KPAI mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas. SKB yang mengatur cara berpakaian di sekolah ini dinilai menghentikan kebijakan yang diskriminatif.
"SKB tersebut menjawab sekaligus menghentikan berbagai polemik yang selama ini ada di sejumlah daerah, karena munculnya berbagai aturan terkait seragam di lingkungan sekolah bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang dinilai cenderung diskriminatif dan intoleransi sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti dalam keterangannya, Rabu (3/2/2021).
Retno mengatakan aturan yang tidak mewajibkan peserta didik dan guru untuk menggunakan seragam dengan kekhususan agama tertentu merupakan cerminan dari HAM. KPAI menegaskan lembaga pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ketentuan bahwa peserta didik dan pendidik berhak memilih seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama, atau dengan kekhususan agama merupakan perwujudan dari Hak Asasi individu sesuai keyakinan pribadinya. Hal ini penting ditekankan, karena melarang menggunakan maupun mewajibkan menggunakan, semuanya melanggar hak asasi manusia (HAM), padahal pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, nondiskriminatif dan menjunjung tinggi HAM," tegas Retno.
Retno juga menyinggung ketentuan menggunakan jilbab bagi peserta didik dan guru yang beragama Islam. Menurut KPAI kewajiban itu harus dilakukan dengan mengutamakan kesedaran tanpa memaksa.
"menggunakan aurat bagi muslimah memang kewajiban, namun caranya dalam prinsip mendidik, tidak dapat dilakukan dengan paksaan, harus dengan membangun kesadaran terutama bagi anak-anak. Berikan pengetahuan, edukasi dan contoh (model) terlebih dahulu, sehingga anak memiliki kesadaran pribadi tanpa merasa terpaksa melakukannya dan benar-benar yakin saat memutuskan menggunakannya, jadi tidak dipandang hanya sekedar seragam, namun menyadari makna mengapa harus menutup aurat," ucapnya.
Dalam SKB 3 Menteri ini, sekolah-sekolah dan daerah yang memiliki aturan bertentangan dengan SKB 3 Menteri tersebut, diharuskan mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama tersebut ditetapkan. Retno meminta agar pemerintah melakukan sosialisasi lebih dulu.
"Namun, sebelum memberikan sanksi tegas, KPAI mendorong agar para pendidik dan Kepala Sekolah wajib diberikan dahulu sosialisasi sekaligus pemahaman terkait ketentuan peraturan perundangan lain yang mengharuskan sekolah-sekolah negeri untuk menyemai keberagaman, menguatkan persatuan, mewujudkan nilai-nilai pancasila dan menjunjung tinggi HAM. Harus diberikan pengetahuan juga tentang hirarki peraturan perundangan, bahwa aturan di level sekolah dan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan di atasnya," sebut Retno.
Retno juga menyinggung kewenangan Kemdikbud dalam ketentuan SKB 3 Menteri yang dapat memberikan sanksi kepada sekolah terkait pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya. Namun Retno meminta agar Kemendikbud mempertimbangkan keadilan dalam sanksi tersebut.
"Hal ini memang kewenangan Kemdikbud yang dapat dipergunakan untuk memberikan tekanan dan sanksi kepada pihak sekolah yang membandel tidak mematuhi SKB 3 Menteri, meskipun ada plus minusnya. Misalnya, peserta didik yang bersekolah di tempat tersebut menjadi terdampak dalam pelayanan proses pembelajaran di sekolah yang berkualitas dan berkeadilan karena adanya penghentian bantuan pendanaan," pungkas Retno.