Badan Geologi Kementerian ESDM mengungkap beberapa aktivitas gunung api yang berpotensi menimbulkan gelombang tsunami. Badan Geologi mengatakan pihaknya terus memantau aktivitas gunung api tersebut sehingga bisa mengeluarkan peringatan dini.
"Di darat itu setidaknya ada lima gunung yang mungkin berpotensi besar menimbulkan tsunami. Antara lain Gunung Anak Krakatau, Tambora, Rokatenda, Ili Werung, Gunung Raung, dan Gamkonora," kata Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono dalam Rakornas Penanganan Bencana Tahun 2021 hari kedua yang disiarkan YouTube BNPB, Kamis (4/3/2021).
Untuk diketahui, Gunung Anak Krakatau terdapat di Selat Sunda, Gunung Tambora di Pulau Sumbawa NTB, Gunung Rokatenda di Pulau Palu'e NTT, Gunung Ili Werung di Lembata NTT, Gunung Raung di Sitaro, Sulawesi Utara, dan Gunung Gamkonora di Pulau Halmahera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eko menjelaskan ada enam gunung api di laut yang juga berpotensi menimbulkan tsunami. Gunung api tersebut adalah Gunung Hobal, Yersey, Emperor of China, Nieuwerkerk, Gunung Banua Wuhu, dan Gunung Sanger.
"Sedangkan gunung api yang di laut paling tidak ada enam gunung api di laut yang juga berpotensi, tapi sebetulnya yang paling berpotensi ini sebetulnya ada dua yaitu, Gunung Hobal dan Gunung Banua Wuhu yang letaknya itu, posisi kedalamannya kurang dari 200 meter. Sehingga ini kalau beraktivitas memang akan menimbulkan pengaruh terhadap pantai atau daratannya," kata dia.
Eko memaparkan tercatat beberapa kali aktivitas gunung api memicu terjadinya tsunami. Badan Geologi, kata Eko, akan memantau aktivitas gunung itu guna memberikan peringatan dini.
"Kalau kita lihat beberapa kejadian tsunami yang disebabkan oleh aktivitas gunung api, ada Anak Krakatau, Tambora, Gunung Werung, Gunung Hobal, dan yang lainnya. Memang secara 24 jam kita awasi agar kita tahu tingkat aktivitasnya sehingga mudah-mudahan tidak terlambat dalam menginformasikan aktivitas yang tinggi jika mungkin potensi erupsi akan diinformasikan kepada pihak yang berwenang," tutur dia.
![]() |
Ada beberapa strategi mitigasi yang dilakukan Badan Geologi dalam menghadapi aktivitas gunung api ini. Salah satunya dengan memasang alat pemantau aktivitas gunung.
"Strategi mitigasi yang kami lakukan, bahwa sudah ada perpresnya terkait dengan penanggulangan bencana Nomor 93 tahun 20219 di mana tugas Badan Geologi pertama itu pembangunan dan pengoperasian peralatan observasi gempa bumi dan atau tsunami khusus untuk gempa vulkanik di laut. Kemudian ada pemeliharaan peralatan untuk observasi gempa bumi dan tsunami juga ini untuk gempa vulkanik di laut. Kemudian penelitian pengembangan pengkajian dan penerapan serta inovasi untuk kemandirian teknologi dan kami kembangkan di BPPT di Jogja," jelas dia.
"Jadi data yang kami peroleh dari aktivitas vulkanisme yang di bawah laut tadi dan juga gunung di darat yang berpotensi menimbulkan tsunami itu kita integrasikan dengan sistem peringatan dini tsunami yang ada di lembaga yang bertanggung jawab untuk menginformasikan atau mengidentifikasi gempa dan tsunami ini," kata dia.
Namun mitigasi bencana yang paling efektif, sebut Eko, adalah melalui penataan tata ruang. Dia meminta kepala daerah untuk mengembangkan pembangunan memperhatikan zona rawan bencana.
"Mitigasi bencana geologi yang paling efektif adalah melalui penataan ruang. Kami di Badan Geologi sudah membuat peta kawasan bencana, kalau diikuti dalam hal pengembangan wilayah oleh pemerintah daerah, diharapkan jika nanti terjadi bencana gunung api, gempa bumi, tsunami dan pergerakan tanah tentu isyaallah bisa terhindari. Karena itu penting untuk kita sama-sama memahami mengimplementasikan peta kawasan rawan bencana itu sebagai upaya mitigasi bencana," kata Eko.
Tonton video 'Merapi Luncurkan Awan Panas dan Puluhan Guguran Lava Pijar Dini Hari Tadi':