Pakar tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, menyebut pelanggaran pembangunan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, sebanyak 70 persen, tapi telah diputihkan. Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya sedang menginventarisasi kembali terkait perizinan yang ada.
"Terkait pelanggaran yang ada di Jakarta, kita sedang inventaris kembali semua pembangunannya, izin-izin yang pernah ada sedang kita inventaris," ujar Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (23/2/2021).
"Pak Gub juga sudah tugaskan saya agar kita cek, fasos (fasilitas sosial), fasum (fasilitas umum) yang memang harus dikembalikan ke DKI, yang memang harus digunakan untuk kepentingan masyarakat, apalagi kalau bangunan yang hadir tapi tidak memberikan kontribusi positif, juga bangunan yang hadir beri kontribusi negatif, kita akan evaluasi," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, apabila ada pelanggaran yang ditemukan, Pemprov DKI akan memberikan sanksi. Dia pun meminta masyarakat melapor apabila menemukan pelanggaran.
"Sejauh ada pelanggaran tentu harus ada sanksi. Silakan masyarakat laporkan pada kami apabila di lingkungan masing-masing ada bangunan yang nggak sesuai dengan aturan dan ketentuan, yang langgar silakan laporkan dan kami akan segera tindak sesuai ketentuan yang ada," katanya.
Sebelumnya diberitakan, kawasan Kemang kerap kebanjiran saat hujan deras melanda. Yayat Supriatna menduga Kemang sering terjadi banjir karena peruntukannya berubah dari permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa.
"Ngotak-ngatik Kemang itu kayak CLBK (cucian lama belum kering). Jadi gini, sejarahnya Kemang dulu tahun '70-an itu adalah kawasan permukiman sebetulnya, kemudian dengan ekspatriat asing otomatis kawasan itu mulai tumbuh kembang dengan kawasan perdagangan, jasa. Jadi kawasan itu mulai muncul kaya pusat perbelanjaan, kafe, resto," ujar Yayat saat dihubungi, Senin (22/2).
Yayat mengatakan, saat adanya revisi penyusunan tata ruang 2010-2030, hampir 70 persen pelanggaran ditemukan dalam pembangunan di kawasan Kemang. Pelanggaran itu kemudian diputihkan.
"Seiring dengan perkembangan zaman, menjelang revisi penyusunan tata ruang 2010-2030 itu pelanggarannya hampir 70 persen lebih. Akhirnya istilahnya ada pemutihan, walaupun tidak ada istilah dikenal di tata ruang, pemutihan, tapi pemutihan itu kegiatan yang menyimpang itu diakui, dilegalkan di tata ruang dengan mengubah peruntukan dari perumahan permukiman menjadi kawasan perdagangan dan jasa," katanya.
Yayat mengatakan pemutihan pelanggaran di kawasan Kemang itu dilakukan karena banyak tuntutan. Pemutihan itu dilakukan karena perubahan peruntukan bangunan di Kemang dinilai membantu pusat bisnis di Jalan Sudirman-Thamrin.
"(Pemutihan itu) resmi, artinya diakui, artinya resmi dalam konteks dilegalkan oleh pemerintah daerah karena dinamikanya sudah sedemikian pesat ketika rumah-rumah berubah menjadi kantor, jadi hotel, jadi resto, kafe, pusat perbelanjaan. Karena tuntutannya tinggi sekali, karena Kemang itu dekat dengan pusat bisnis di jalan sekitar Jalan Sudirman-Thamrin. Jadi memang sangat ideal sekali tumbuh kembang menjadi kawasan tempat tinggal sekaligus kawasan bisnis," ucapnya.
Yayat pun mempertanyakan soal izin pembangunan yang dilakukan oleh pengembang di Kemang. Sebab, Kemang merupakan kawasan zona hijau dan wilayah yang dilewati aliran sungai.
"Kalau berizin kita tanya, di dalam tata ruang itu ada ITBX, 'I' diizinkan tidak ada pelanggaran. Ada namanya izin terbatas dan ada izin bersyarat. ITBX dan satu lagi itu 'X' sama sekali tidak diizinkan. Ketika ada pengembang besar di sana (Kemang), apakah ada persyaratan yang diwajibkan tidak? Seperti contoh, tidak menutup aliran sungai, tidak menyempitkan, tidak menghilangkan, ada resapan, ada retention town dipatuhi tidak itu? Kita akan minta sebetulnya apa persyaratan-persyaratan yang harus dipatuhi ketika membangun di kawasan Kemang," katanya.
(man/idn)