KPK diminta mengusut kasus Pinangki Sirna Malasari untuk mengungkap sosok king maker terkait kasus suap fatwa MA. Hal itu karena, dalam vonis kasus fatwa MA, sosok king maker tidak terungkap.
"Mendesak KPK segera menemukan peran king maker," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Selasa (9/2/2021).
Dalam putusan kasus suap fatwa MA, hakim sempat membeberkan rencana kerja sama Pinangki untuk membebaskan Djoko Tjandra berdasarkan percakapan antara Pinangki dan Anita Kolopaking. Dalam percakapan yang diungkap di persidangan, terungkap inisial 'bapak' yang disebut sebagai king maker, tetapi tak terungkap siapa yang dimaksud.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Boyamin meminta KPK menindaklanjuti laporan yang sebelumnya dia ajukan ke KPK. Sebab, ia menilai, di persidangan belum terungkap sosok king maker.
"Apa pun, ini menjadi tugas KPK untuk menindaklanjuti putusan ini dan menindaklanjuti laporan saya dulu yang pernah saya laporkan ke KPK untuk menjalankan tugas yang belum dijalankan, karena polisi sudah menjalankan tugas dan dibawa ke pengadilan," ungkap Boyamin.
"Jadi sekarang jadi tugasnya KPK untuk mengungkap semua pihak-pihak lain yang belum terungkap oleh penyidik maupun Pengadilan Tipikor," sambungnya.
Jika dalam beberapa bulan ke depan KPK tidak kunjung memproses laporannya, Boyamin mengaku akan menggugat praperadilan ke pengadilan.
"Kalau nanti KPK tidak bergerak-bergerak, ya terpaksa MAKI akan menempuh upaya menggugat KPK melalui jalur praperadilan atas tidak dilanjutkannya proses-proses terkait kasus Djoko Tjandra ke pihak lain yang diduga terlibat. Kita lihat beberapa bulan ke depan," ujarnya.
Sementara itu, Pinangki disarankan mengajukan diri sebagai justice collaborator untuk meringankan hukumannya. Boyamin menyebut cara tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk membongkar sosok king maker sekaligus meringankan massa hukumannya.
"Dia juga akan mendapatkan suatu keringanan untuk menjalani hukumannya. Nanti, kalau jadi justice collaborator, kan bisa dapat remisi, dapat bebas bersyarat, dapat asimilasi, atau cuti menjelang akhir masa tahanan sehingga dia tidak perlu menjalani hukuman 10 tahun. Itu berkaitan dengan proses yang seyogianya ditempuh Pinangki untuk menjadi justice collaborator," ungkapnya.
Dalam sidang ini, Pinangki Sirna Malasari divonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan. Pinangki dinyatakan hakim terbukti menguasai suap USD 450 ribu dari Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA), dan melakukan TPPU, serta melakukan permufakatan jahat.
Lihat juga Video: Tok! Pinangki Sirna Malasari Divonis 10 Tahun Bui