ICW Desak Jaksa Tolak Permohonan Justice Collaborator Djoko Tjandra

ICW Desak Jaksa Tolak Permohonan Justice Collaborator Djoko Tjandra

Karin Nur Secha - detikNews
Jumat, 05 Feb 2021 19:09 WIB
Terdakwa Djoko Tjandra terlihat mengenakan E.A Mask atau Ecom Air Mask Anti Bacteria and Virus buatan Jepang untuk tangkal Corona.
Djoko Tjandra dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Terdakwa kasus suap red notice, Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra, mengajukan diri sebagai justice collaborator untuk meringankan hukumannya. Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak jaksa menolak permohonan justice collaborator Djoko Tjandra.

"ICW mendesak agar jaksa penuntut umum menolak permohonan justice collaborator (JC) yang saat ini sedang diajukan oleh Joko S Tjandra," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Jumat (5/2/2021).

ICW mengingatkan penerimaan permohonan justice collaborator harus berlandaskan beberapa regulasi, di antaranya United Nation Convention Against Corruption, United Nation Convention Against Transnational Organized Crime, UU Perlindungan Saksi dan Korban, SEMA 4/2011, dan Peraturan Bersama KPK-Kepolisian-Kejaksaan-LPSK-Kemenkum dan HAM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Syarat-syarat untuk mengajukan JC, antara lain mengakui kejahatannya, bukan menjadi pelaku utama, memberikan keterangan yang signifikan, mengembalikan aset, memberikan keterangan di persidangan dan bersikap kooperatif," jelas Kurnia.

"Keseluruhan syarat ini mesti dipandang sebagai syarat kumulatif, jadi jika satu saja tidak dipenuhi selayaknya permohonan tersebut ditolak," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, menurut ICW, dalam kasus Djoko Tjandra dalam perkara dugaan suap permohonan fatwa Mahkamah Agung, ICW beranggapan Djoko Tjandra tidak terbuka dalam memberikan keterangan kepada pengadilan.

"Ambil contoh, hingga saat ini Joko S Tjandra tidak menjelaskan secara clear, apa yang membuat ia percaya dengan Pinangki? Apakah ada oknum lain yang meyakinkan Joko S Tjandra sehingga kemudian ia percaya lalu bekerja sama dengan Pinangki?" ungkap Kurnia.

"Sebab, logika awam, seorang buronan kelas kakap seperti Joko S Tjandra tidak mungkin begitu saja percaya kepada Pinangki, terlebih jaksa tersebut tidak memiliki jabatan penting di Korps Adhyaksa," lanjutnya.

Hal lain yang juga menjadi pertimbangan adalah sikap tidak kooperatif yang dilakukan Djoko Tjandra saat perkaranya terbongkar. Kurnia menyebut terpidana kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali itu melarikan dirinya ke Malaysia.

"Jika ia mengajukan diri sebagai JC, tentu ia menganggap dirinya bukan pelaku utama, lalu siapa pelaku utamanya?" tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Djoko Tjandra telah mengajukan diri sebagai justice collaborator. Hal itu dilakukan sebagai salah satu upaya meringankan hukuman terdakwa.

"Ini dari terdakwa jika diperkenankan mohon izin untuk menyampaikan permohonan untuk menjadi justice collaborator. Jika diperkenankan, akan kami sampaikan pada persidangan hari ini untuk menjadi bahan pertimbangan," kata tim penasihat hukum Djoko Tjandra dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2021).

Hakim ketua Muhammad Damis pun mempersilakan tim penasihat hukum menyerahkan permohonan justice collaborator.

"Ini ada surat ke majelis hakim tembusan kepada penuntut umum, mohon izin Yang Mulia," ujar penasihat hukum Djoko Tjandra.

"Pak Djoko tadi mencoba mengajukan JC ya. Artinya, Pak Djoko meyakini dirinya ini punya peran dalam membuka peristiwa-peristiwa pidana yang sekarang disidangkan ini," ujar Soesilo.

Duduk sebagai terdakwa di sidang ini adalah Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Djoko Tjandra didakwa bersama Tommy Sumardi memberikan suap kepada dua jenderal polisi, yaitu mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Karo Korwas PPNS Bareskrim Brigjen Prasetijo Utomo.

Suap yang diberikan kepada Irjen Napoleon sebanyak SGD 200 ribu dan USD 270 ribu. Bila dirupiahkan, SGD 200 ribu sekitar Rp 2,1 miliar, sedangkan USD 270 ribu sekitar Rp 3,9 miliar, sehingga totalnya lebih dari Rp 6 miliar.

Lalu, suap kepada Brigjen Prasetijo sebesar USD 150 ribu. Bila dikurskan, USD 150 ribu sekitar Rp 2,1 miliar. Jaksa menyebut suap diberikan berkaitan dengan red notice Djoko Tjandra.

Halaman 2 dari 2
(dkp/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads