Pada akhir 2020, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII melayangkan surat somasi kepada Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah, Megamendung, Jawa Barat (Jabar) pimpinan Habib Rizieq Shihab. PTPN VIII meminta Markaz Syariah untuk meninggalkan lahan miliknya. Jika somasi tidak diindahkan, maka akan dilaporkan kepada Polda Jawa Barat.
Karena tak kunjung diserahkan, akhirnya PTPN VIII membuat laporan ke Polda Jawa Barat terkait dugaan penyerobotan lahan di Megamendung. Kabar terbaru, tim advokasi Markaz Syariah meminta perlindungan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud Md agar lahan Markaz Syariah tak diambil.
"Besar harapan kami, Deputi Bidkor Hukum dan HAM Kemenko Polhukam RI berkenan untuk memberikan Perlindungan Hukum terhadap Klien Kami (Pemohon)," demikian isi surat tim advokasi Markaz Syariah yang juga pengacara Habib Rizieq Shihab, seperti dilihat Kamis (11/2/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surat itu diantarkan tim advokasi Markaz Syariah ke kantor Kemenko Polhukam. Pihak Markaz Syariah meminta Kemenko Polhukam menetapkan status quo terhadap lahan tersebut.
"Menetapkan status quo atas lahan tersebut, yaitu: PTPN VIII tidak melakukan langkah hukum dan kegiatan fisik apapun, klien Kami tidak melakukan perluasan lahan dan pembangunan fisik. Ketiga, kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tetap berlangsung seperti selama ini, sebagai perwujudan dari amanat alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945," lanjut isi surat tersebut.
Tim advokasi juga mengucapkan terima kasih karena diberi kesempatan menindaklanjuti permohonan perlindungan hukum soal lahan Markaz Syariah. Hal itu disampaikan menyusul surat undangan audiensi dari Deputi Bidkor Hukum dan HAM per 4 Februari 2021.
Tonton video 'Markaz Syariah FPI Minta Bantuan Mahfud MD soal Sengketa Lahan, Ini Kata PPP':
Simak isi surat tim advokasi Markaz Syariah selengkapnya di halaman berikutnya.
Tim advokasi Markaz Syariah menyampaikan sejumlah data dalam suratnya, yakni soal lahan yang saat ini ditempati dan dibangun di atas Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, didapat dari transaksi pembelian yang menurutnya resmi dari para penggarap lahan terdahulu.
"Bahwa PTPN VIII sejak tahun 1991 sampai dengan saat ini telah menelantarkan lahan, sehingga kalaupun lahan tersebut merupakan aset PTPN VIII yang didasarkan SHGU sebagaimana klaim PTPN VIII, maka SHGU tersebut HAPUS DEMI HUKUM sebagaimana ketentuan Pasal 34 huruf e UUPA," tulis surat tersebut.
Tim advokasi kemudian memaparkan ada 9 SHGU PTPN VIII yang telah dibatalkan oleh Putusan Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Atas dasar itulah, tim advokasi Markaz Syariah meminta lahan tak diambil.
Terkait laporan dugaan penyerobotan tanah yang sedang ditangani kepolisian, pada Rabu (3/2), Polda Jabar menyampaikan akan melakukan pemanggilan terhadap sejumlah pihak yang dilaporkan oleh PTPN VIII. Klarifikasi terhadap pelapor, dikatakan polisi saat itu, akan dilakukan dalam waktu dekat.
Selain mengklarifikasi pelapor, penyidik Polda Jabar juga akan mengecek lokasi yang masuk dalam objek laporan. Untuk pengecekan TKP sendiri, dia mengatakan hal itu akan dilakukan dalam pekan ini. Barulah setelah tahapan klarifikasi pelapor, cek TKP, polisi akan memanggil pihak-pihak yang dilaporkan.
"Setelah pelapor, saksi dan cek TKP, baru klarifikasi pemilik bangunan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar Kombes CH Patoppoi saat dikonfirmasi.