Mahkamah Agung (MA) membatalkan keputusan KPU Bandar Lampung yang mendiskualifikasi calon peserta pilkada Eva Dwiana-Deddy Amarullah. Yusril Ihza Mahendra, selaku kuasa hukum pelapor dalam kasus Eva-Deddy, mengaku heran terhadap putusan MA.
"MA dalam tingkat kasasi membatalkan putusan tersebut. Kami menganggap putusan MA itu penuh kejanggalan dan keanehan," kata Yusril kepada wartawan, Kamis (28/1/2021).
Yusril mengatakan merupakan bagian dari tim kuasa hukum pelapor bernama Yopi Hendro. Dia kemudian menjelaskan sejumlah aspek yang dinilainya janggal terkait putusan MA tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari ruang lingkup pemeriksaan, putusan MA atas perkara ini adalah pemeriksaan pengadilan di tingkat kasasi. Sebab, ketentuan Pasal 135A ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 menyebutkan putusan MA bersifat final dan mengikat. Oleh karena ini pemeriksaan tingkat kasasi, MA semestinya tidak memeriksa aspek fakta (judex facti), melainkan memeriksa aspek penerapan hukum (judex juris). Namun, dalam pertimbangannya, justru memeriksa dan menilai bukti perkara," ucapnya.
Dia menilai MA harusnya mendengar seluruh pihak secara berimbang. Dia mengatakan pelapor sudah mengajukan permohonan intervensi pada 18 Januari 2021, namun ditolak kepaniteraan TUN karena alasan tidak terdapat ketentuan hukum acara.
"Sebaliknya, pihak paslon 01 yang mengajukan permohonan intervensi tanggal 20 Januari 2021 justru diterima dan dipertimbangkan dalam putusan. Padahal semua orang tahu paslon nomor 1 tidak punya kepentingan dengan perkara ini. Paslon nomor 1 juga bukan pihak ketika perkara diperiksa Bawaslu. Kalau dia bukan pihak dalam perkara sebelumnya, untuk apa MA menerima mereka sebagai pihak?" tutur Yusril.
"Ini berarti MA melanggar asas peradilan yang wajib mendengarkan keterangan para pihak secara adil dan berimbang sebelum mengambil keputusan," sambungnya.
Simak juga video 'Komisi II Cium Ego Sektoral dari KPU-DKPP':
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Aspek kedua, kata Yusril, dia menilai ada kekeliruan yang nyata oleh hakim dalam memutus perkara. Dia menyinggung soal hakim yang berpendapat kalau pembagian bantuan COVID-19 tidak serta-merta menguntungkan Eva.
"Majelis memuat pertimbangan yang asumtif dengan menyebut pasangan calon nomor urut 2 yang berstatus petahana (wakil wali kota) seharusnya menjadi pihak yang memperoleh keuntungan atas bantuan tersebut. Majelis hakim menutup mata atas pengaruh pelanggaran TSM kepada pasangan calon nomor urut 3," ujarnya.
Sebelumnya, MA membatalkan keputusan KPU Bandar Lampung yang mendiskualifikasi Eva Dwiana-Deddy Amarullah dari Pilkada Bandar Lampung. KPU Bandar Lampung menganulir Eva-Deddy setelah keduanya dinyatakan sebagai pemenang Pilkada Bandar Lampung.
"Menyatakan batal Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kota Bandar Lampung Nomor 007/HK.03.1-Kpt/1871/KPU-Kot/I/2021, tanggal 8 Januari 2021, tentang Pembatalan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bandar Lampung Tahun 2020, atas nama Pasangan Hj. Eva Dwiana, S.E. dan Drs. Deddy Amarullah, Nomor Urut 03," demikian putus MA sebagaimana dilansir website-nya, Kamis (28/1).
Ada sejumlah hal yang menjadi pertimbangan majelis hakim memutuskan perkara ini. Salah satunya, hakim menilai bantuan sosial yang dibagikan tidak serta merta menguntungkan Eva selaku cawalkot. Eva merupakan istri Wali Kota Bandar Lampung, Herman HN.
"Oleh karena itu, pembagian bantuan sosial yang dikemas dalam bentuk kegiatan pemberian bantuan COVID-19 yang dilakukan Wali Kota Bandar Lampung aktif sebagai suami calon wali kota nomor urut 03 (Hj Eva Dwiana), dengan melibatkan aparatur Pemerintah Kota beserta jajarannya (termasuk RT), tidak serta-merta menguntungkan pencalonan dari calon wali kota nomor urut 03 yang berakibat terjadinya pelanggaran administrasi pemilihan secara TSM," ucap majelis.