Matahari baru saja memamerkan binarnya. Di dalam sebuah rumah, seorang siswa sudah tampak bersiap dengan duduk di depan laptop untuk memulai pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Tak lupa, ia membuka aplikasi Zoom yang biasa digunakan dan mengeluarkan beberapa buku tulis dan buku paket pelajarannya. Ia pun memulai hari dengan belajar via online.
Semenjak pandemi COVID-19, pemerintah memutuskan agar sekolah memberlakukan PJJ. Hal itu dilakukan guna mencegah penyebaran virus corona di lingkungan sekolah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ternyata, keputusan tersebut berisiko menyebabkan learning loss pada peserta didik. Hal ini disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dalam konferensi pers yang ditayangkan akun YouTube Kemendikbud, Jumat (7/8/2020) lalu.
"Dan kita berisiko punya generasi dengan learning loss. Akan ada dampak permanen dalam generasi kita, terutama bagi yang lebih muda jenjangnya," ungkap dia kala itu.
Menurut Nadiem, learning loss terjadi karena kurangnya kualitas serta fasilitas bagi anak yang menjalankan PJJ. Sehingga akhirnya berdampak pada penurunan capaian belajar.
"Kita tahu bahwa PJJ itu tidak optimal dalam sisi capaian pelajar. Dan kesenjangan kualitas antara yang punya akses ke teknologi dan yang tidak itu jadi semakin besar," terang dia.
Senada dengan itu, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menjelaskan learning loss terjadi karena pembelajaran yang tidak optimal. Ditambah, diberlakukannya kurikulum darurat COVID-19.
"Learning loss itu hilangnya kompetensi dasar yang harusnya dipelajari siswa. Penyebab learning loss itu karena penerapan kurikulum darurat, misal yang seharusnya 3 kurikulum jadi 2 kurikulum," kata dia saat berbincang dengan detikcom, Rabu (3/2/2021).
Pentingnya Orang Tua
Lebih lanjut, ia mengungkapkan pentingnya peran pendampingan orang tua di masa PJJ pada anak-anak. Sebab, pendampingan yang sesuai bisa meminimalisir risiko learning loss pada anak-anak.
Namun, kata Heru, ada banyak kendala yang dirasakan orang tua saat pandemi COVID-19, seperti kurangnya waktu dan keterampilan mengenai pendidikan.
"Peran orang tua memang penting dalam mendampingi PJJ ini. Tetapi, ada orang tua yang bisa mendamping, ada yang nggak bisa karena, satu, orang tua bekerja, dan kedua, orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mendampingi putra putri saat belajar," tutur pria yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah SMPN 52 Jakarta ini.
Salah satu guru sekolah dasar di Jakarta Selatan, Irfani mengungkapkan saat ini peran orang tua dalam pendampingan anak-anak di masa pandemi dirasa telah cukup. Namun, masih ada beberapa orang tua yang kurang memantau karena adanya pekerjaan.
Selama pandemi COVID-19, menurut Irfani, pendampingan orang tua kepada anak dilakukan untuk memantau tugas serta pembelajaran. Sehingga harapannya, tidak ada materi yang tertinggal para peserta didiknya.
"Alhamdulillah, ibu-ibu mendampingi (anak-anaknya belajar) sekitar 70-80% dan 20%-nya (orang tua) kurang mendampingi dan telat informasi atau deadline tugas (anak) jadinya," jelas wanita berusia 24 tahun ini.
Ia juga mengakui adanya risiko learning loss yang bisa terjadi pada anak didiknya. Fani, sapaan akrabnya mengingatkan para orang tua bahwa pendidikan didukung dua faktor, yakni sekolah dan orang tua sehingga ia berharap keluarga bisa memaksimalkan perhatian pada anak di tengah PJJ.
"Menurut aku sekolah itu media belajar akademik, sedangkan orang tua sebagai supporter untuk anak-anaknya. Jadi, menciptakan SDM unggul butuh kedua belah pihak. Jadi harus punya kesadaran, sekolah ngajar orang tua untuk menarik saat belajar agar anak tidak bosan, misalnya," terang dia.
Merespons hal itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kemdikbud Jumeri mengatakan pada dasarnya para guru telah dibekali dengan keterampilan mengajar jarak jauh. Para guru pun diminta untuk turut menggandeng orang tua dalam PJJ tersebut mengingat pentingnya peran tersebut.
Komunikasi sekolah dan orang tua yang biasa dilakukan adalah meeting melalui virtual. Bila mana orang tua yang tidak memiliki akses cukup akan dikumpulkan atau dikunjungi guru dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
"Jadi memang level PAUD kita gandeng orang tua dan guru jadi mengeluarkan modul agar ada interaksi orang tua. Minta sekolah komunikasi dengan orang tua," papar dia kepada detikcom.
Ada juga tayangan edukasi di TVRI yang bisa membantu para peserta didik di level PAUD agar tidak kehilangan materi pembelajaran selama PJJ. "Menggalakkan media belajar dan ini kita perkuat dan perbanyak siaran televisi pembelajaran SD dirangkum," ungkapnya.
Menambah hal itu, Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim mengatakan bahwa pemerintah sendiri menyiapkan portal edukasi bagi orang tua yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah. Harapannya, orang tua bisa mencegah risiko learning loss pada anak mereka.
"Orang tua bisa mendapatkan pengetahuan atau skill (mendidik anak) dari berbagai sumber ya. Kita juga sudah membuat portal belajar.kemdikbud.go.id ini bisa diakses orang tua untuk mendidik anaknya," tegasnya.
Dukungan orang tua cegah learning loss, klik halaman selanjutnya>>
Dukungan Orang Tua Cegah Learning Loss
Sementara itu, para orang tua mengakui tidak tahu adanya risiko learning loss pada PJJ. Mereka pun melakukan antisipasi dengan memerhatikan serta mengingatkan kembali buah hatinya untuk belajar dengan baik.
"Nggak tau sih (risiko learning loss) tapi kita lebih mengingatkan untuk belajar, semangat, mendampingi, memberikan asupan yang baik agar anak juga nyaman," ujar seorang ibu rumah tangga, Poppy.
Orang tua lainnya, Dewi mengaku pada dasarnya para guru telah mengingatkan orang tua agar anak bisa merangkum pelajaran yang diberikan selama PJJ. Hal itu demi mencegah risiko learning loss.
"Kemungkinan learning loss bisa juga kayak anak malas baca karena sekarang pake gadget semua. Tapi gurunya beberapa ada yang minimalisir learning loss dengan suruh ngerangkum pelajaran-pelajaran. Aku sih ingetin terus anak supaya banyak baca," pungkas Dewi.