Menurut Pakar Pendidikan sekaligus Guru Besar Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Dr H Muchlas Samani, sekolah saat ini sudah bisa dimulai. Namun dengan syarat tanpa meninggalkan protokol kesehatan.
Seperti sekolah didisinfektan terlebih dulu, anak yang datang harus cuci tangan, sepatu disemprot disinfektan. Kemudian pakai masker, face shield, jaga jarak dan jumlah murid dibatasi. Sekolah yang ada AC sementara dimatikan dan diganti dengan membuka jendela.
"Kalau saya memang harus dimulai. Bagaimana pun juga pembelajaran online tidak bisa menggantikan sepenuhnya sekolah tatap muka. Mungkin bisa diatur, katakan dalam seminggu masuk tiga hari karena jarak direnggangkan, mungkin tidak bisa masuk penuh di kelas yang sama. Misalkan Senin separuh masuk, hari Selasa daring, dan hari berikutnya," kata Muchlas saat dihubungi detikcom, Selasa (4/8/2020).
Selain itu, perlu juga diatur strateginya ketika akan dilakukan sekolah tatap muka. Agar kurikulum tetap berjalan dengan baik, pembelajaran sebagian dilakukan online dan sebagian bisa tatap muka.
"Kalau saya prinsipmya oke. Sepanjang protokol kesehatan dipenuhi. Sekolah didisinfektan dulu. Sebelum dibuka, Pemkot Surabaya terlebih dulu meyakinkan daerah sekolah tidak area merah, melainkan hijau," ujarnya.
Menurut Muchlas, jika proses pembelajaran semua online dan ternyata tidak bisa bagus bisa loss learning. Hal ini justru menimbulkan dilematis kepada orang tua, guru dan siswa.
"Kalau diteruskan semacam ini akan ketertinggalan semakin jaih tentang pembelajaran. Tapi kalau tidak hati-hati bisa merah lagi. Jalan tengah dicari, yakni mulai masuk. Tapi protokol kesehatan ketat dipenuhi," jelasnya.
"Termasuk sekolah harus komunikasi dengan wali murid menyiapkan dari rumah. Anak dari rumah disiapkan harus pakai masker yang aman, face shield, bawa hand sanitizer disiapkan," tambahnya.
Sementara untuk pro kontra wali murid, menurutnya hal ini memang dilematis. Namun, jika sekolah tatap muka dicoba di beberapa sekolah yang siap, bisa untuk meyakinkan masyarakat.
"Karena dalam teori yang pernah saya pelajari setiap sesuatu baru itu mesti ada yang nggak setuju. Yang tidak setuju melihat dulu apakah bisa dilaksanakan atau tidak," kata dia.
"Kalau pemkot mau memulai, yakinkan sekolah mana yang sekolah aman. Karena anak ini kan steril, jangan sampai anaknya berangkat sekolah naik angkot yang ada carier dan menular. Dari rumah dia clean sampai sekolah clean. Yakinkan keluarga ini, bahwa anak ini bukan carier. Ketika di jalan juga tidak tersentuh orang yang carier. Makanya perlu komunikasi dengan orang tua biar semua aman," pungkasnya. (iwd/iwd)