Fungsi e-KTP kembali disorot karena dianggap sama saja dengan KTP biasa yang masih dimintai fotokopi jika mengurus sesuatu. Komisi II DPR RI menyayangkan masih adanya pengurusan administrasi yang mensyaratkan fotokopi e-KTP.
"Fenomena masih adanya institusi/lembaga/badan publik yang meminta fotokopi KTP untuk syarat masyarakat memproses suatu urusan menunjukkan masih adanya pihak-pihak yang belum bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Tentu fakta ini sangat disayangkan. Karena pihak Dirjen Dukcapil sendiri, setahu saya, sangat terbuka dan responsif terhadap permintaan kerja sama penggunaan data kependudukan untuk kepentingan tertentu," kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Luqman Hakim kepada wartawan, Kamis (4/3/2021).
Masih difotokopinya e-KTP ditengarai karena belum bekerja samanya sejumlah instansi dengan Dirjen Dukcapil Kemendagri. Luqman meminta Mendagri Tito Karnavian mengungkap instansi atau lembaga apa saja yang belum bekerja sama soal penunggalan data kependudukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya semua lembaga negara/kementerian/lembaga negara nonkementerian/badan hukum Indonesia dan organisasi perangkat daerah tidak mengalami kesulitan untuk membangun kerja sama dengan Dirjen Dukcapil. Karena itu, saya minta kepada Pak Mendagri Tito atau Pak Dirjen Dukcapil untuk mengumumkan ke publik, pihak-pihak mana saja yang belum bekerja sama penggunaan data kependudukan itu," ujarnya.
Menurut Luqman, alat pembaca atau reader e-KTP terbilang tak mahal untuk memudahkan penunggalan data kependudukan. Oleh sebab itu, Luqman menyayangkan masih adanya e-KTP difotokopi untuk keperluan administrasi.
"Kerja sama penggunaan data kependudukan penting dilakukan agar mempermudah layanan kepada masyarakat dan sekaligus menghindarkan penggunaan data palsu kependudukan. Nah, untuk perangkat pendukung untuk membaca atau menggunakan data kependudukan ini, tidak membutuhkan biaya mahal," ucap Luqman.
"Keterlaluan jika masih ada lembaga negara/kementerian/lembaga/badan hukum yang masih menggunakan pendekatan manual dengan meminta fotokopi KTP. Kemajuan teknologi informasi mempermudah akses penggunaan data kependudukan. Dengan sistem yang sederhana dan tidak mahal, masyarakat cukup menyebutkan Nomor Induk Kependudukan (NIK), maka data kependudukan yang bersangkutan dapat dibaca oleh penyelenggara pelayanan publik," tegasnya.
Dengan masih adanya fenomena fotokopi e-KTP ini, menurut Luqman, lebih baik Mendagri Tito Karnavian melapor ke Presiden Jokowi. Hal tersebut didorong agar lembaga atau instansi yang masih memfotokopi e-KTP mendapat sorotan.
"Jika masih ada lembaga negara/kementerian/lembaga negara nonkementerian yang belum bekerja sama dalam penggunaan data kependudukan, saya minta Pak Mendagri melaporkan ke Presiden. Agar nantinya Presiden menjewer pimpinan lembaga/kementerian/badan tersebut. Tanpa kerja sama penggunaan data kependudukan yang dikelola Dukcapil, sangat terbuka kemungkinan masuknya data kependudukan palsu ke dalam lembaga/kementerian/badan negara," imbuhnya.
Simak selengkapnya, di halaman selanjutnya:
Simak juga 'Harun Masiku Hingga Korupsi E-KTP Jadi Utang Perkara KPK di 2020':