Jaksa penuntut umum meminta majelis hakim menolak nota pembelaan atau pledoi mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo. Jaksa menilai pledoi Prasetijo tidak didukung argumentasi yang kuat.
"Kami jaksa penuntut umum dalam perkara ini berkesimpulan bahwa nota pembelaan terdakwa dan penasihat hukum tidak didukung argumentasi ataupun alasan yang kuat. Oleh karena itu, kami tetap pada ketetapan semula yang sudah kami bacakan pada Senin, 8 Februari 2021," ujar jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (22/2/2021).
Jaksa juga meminta hakim menolak permohonan justice collaborator dari Brigjen Prasetijo. Jaksa meminta hakim mengabulkan tuntutan jaksa dan mengesampingkan pleidoi Prasetijo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait permohonan menjadi justice collaborator maka tetap pada pendapat kami sebagaimana dalam surat tuntutan yang sudah kami bacakan pada pokoknya terhadap terdakwa Prasetijo Utomo tidak menjadi justice collaborator," kata jaksa.
Jaksa juga meyakini Brigjen Prasetijo terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Prasetijo sebagai penyelenggara negara menerima uang dari Djoko Tjandra terkait red notice melalui Tommy Sumardi.
"Kualifikasi peran dan perbuatan terdakwa Prasetijo Utomo adalah sebagai pelaku turut serta dengan Irjen Napoleon Bonaparte dalam peristiwa pidana yang menerima pemberian atau janji dalam konteks tindak pidana penyertaan yang dilakukan terdakwa dalam mewujudkan adanya delik atau tindak pidana korupsi berupa sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara menerima uang dari Joko Soegiarto Tjandra untuk menghapus status DPO di Imigrasi," jelasnya.
"Intinya JPU menolak seluruh pembelaan terdakwa," imbuh Junaidi.
Sebelumnya, Brigjen Prasetijo dituntut 2 tahun dan 6 bulan penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Prasetijo disebut jaksa terbukti membantu upaya penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di red notice.
Prasetijo, disebut jaksa, melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(zap/zap)