon saja, yang telepon itu (Herman Herry) itu tahu belakangan pak. Saya nggak simpan nomornya," jelas Adi.
Dalam BAP Adi, jaksa mengungkapkan Ihsan Yunus dan Herman Herry menerima kuota sebagai penyedia bansos Corona. Juliari disebut sudah menentukan kuota untuk perusahaan yang terafiliasi mereka.