Saksi bernama Dalendra Kardina mengungkapkan pertemuan antara penyuap Edhy Prabowo, Suharjito dengan staf khusus (Stafsus) Edhy Prabowo, Safri. Dalendra mengungkapkan pertemuan itu terjadi lantaran perusahaan Suharjito PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) belum mendapat izin ekspor benih lobster.
"BAP 10, kemudian setelah zoom meeting PT DPPP lakukan perbaikan, setelah diperbaiki Agus staf Suharjito mengirim perbaikan melalui WA, dan saya laporkan ke Pak Safri, dan Pak Safri mengatakan 'tahan dulu untuk PT DPPP' yang artinya saya tidak lanjuti dulu sampai ada arahan," kata jaksa Siswandono saat membacakan BAP di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2021).
BAP itu dibenarkan Dalendra. Dalendra mengatakan Safri sempat menahan berkas PT DPPP agar tidak ditindaklanjuti ke Dirjen Budididaya KKP, menurutnya saat itu seharusnya berkas PT DPPP sudah harus diserahkan ke Dirjen Budidaya KKP karena sudah memperbaiki proposal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya sudah diteruskan?" tanya jaksa dan dijawab 'iya' oleh Dalendra.
Setelah ada perintah penundaan dokumen PT DPPP, Dalendra mengatakan Suharjito dan stafnya bernama Agus mendatangi kantor KKP dan menemui Safri. Pertemuan itu terjadi Juni 2020.
Jaksa mengungkapkan setelah Suharjito bertemu dengan Safri, Dalendra diperintahkan untuk menindaklanjuti dokumen PT DPPP.
"BAP bahwa saat masuk ke ruangan Safri, Suharjito nggak bawa apa-apa, namun Pak Agus bawa tas, setelah itu saya diminta antar mereka, namun saya tau pertemuan selesai karena pintu terbuka. Kemudian besoknya saya dipanggil Pak Safri, kenapa dipanggil, seingat saya untuk follow up izin PT DPPP," ungkap jaksa dan diamini Dalendra.
"Ya saya kirim dokumen ke budidaya untuk diproses," kata Dalendra.
Dalendra mengungkapkan pertemuan itu terjadi empat kali. Keempat pertemuan itu terjadi di Kantor KKP lantai 16 ruangan Safri.
"BAP dapat dijelaskan Suharjito dan Pak Agus menghadap Safri adalah melalui ke saya, dan seingat saya Suharjito dan Agus menghadap empat kali yang saya tahu," ucap jaksa membacakan BAP Dalendra dan diamini.
Dalendra mengatakan empat kali pertemuan itu berkaitan dengan izin ekspor benih lobster PT DPPP. Setiap pertemuan, lanjut Dalendra, diikuti dengan tindak lanjut perizinan ekspor benur.
"Pertemuan pertama setelah pertemuan saya diminta proses ke Dirjen Budidaya, kedua sekitar Agustus menghadap kembali seingat saya ini waktu proses penetapan eksportir oleh Dirjen Tangkap, ketiga waktunya adalah setelah penetapan keluar eksportir PT DPPP dari Dirjen Tangkap. Keempat Suharjito sendiri waktunya saya lupa apakah setelah penetapan budidaya atau penetapan setelah budidaya," lanjut jaksa membacakan BAP Dalendra.
Dalam sidang ini yang duduk sebagai terdakwa adalah Direktur PT DPPP Suharjito. Dia didakwa memberi suap ke Edhy Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Suharjito disebut jaksa memberi suap ke Edhy sebesar Rp 2,1 miliar terkait kasus ekspor benur.
Jaksa menyebut uang suap diberikan ke Edhy melalui staf khusus menteri KKP Safri dan Andrau Misanta Pribadi, lalu Sekretaris Pribadi Edhy bernama Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy Prabowo Iis Rosita Dewi, dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus Pendiri PT Aero Citra Kargo (PT ACK), Siswadhi Pranoto Loe. Suap diberikan agar Edhy mempercepat perizinan budi daya benih lobster ke PT DPP.
(zap/eva)