Tiga Bupati Muara Enim terjerat kasus korupsi. Dua orang menjadi tersangka di KPK dan seorang lagi di Kejaksaan Tinggi Sumsel.
Ketiga orang itu adalah Muzakir, Ahmad Yani, dan Juarsah. Muzakir merupakan Bupati Muara Enim 2009-2014, Ahmad Yani merupakan Bupati Muara Enim yang dilantik pada 2018, sementara Juarsah merupakan Wakil Bupati Muara Enim yang dilantik menjadi Bupati setelah Ahmad Yani dibui.
Berikut ini rangkuman kasus yang menjerat ketiganya:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahmad Yani
Ahmad Yani ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Desember 2019 terkait dugaan suap proyek di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim. Selain itu, ada dua tersangka lain, Robi Okta dan Elfin Muchtar, yang dijerat KPK.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu sebagai pemberi ROF (Robi Okta Fahlefi), swasta, dan sebagai penerima AYN (Ahmad Yani), Bupati Kabupaten Muara Enim; dan EM (Elfin Muhtar), Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di gedung KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta, Selasa (3/9/2019).
Setelah proses penyidikan tuntas, KPK melimpahkan kasus ini ke pengadilan. Ahmad Yani didakwa menerima USD 35 ribu dan Rp 22 miliar serta 1 unit mobil pikap Tata Xenon HD dan 1 unit Lexus.
Jaksa menyebut uang dan mobil itu didapat Ahmad Yani dari kontraktor bernama Robi Okta Fahlevi. Pemberian itu disebut agar Robi mendapatkan 16 paket proyek di Muara Enim. Ahmad Yani juga disebut mempersilakan Robi berhubungan dengan Elfin Mz Muchtar sebagai Kabid Pembangunan Jalan Dinas PUPR Muara Enim untuk urusan proyek itu.
Setelah melewati sejumlah persidangan, Ahmad Yani kemudian divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. Ahmad Yani terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi 16 proyek perbaikan jalan.
"Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana secara bersama-sama, secara berlanjut melakukan korupsi. Menjatuhkan pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar hakim ketua Erma Suharti di PN Tipikor Palembang, Selasa (5/5/2020).
Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2,1 miliar. Jika tidak membayar uang pengganti setelah putusan hakim memiliki hukum tetap, Ahmad Yani akan dipenjara selama 8 bulan.
Ahmad Yani terbukti bersalah melanggar Pasal 12 a UU Tipikor juncto 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Hakim menyatakan Ahmad Yani terbukti mengatur serta memanipulasi proses lelang 16 proyek perbaikan jalan. Ahmad Yani juga disebut meminta commitment fee proyek 15 persen dari total nilai proyek, yakni Rp 13,4 miliar.
Lihat juga Video: Kejagung Tetapkan 1 Tersangka Baru Kasus Korupsi Asabri
Selain itu, dia menerima barang berupa dua unit mobil, dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp 1,25 miliar, dan uang USD 35 ribu. Hukuman Ahmad Yani diperberat pada tingkat kasasi.
MA memperberat hukuman Ahmad Yani dari 5 tahun penjara menjadi 7 tahun penjara. MA menyatakan Yani terbukti menerima suap Rp 2,1 miliar dari 16 proyek perbaikan jalan.
"Menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun penjara dan pidana denda Rp 200 juta dengan ketentuan apabila tidak membayar maka diganti dengan pidana kurungan 6 bulan," kata juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, kepada wartawan, Kamis (28/1/2021).
Muzakir Sai Sohar
Bupati Muara Enim 2009-2014, Muzakir Sai Sohar, juga terjerat kasus dugaan korupsi dan ditahan di Rutan Kelas I Pakjo Palembang. Dia ditetapkan sebagai tersangka atas kasus alih fungsi lahan perkebunan PT Perkebunan Mitra Ogan oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Senin (23/11/2020).
Dalam kasus yang diduga merugikan negara Rp 5,8 miliar ini, Muzakir ditetapkan sebagai tersangka sejak Kamis (12/11/2020). Saat pemeriksaan rapid test, Muzakir reaktif sehingga pemeriksaan lebih lanjut ditunda dan berstatus sebagai tahanan kota.
Senin (23/11), Kejaksaan memeriksa Muzakir setelah dipastikan tidak terpapar COVID-19. Setelah lima jam diperiksa, Muzakir keluar ruang pemeriksaan menggunakan rompi tahanan berwarna merah dan langsung ditahan di Rutan Pakjo Palembang.
![]() |
Juarsah
Teranyar, KPK menetapkan Bupati Muara Enim Juarsah sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek jalan di Dinas PUPR Muara Enim Tahun Anggaran 2019. KPK langsung menahan Juarsah.
"Bersamaan dengan dilakukannya Penyidikan sejak tanggal 20 Januari 2021, KPK selanjutnya menetapkan 1 orang tersangka yakni JRH (Juarsah) Bupati Kabupaten Muara Enim (yang merupakan Wakil Bupati Muara Enim 2018-2020)," kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (15/2/2021).
Karyoto mengatakan perkara ini berawal dari OTT pada 3 September 2018 dan telah menetapkan 5 orang tersangka. Kelimanya adalah mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Eks Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim Elfin MZ Muhtar, Robi Okta Fahlefi selaku swasta, Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB, dan Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi.
"Perkara kelima tersangka tersebut telah disidangkan dan diputus pada tingkat PN Tipikor Palembang dengan putusan bersalah dan telah berkekuatan hukum tetap," ucap Karyoto.
Juarsah dijerat sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal Pasal 12 huruf atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Juarsah diduga menerima suap sebesar Rp 4 miliar dalam kasus tersebut. Setelah Juarsah ditahan, Gubernur Sumsel Herman Deru menunjuk Sekda Sumsel, Nasrun Umar, sebagai Plh Bupati Muara Enim.