Deklarasi Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) di Banyuwangi, Jawa Timur, membuat ormas-ormas Islam di Tanah Air bereaksi. Setidaknya dua ormas Islam di Indonesia yang menanggapi perihal deklarasi Perdunu, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Namun, Muhammadiyah dan NU berbeda pandangan. Muhammadiyah menegaskan bahwa perdukunan dilarang jika dilihat dari sudut pandang agama, sementara NU tidak melihat sebagai sesuatu yang negatif.
Dimulai dari Muhammadiyah. Ormas Islam yang berdiri pada 18 November menilai, dalam menyelesaikan permasalahan hidup harus berpegang pada dua hal saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari sudut pandang agama Islam bahwa perdukunan itu terlarang," kata Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad, Sabtu (6/2/2021).
"Dalam memecahkan persoalan hidup ini dua saja, melalui ilmu pengetahuan dan teologi keyakinan kepada Tuhan," imbuhnya.
Namun, Muhammadiyah tidak mau melebar ke urusan ada atau tidak pelanggaran hukum dari deklarasi Perdunu. Yang jelas, Muhammadiyah berhadap kelahiran Perdunu tidak bertujuan buruk untuk masyarakat.
"Soal hukum diserahkan ke penegak hukum," sebut Dadang.
Sementara NU tidak mempersoalkan kelahiran Persatuan Dukun Nusantara. Sebab, perdukunan memang sudah ada sejak dulu.
"Ya nggak apa-apa, kan orang Indonesia kan? Apa masalahnya?" ujar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Marsudi Syuhud, Sabtu (6/2).
"Ya dukun dari zaman dulu kan ada di Jawa, di luar Jawa di Nusantara sudah banyak kan. Terserah apalah, wong demokrasi, gitu saja," sambung dia.
NU tidak ingin mencampuri urusan akidah. Sebab, menurut mereka, ada sudah ada yang mengurusi masalah akidah.
"Akidah ya tugasnya kiai-kiai untuk ngurusin akidahnya," ucap Marsudi.
Lantas, bagaimana sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Simak di halaman berikutnya.