Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT), Hiendra Soenjoto keberatan atas dakwaan jaksa KPK terkait pemberian suap kepada mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Rp 45,7 miliar. Hiendra membantah seluruh dakwaan jaksa KPK.
"Setelah membaca surat dakwaan, kami tidak menemukan penjelasan lebih lanjut atau keterangan penuntut umum yang khusus menerangkan perbuatan apa yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dianggap sebagai perbuatan berlanjut," kata pengacara Hiendra, Sumiardi, dalam sidang pembacaan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (27/1/2021).
Sumiardi mengatakan 21 transaksi pengiriman uang yang dibeberkan jaksa bukan pemberian suap berkaitan dengan putusan PK antara PT MIT dengan PT KBN, atau gugatan Hiendra dengan Azhar Umar. Menurutnya, uang itu diterima Rezky berkaitan dengan proyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penerimaan yang diterima oleh Rezky Herbiyono sebanyak 21 transaksi dilakukan setelah adanya putusan peninjauan kembali (PK). Sehingga, dapat dipastikan pemberian tersebut bukanlah diperuntukkan sebagai biaya pengurusan perkara, melainkan untuk bisnis pembangunan PLTMH," ucapnya.
Sumiardi menyebut Hiendra dijadikan kambing hitam oleh KPK untuk menjerat Nurhadi. Dia menilai dakwaan jaksa KPK tidak benar.
"Adanya fakta demikian memperkuat dalil kami bahwa dalam perkara a quo terdakwa hanya dijadikan kambing hitam olrh KPK untuk menjerat Nurhadi. Sebab, transaksi keuangan yang dilakukan oleh terdakwa setelah adanya putusan PK masih saja diperlihatkan KPK yang mencari celah agar supaya konstruksi kebohongan terlihat sempurna," katanya.
Tim pengacara Hiendra juga membantah meminta bantuan Nurhadi untuk mengurus perkaranya. Sebab, Nurhadi tidak punya wewenang atas perkaranya.
"Bahwa sebagaimana disebutkan bahwa pihak yang diduga telah menerima suap dari terdakwa adalah Nurhadi yang notabanenya bukan hakim yang memeriksa mengadili gugatan PT KBN melawan PT MIT, dan Rezky juga bukan penyelenggara negara melainkan hanya pihak swasta yang menerima uang dari terdakwa namun dengan tujuan untuk membangun PLTMH," tuturnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
"Kami meminta kepada majelis hakim Yang Mulia menerima eksepsi ini, menyatakan dakwaan jaksa batal demi hukum atau tidak dapat diterima, kedua memerintahkan jaksa agar terdakwa dikeluarkan dari Rutan," kata Sumiardi.
Dalam sidang ini, Hiendra Soenjoto didakwa memberi suap kepada Nurhadi sebesar Rp 45,7 miliar. Suap diberikan agar Nurhadi mengurus perkara Hiendra tingkat Pengadilan Negeri hingga MA.
Jaksa mengatakan Nurhadi menerima uang dari Hiendra melalui menantunya Rezky Herbiyono. Suap diberikan agar Nurhadi mengurus perkara gugatan Hiendra melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan gugatan melawan Azhar Umar.
Atas dasar itu, Hiendra didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.