Sebanyak 4 orang ibu rumah tangga (IRT) di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dipidanakan karena melempar batu ke pabrik rokok setempat. PKB meminta hukum dijalankan dengan mengedepankan rasa keadilan.
"Jangan ada kesan hukum tajam ke orang lemah, tumpul bagi yang kuat," kata Anggota Komisi III dari Fraksi PKB, Jazilul Fawaid kepada wartawan, Senin (22/2/2021).
Jazilul menilai proses hukum 4 IRT itu berjalan cepat. Tapi, sebut dia, jika ada rakyat kecil yang melaporkan perusahaan, laporannya malah tidak diproses.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan cepat sekali prosesnya. Sementara laporan rakyat kecil pada perusahaan itu malah masuk 'tong sampah'," sebut Waketum PKB itu.
Jazilul mendorong agar upaya restorative justice diterapkan dalam kasus 4 IRT. Dia menegaskan bahwa hukum harus diterapkan dengan cara tidak melukai keadilan.
"Hemat saya, restorative justice bisa menjadi salah satu kebijakan yang dapat diterapkan. Hukum yang tidak melukai rasa keadilan masyarakat. Restorative justice, lewat mediasi kekeluargaan," katanya.
Diketahui 4 IRT ini dijerat dengan Pasal 170 ayat (1) KUHP dan ancaman hukum penjara 5 tahun 6 bulan. Jazilul meminta kerugian yang timbul akibat tindakan 4 IRT itu didalami, serta laporan terhadap perusahaan dimaksud juga diusut.
"Pasal apa itu kok ancamannya berat. Emang kekerasan apa yang dilakukan oleh ibu-ibu lemah itu? Perlu telaah mendalam terkait kerugian yang diakibatkan," sebut dia.
"Sejalan dengan itu segera diusut laporan kesalahan yang dilakukan perusahaan itu yang menjadi sumber masalahnya," imbuh Jazilul.
Simak juga video 'Komjen Listyo: Tak Boleh Lagi Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas!:
Kasus ini terjadi di sebuah pabrik rokok di Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah, pada 26 Desember 2020 pukul 16.00 Wita. Atas aksi pelemparan batu itu, pabrik rokok tersebut menderita kerugian Rp 4,5 juta.
Setelah melempari sebuah pabrik rokok dengan batu keempat IRT itu ditahan. Wanita-wanita itu ditahan bersama anak-anaknya.
"Tersangka H, NH, M, dan F yang ditahan di Lapas Praya beserta dua anaknya yang masih (membutuhkan) ASI karena disangka secara bersama-sama melakukan perusakan berupa pelemparan (batu) yang mengakibatkan spandek (pabrik rokok) peok," ujar pengacara Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram, Yan Mangandar Putra, dalam keterangannya, Sabtu (20/2).
Penahan kemudian ditangguhkan. Penahanan mereka ditangguhkan setelah pihak kejaksaan mendapat perintah dari hakim Pengadilan Negeri (PN) Praya.
"Kami hanya pelaksana penetapan hakim. Memang benar sudah kami laksanakan pengeluaran dari tahanan baru saja sekitar jam 14.01 Wita setelah selesai sidang," kata Kasipenkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Dedi Irawan, saat dimintai konfirmasi, Senin (22/2).